Mari kita bicara fakta. Di Piala Dunia 1974, Belanda yang bermain indah kalah dari Jerman yang lebih disiplin. Di Piala Dunia 1982, Brasil yang penuh flair dikalahkan oleh Italia yang tahu cara menang. Di level klub, Inter Milan 2010 dan Chelsea 2012 dicemooh karena bermain pragmatis, tapi mereka yang mengangkat trofi.
Apakah sepakbola menyerang itu buruk? Tentu tidak. Tapi apakah itu satu-satunya cara untuk menang? Juga tidak.
Jika ada yang berpikir bahwa Patrick Kluivert akan datang dan langsung mengubah timnas Indonesia menjadi versi mini dari Belanda 1988, mereka harus mengingat bahwa tidak semua tim memiliki pemain seperti Ruud Gullit dan Frank Rijkaard. Mengandalkan filosofi tanpa menyesuaikannya dengan realitas adalah jalan pintas menuju kegagalan.
Dan mari jujur: jika Kluivert datang dan hasilnya lebih buruk dari Shin Tae-yong, apakah mereka yang saat ini mendewakannya masih akan bertahan? Atau mereka akan kembali mencari pelatih baru, mungkin dari akademi Ajax, hanya karena terdengar "Eropa" dan memiliki filosofi yang katanya lebih cocok?
Jika alasan karena pemain kita mayoritas adalah keturunan Belanda yang sejak dini sudah memainkan total football di academy. Maka kita harus bercermin pada laga terakhir kemarin saat kita dibantai 5-1 oleh Australia.
Dalam laga ini, Patrick Kluivert memaksakan menerapkan strategi menyerang dan terbuka. Terbukti malah taktik ini gagal total membuat Martin Paes harus memungut bola dari gawangnya sebanyak 5 kali.
Sebenarnya Belanda pun tidak melulu harus bermain cantik. Pada tahun 2010 dan 2014 saat gelaran Piala Dunia adalah bukti taktik pragmatisme Belanda mampu membawa mereka melaju lebih jauh.
Sepakbola Indonesia tidak membutuhkan ilusi. Kita tidak perlu terjebak dalam obsesi untuk bermain cantik jika itu justru menghambat perkembangan. Kita membutuhkan pelatih yang paham bahwa sepakbola bukan soal keindahan semata, tapi soal hasil.
Jadi jika Anda lebih mengutamakan estetika ketimbang efektivitas, saya sarankan Anda menonton ice skating atau balet. Karena di sepakbola, yang penting bukan seberapa indah permainan Anda, tapi seberapa banyak pertandingan yang bisa Anda menangkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI