Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Markesot dan Sang "Nabi"

30 Juli 2018   07:34 Diperbarui: 30 Juli 2018   08:23 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Chapter 1 Buku Cetak dihajar E Book

 Panas terik matahari membakar bumi. Kemarau datang memanjang. Daun-daun kering meranggas berjatuhan agar mengurangi beban pohon. Sebuah musim tahun politik yang panas ikut menaikkan tensi suhu bumi. Media sosial apalagi, lebih memanggang emosi dan mengompori hati dengan berbagai provokasi.

Di sebuah komplek perumahan sederhana nan asri, tersebutlah nama seorang laki-laki berusia 40 an tahun. Pria yang sehari-hari kerap bekerja di rumah dan membuka warung sembako di ruang depannya. Berkacamata minus, rambut sedikit kering dan berbadan tegap, meski nggak sekekar tentara atau Super Hero yang ada di film-film Avengers. Setidaknya dengan olahraga lari seminggu dua kali membuat wajahnya kelihatan lebih muda dari usainya. Sebuah cerita sederhana di zaman mileneal tentang seorang pria dewasa yang tersebut sebagai Markesot.

Jemari lentiknya masih lincah menari di atas keyboard. Kadang matanya melotot di depan komputer, padahal sudah 5 jam dia duduk di kursi putar. Kata orang bijak, setiap 2 jam sekali orang yang duduk, harus berdiri, karena tidak baik untuk kesehatan mata dan punggung. Sebenarnya punggung Markesot sudah super pegel, tapi kalau sudah nulis di depan komputer, ia jadi lupa segala-galanya, tak merah dan tak juga jingga. Baru ketika anak-anak di musola dengan suara sumbangnya melantunkan puji-pujian sebelum Maghrib, menjadi pertanda Markesot harus berhenti dan turun dari "tahta"nya. Kalau suara anak anak di langgar itu merdu sih enak aja dengarnya, tapi ini berisiknya minta ampun, membuat telinga meriang mendengarnya.

Markesot seorang ghostwriters atau penulis bayaran, bukan pembunuh bayaran ya hehehe. Pekerjaannya menulis buku untuk klien, dari situ dia mendapat bayaran. Itulah pekerjaan yang sudah dijalani selama 5 tahun, sejak berhenti jadi Wartawan. Ilmu menulis ia dapatkan sejak jaman mahasiswa, di pers kampus pada era reformasi dulu. Setelah lulus, dia mengadu nasib ke Jakarta menjadi wartawan, hingga ia berhenti karena merasa lelah.

Markesot mempunyai dua orang anak dan seorang istri. Bininya orang Medan, tapi keturunan Jawa, atau istilah kerennya "pejabat", peranakan Jawa Batak. Dua anaknya masih kecil namanya cantik-cantik. Yang gede kelas 6 SD namanya Rosalia, mirip nama bus Jakarta -Solo hehehe dan yang kecil kelas 1 SD namanya Matahari, keduanya bunga yang disukai Markesot. Kalau anak ketiga lahir rencananya akan diberi nama Kamboja. Tapi bininya nggak sudi, alasannya Kamboja itu bunga kuburan, lalu ia menelan pil KB hingga sekarang nggak hamil-hamil.


Nah disamping menjadi penulis bayaran, Markesot juga menulis buku untuk diterbitkan. Buku apa saja ia tulis, dari fiksi maupun non fiksi.  Lalu dikirimkan naskah itu ke penerbit. Setelah itu, menunggu hasil seleksinya yang lamanya pakai banget. Saking lamanya, Markesot pernah ditelpon penerbit yang memberitahu jika karyanya akan diterbitkan. Markesot kaget. karena lupa kapan mengirimnya. Penerbit itu bisnis, hanya mau menerbitkan karya yang kemungkinan besar laku di pasaran. Mungkin dari 30 naskah yang masuk sehari hanya 1 yang diterbitkan. Selebihnya akan masuk ke tempat pembuangan akhir.

Ya begitulah sejak era internet mulai banyak yang mengakses, industri buku terpuruk, karena kata pakar ekonomi, ada disruption atau pergeseran dari cetak ke digital.  Tak pelak lagi industri buku terjun bebas dari angkasa. Sebab nggak ada internet saja, industri ini sudah menjerit teriak-teriak, apalagi ditambah era sosial media yang menggila, makin menambah panjang daftar korban penderitaan.

Naskah sesampai di penerbit ada yang diterbitkan namun ada yang ditolak. Nah naskah yang ditolak, kalau dinilai Markesot bagus dan ia ada duit maka akan diterbitkan sendiri. Biasanya dicetak sendiri secara satuan biar nggak rugi lewat percetakan print on demand, lalu dijual secara online. Nama kerennya self publishing, yakni penerbitan dengan biaya sendiri. Lalu buku itu dijual di sosial media. Namanya dagang, ada yang laku, ada yang nggak, kalau gak laku ya dibaca sendiri hehehe.  

Kalau bukunya diterbitkan di penerbit mainstream, biasanya dicetak dalam jumlah yang cukup banyak, lalu dijual di toko buku. Nah kalau buku itu laku, Markesot akan mendapat royalti, besarnya 10% hari harga jual, sebelum dipotong pajak. Ternyata pajak penulis itu sangat mencekik leher. Meskipun leher penulisnya pendek tetap saja akan tercekik hehehe. Makanya Markesot ikut berteriak kencang dan mendukung ketika ada seorang penulis terkenal memboikot menerbitkan buku jika pajak penulis tidak diturunkan. Setelah beberapa lama, pajak penulis tidak berkeming, namun si penulis terkenal itu akhirnya kembali menulis dan bukunya bertengger ke pasaran.

"Jadi penulis itu berat, kamu nggak akan kuat, biar aku saja, " status FB Markesot yang diinspirasi sebuah film pada zaman now.

***

Sehari-hari Markesot bekerja di rumah, kebetulan rumahnya dua lantai, lantai bawah untuk rumah tangga, sedangkan lantai dua untuk kantor. Istilah kerennya rukan atau rumah kantor heheh. Di lantai atas yang menghadap jalan ada spanduk tertulis "Biangkerok Publishing"perusahaan penerbitan indie milik Markesot. Satu-satunya alasan menggunakan nama Biangkerok karena Markesot adalah penggemar berat legenda Betawi Haji Benyamin Sueb, dimana ia pernah main film berjudul Benyamin Biangkerok. Dalam ruangan tidak ada gambar Presiden, yang ada ya itu gambar Benyamin.

             Jambul adalah satu-satunya asistennya, kerjanya serabutan. Karyawan yang lain sudah dipecat karena order sedang lesu. Dulu selain Jambul, Markesot juga merekrut marketing dan reporter, tapi itu dulu, sekarang Jambul sorangan aja. Namanya usaha kadang naik turun, kadang timbul kadang tenggelam, yang penting yakin dan tidak menyerah. Hidup harus jalan terus, nggak kalah sama belok kiri hehehe.

            Jambul hanya lulusan STM tapi ia ahli desain grafis yang mengerjakan desain buku atau majalah. Disebut Jambul karena rambutnya disisir ke atas mirip jambul burung kakatua.  Orangnya nurut dan loyal, itu yang dicari Markesot, sebab banyak karyawan yang pintar tapi tidak loyal. Akhirnya malah ngrecekin pekerjaan. Makanya pemerintah tidak butuh Menteri yang pinter tapi tidak loyal karena akan menusuk dari belakang. Ilmu pas-psan nggak apa-apa yang penting loyal karena ilmu itu bisa dipelajari ibarat pepatah ala bisa karena biasa, semua yang dilatih pasti akan mahir.

***

 

Siang itu Hape Markesot berdering, dengan nada dering lagu Jika yang dinyanyika Melly Gueslow.  Seseorang berbicara diujung telepon sana.

"Pagi dengan pak Markesot?"

"Ya saya sendiri Pak"

"E begini pak, nama saya Sumanto ?"

Markesot diam sebenarnya, dia pernah mendengar nama itu di berita, nama yang kesannya tidak  nyaman di telinga.

"OO saya bukan Sumanto yang makan manusia itu pak, saya Sumanto seorang pengusaha dealer mobil, pengusaha dealer mobil Pak"

"Ya ya ya saya nggak mikir ke sana, ada apa pak Manto?"

"Gini Pak Kesot bisakah anda membuatkan saya buku,"

"Oh bisa mudah itu, buku tentang mobil ya?" Markesot senang mengira mendapat order menulis tentang mobil.

"Oh bukan itu, saya baru saja pulang dari ritual di gunung Bunder, nah saya dapat masukan banyak dari langit untuk memperbaiki Negara ini," 

"Sejak kapan langit bisa bicara?"

"Maksudku dari pemilik langit Pak, Tuhan, dan saya ingin dibuatkan kitab suci,"

            Markesot terkejut, berdiri dari kursinya, dia memasang telinganya lebih rapat. Antara percaya nggak percaya, ia minta lawan bicaranya mengulangi permintaannya. Seumur-umur baru kali ini ada orang memintanya membuat kitab suci.

"Wah memang muncul Nabi baru pak"

"Lha saya sendiri Nabinya,  Sumanto. gimana mau? tanya Sumanto

            Markesot tambah bingung, jujur ia memang lagi butuh order, tapi ia masih percaya pada imannya kalau al Quran kitab suci terakhir. Lama ia tidak menjawab, memikirkan cara terbaik untuk menolak tapi tidak menyakiti.

"Wah kalau saya yang nulis, nanti nama saya masuk dong, hadist riwayat Markesot gitu?"

"Oh nggak nggak harus gitu hahaha, kalau mau nanti ketemu dulu, kita bahas teknisnya?"

            Sumanto serius banget. Markesot malah lemes.

"Wah saya pertimbangkan dulu pak, sanggup apa nggak soalnya belum pernah, sekarang lagi nulis yang lain?" tangkis Markesot.

"Oh lagi nulis kitab suci lain," tanya Sumanto

"Eh bukan kitab suci, buku pak. buku." 

"Oke deh besok saya telpon lagi pak " Sumanto menutup telponnya.

            Jambul yang mendengar pembicaraan itu heran,

"Mbul, kita ada order membuat Kitab Suci dari nabi Sumanto.."

"Wah kok namanya kurang menjual Pak, apa laku nanti agamanya..." 

"Bukan itu Mbul masalahnya, dosa nggak ya kalau aku ambil,"

"Aslinya sih haram , tapi kalau darurat bisa jadi halal,"

"Daruratnya dimana?"

"Saya kan belum gajian bulan ini, Pak"

            Markesot melongo, pura-pura denger, lalu dia kembali mengetik di komputer, Entah apa yang dia ketik itu tidak penting yang penting dia ngetik.

***

 

Sambil menulis Markesot menengguk kopi, matanya masih berlari-lari kecil diantara layar monitor dan keyboard, maklum dia tidak bisa mengetik 10 jari, ia hanya menggunakan 4 jarinya untuk mengetik. Meski lama jadi penulis, tapi tidak semua jari biasa ia gunakan.  Menurutnya kalau dia lancar dengan 10 jari, ia tidak akan membuka jasa penulisan tapi jasa pengetikan heheh.

            Sambil menulis buku, Markesot masih aktif di sosial media, terutama di facebook, apa saja ia tulis untuk meng update status. Kadang kalau lagi bte, ia memfoto secangkur kopi dan singkong rebus buatan istrinya yang tersedia di meja, lalu ia upload di Fb sambil dikasih tulisan "teman tidak mesra". Apa maksud captionnya, Markesot tak perlu menjelaskan, biar pembaca yang menilai sendiri sesuai kadar ilmunya. Kadang apa saja yang ia pikirkan ia tulis di FB. Biasanya di status FB ada tulisan "apa yang sedang anda pikirkan"   kalau isengnya kumat, Markesot menjawab saya tidak memikirkan apa-apa.

            Sore itu, anaknya yang paling gede, Rosalia menemuinya setelah Jambul pulang. Jam kerja Jambul mulai jam 8 sampai dengan jam 5 sore kecuali lembur.  

"Yah mau tanya, ibukota Peru mana ya?"

"Lima," Jawab Markesot cepat tanpa melihat anaknya.

Rosalia nggak percaya, ayahnya masih mengetik .

"Ibu kota Peru banyak amat yah, satu saja jawabnya..."

"Ya itu Lima ibukotanya" kata ayahnya masih memelototi tulisan,

"Yah sebutin Yah lima itu apa saja..." tanya Rosalia mulai sebel

Markesot mulai kesal, dilihatnya wajah anaknya, Rosalia diam .

"Nama ibukota Peru itu Lima , tulis saja L-i-m-a.."

Rosalia menulis kata lima di bukunya,

"Terus kalau ibukota China ?

"Udah nanya goggle aja, ayah mau kerja, kalau google nggak tahu baru nanya ayah.."

Markesot menyodori anaknya hape, Rosalia mengambilnya.

"Ada kuotanya Yah...'

            Markesot menggeleng, kemudian menoleh. Rosalia tahu isyarat ayahnya minta mamanya mengsi pulsa, kebetulan istrinya jualan pulsa juga di depan rumah.

"Jangan buat youtube ya, "pesan rutin Markesot tiap kali hapenya dipinjam anaknya.

"Nanti kuota ayah habis .." ujar Rosalia menirukan pesan Markesot yang sering ia dengar setiap meminjam hape bapaknya, Rosalia turun kembali ke tempat mamanya.

"Apa pulsa lagi, baru kemarin diisi dua puluh lima ribu sekarang sudah habis, "teriak istrinya di lantai satu. Saking kerasnya suara itu terdengar ke telinga Markesot. Markesot mendengar kemudian nyeluthuk, bicara sendiri.

"25 ribu kalau dibeliin paket Cuma dapat 2 giga, kalau nggak beli paket data, sehari kelar tuh duit."

-o0o-

 

Bersambung 

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun