"Santai, Ndes, aku sudah memikirkan panjang-panjang resiko keputusanku untuk pergi ke kota, Tunggu aku sepuluh tahun lagi, pasti bawa cewek cantik dan boncengan keren kayak itu (Sarjum nunjuk mobil yang lewat barusan):
"Mimpimu ketinggian, Jum, Jum!"
"Preet, ini serius, ora baen-baen."
"Ya sudah nikmati mimpimu itu."
"Lah, nggak percaya, tunggu saja ya kamu jangan cengengesan begitu, nggak percaya sama diriku ini?"
"Eh, kalau kamu nanti bawa cewek cantik bagaimana dengan  Warni, mau kau tinggal begitu saja."
"Warni, ah ia khan hanya cinta monyet, nanti juga dia lupa."
Sarjum benar-benar nekat, ia benar-benar pergi ke kota. Ia ingin membuktikan omongannya. Setelah ia ke kota tak lagi kudengar beritanya lagi. Aku masih belum tahu apa yang terjadi dengan diriku tahun-tahun selanjutnya. Meskipun tidak pintar aku masih melaju belajar ke SMA kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi.
Setelah puluhan tahun tidak ketemu Sarjum, di usia kepala lima, ketemu Sarjum lagi di desa. Sedikit tampak tua meskipun gurat kegantengan masih terlihat.
"He Jum, apa kabar, kapan kamu pulang, setelah lama merantau ke kota, bawa perempuan cantikkah?"
"Aku jadi malu sama kamu Ndes, niatku sih bawa cewek cantik, sudah ketemu beberapa cewek cakep di kota, dulu aku pernah sukses jadi orang tajir, tapi...?"