Mohon tunggu...
Dwi indahlestari
Dwi indahlestari Mohon Tunggu... Penulis - Idk

Dwi indah lestari. Mahasiswa ilmu komunikasi fisip untirta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Identitas Agama

3 Desember 2019   13:16 Diperbarui: 3 Desember 2019   13:32 1226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

POLITIK IDENTITAS AGAMA
*Oleh : Dwi Indah Lestari

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman suku bangsa, bahasa, agama, adat istiadat dan kebudayaan. Jika dilihat dari keragaman tersebut, maka masyarakat Indonesia bisa dibilang sebagai masyarakat yang majemuk atau multikultural. Fakta ini didukung oleh pernyataan Nurcahyo (2018), bahwa Indonesia adalah negara multikultural di dunia. Negara yang memiliki jumlah penduduk 250 juta jiwa ini setidaknya memiliki 300 suku, 200 bahasa, serta penduduknya menganut 6 agama seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.

Kemajemukan bangsa Indonesia di atas merupakan sebuah kekuatan yang patut kita banggakan, karena dapat dijadikan sebagai identitas bangsa Indonesia sekaligus sebagai modal untuk memajukan bangsa Indonesia itu sendiri. Akan tetapi, saat ini kemajemukan yang menjadi identitas bangsa Indonesia tersebut justru terancam oleh kehadiran para elit politik. Hal ini disebabkan karena banyak elit politik yang cenderung menjadikan identitas bangsa Indonesia sebagai alat mempertegas kekuatan politiknya. Dengan kata lain, para elit politik menggunakan politik identitas sebagai alat kekuatan politik.

Harahap (2014) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "politik identitas" adalah tindakan politisi yang mengedepankan kepentingan anggota kelompok yang memiliki kesamaan indentitas atau karakteristik, baik berbasiskan etnis, ras, gender atau agama. Politik identitas juga kerap didefinisikan sebagai gerakan politik yang memberikan garis yang tegas untuk menentukan siapa yang akan disertakan dan siapa yang akan ditolak.

Salah satu politik identitas yang paling menonjol di Indonesia adalah politik identitas "agama". Dalam konteks politik di Indonesia, identitas agama yang dijadikan sebagai kekuatan politik seringkali dimunculkan oleh kelompok agama mayoritas, bukan oleh kelompok agama minoritas. Namun demikian, terlepas dari apakah identitas politik agama itu dimunculkan oleh kelompok agama mayoritas ataupun minoritas, praktik politik identitas agama sebagai kekuatan politik ini telah menunjukkan betapa masih primitifnya bangsa ini dalam berdemokrasi. 

Proses demokrasi yang seharusnya menghilangkan atau paling tidak menipiskan kekuasaan absolut kelompok agama tertentu, justru diwarnai dengan situasi ketidakadilan terhadap kelompok agama lain. Hal ini menyebabkan banyak kelompok politik dengan agama minoritas yang tidak bisa tergabung dalam partai politik.

Contoh kecil dari praktik politik identitas agama di Indonesia adalah yang terjadi beberapa waktu lalu yaitu golongan yang menentang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan alasan bahwa Ahok tidak se-iman. Padahal, sudah jelas-jelas pemilu di dalam suatu negara demokrasi mencakup prinsip kebebaasan, keadilan dan kesetaraan individu dalam segala bidang. 

Contoh nyata politik identitas agama di Indonesia yang lainnya adalah agama dijadikan sebagai instrumen politik oleh elit politik untuk memperoleh kekuasaan dalam pemilu. Elit politik yang berusaha meraih kemenangan dalam pemilu memanfaatkan agama kelompoknya untuk mengambil simpati masyarakat guna memperoleh suara mayoritas. Ironisnya, tak jarang dari elit politik tersebut yang menggunakan isu-isu agama untuk menyebarkan stigma buruk dalam menjatuhkan lawan politiknya.

Tanpa disadari, penggunaan agama sebagai alat politik praktis di atas telah memecah belah umat beragama yang ada di Indonesia. Semangat nasionalisme para elit politik yang menggunakan agama sebagai alat kepentingan politiknya seakan sudah tidak ada lagi. 

Mereka lebih mementingkaan kepentingan pribadi dan kelompok ketimbang kepentingan bersama yang pada akhirnya menimbulkan konflik-konflik politik yang berujung pula pada kendornya semangat nasionalisme kelompok elit politik lain yang mereka pinggirkan atau marginalkan karena alasan "agama".
Jika persetruan antara kelompok mayoritas dan minoritas akibat konflik politik identitas agama terjadi secara terus menerus, tentu sangat mengancam identitas dan kekuatan bangsa Indonesia itu sendiri. 

Oleh sebab itu, semangat nasionalisme perlu dipupuk dalam setiap individu elit politik. Nasionalisme sendiri merupakan sebuah kualitas dan integritas kesadaran nasional suatu bangsa. Makna ini sama dengan kesadaran nasional atau wawasan nasional (Suryono, 2008). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun