"Lho kenapa?"
"Aku takut!?"
"Takut kenapa?"
"Takut tidak bisa mengendalikan diri. Mas. Kamu sudah pernah menciumku, dan kita sudah pernah sangat dekat, bahkan hembusan nafas Mas Darmin sempat melenakanku."
"Bukankan, itu spontanitas saja Marsih."
"Aku takut saja. Takut kita kebablasan.Hingga jika suatu saat kita tidak lagi bersama, akulah yang merasa paling menderita."
"Jangan, Khawatir, kita tidak akan melakukan hal yang kelewat batas."
"Itu khan yang muncul dan terucap di bibir, bagaimana kalau saking asyiknya, kita terjebak dalam irama alam, kesunyian dan keinginan untuk saling membutuhkan, lalu kita melakukan hal-hal yang spontan dan tidak bisa mengerem apa yang telah kita lakukan Mas."
Sejenak aku terdiam. Benar juga apa yang dikatakan Marsih, tapi apakah harus mengakhiri hubungan sementara tengah hangat-hangatnya sebuah hubungan.
"Mas.....!" Tiba-tiba seperti mendung menggelantung di wajahnya, matanya tampak berkaca-kaca.
"Ada, apa dengan dirimu Marsih, apakah ada yang membuatmu sedih."