Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Desas-desus tentang Purnama yang Dicap Gila

4 Juli 2021   14:11 Diperbarui: 4 Juli 2021   14:35 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua bibir bergoyang-goyang menciptakan percakapan di sela tumpukan rapi bungkus mie instan.

 " Aku lihat dia jalan kaki dari arah kota, telanjang dada pula. Sandal jepit yang kegedean di kakinya itu sampai dekil sekali Jak!" Penjual bubur dorong yang sedang merehatkan kaki itu begitu antusias melempar berita, walau lawan bicaranya nampak datar-datar saja menanggapi. " Oh ya? " Jawab Jaka, pemilik Warung Kopi  itu, sambil mencatat laba penjualannya.

" Jak, kamu kan tahu, dari pasar Brebek pakai angkutan umum saja butuh  satu jam sampai sana.  Masih berpikir kalau dia tidak gila?"
"Kamu bukan orang pertama yang ngomong seperti itu, Kang."
"Nah, kenapa kamu tidak pernah terima kalau ada yang bilang  kalau dia itu gila! Jangan-jangan karena dia sering beli rokok di warungmu."
" Dia hanya orang luar biasa. Begini, Kang, siapa sih yang mau capek-capek berjalan kaki kecuali Purnama dan Akang sendiri? semua orang kan maunya bikin polusi."
" Halah. Jangan samakan jalan kakinya saya dengan dia Jak. Beda!"

Dia yang disebut-sebut dalam obrolan itu adalah Purnama. Seorang pria yang tinggal di kampung Brebek bersama ibunya yang sudah pantas untuk disebut nenek-nenek. Walaupun terbilang sebagai warga baru, karena baru menetap di Brebek selama satu tahun, namun satu kampung sudah mengenalnya. Tapi bukan sebagai teman bicara atau tegur sapa, hanya sekedar tahu bahwa dia gila.

Purnama kerap berjalan keluar kampung, menelusuri tepi jalan raya, lantas pergi ke mana saja semaunya. Bersama kaos yang tidak dikenakan di tubuhnya, namun menggelepek di pundaknya. Anak-anak kecil sering bubar ketika Purnama melalui jalanan yang sedang mereka pakai untuk bermain, walaupun Purnama tidak bertindak kasar atau membahayakan mereka.

Sorotan matanya pun tak menyentuh siapa pun.  Purnama berjalan kaki, menunduk dan sesekali menelaah ke sekitar tatkala menjumpai tikungan jalan. Dia terlihat seperti berjalan mengikuti bayangan tubuhnya.

"Sejak pindah ke sini, Purnamai itu katanya tak pernah menyapa warga. Setidaknya senyum. Jangan -- jangan dia takut hidung peseknya semakin kentara."
" Kamu ini tukang bubur atau wartawan sih, Kang"
" Heh Jak, ngomong-ngomong, ini kamu habis dua piring  belum dibayar loh. "

Jaka  pemilik  warung kopi di kampung Brebek itu adalah satu-satunya warga yang tidak akan sampai hati bila ada yang mengatakan kalau Purnama gila. Terlebih, apabila cibiran itu terdengar di telinganya. Banyak  orang kampung itu menduga kalau Jaka memiliki kedekatan tersendiri dengan Purnama.  

Walau hanya beberapa menit saja Purnama singgah di warung kopi Jaka, namun bagi banyak orang itu tetap  aneh. Ketika seseorang yang dicap gila oleh satu kampung, ternyata duduk manis di sebuah Warung Kopi, membeli rokok, terkadang menghirupnya barang semenit, lantas pergi. Dan sang pemilik warung, si Jaka,malah tenang-tenang saja.

" Ngomong-ngomong, kalau kamu bisa jawab pertanyaanku Jak. Satu jawaban saja, bubur tadi  gratis. "
" Gimana, Kang?
" Coba jawab, apa yang membuatmu yakin, kalau Purnama itu bukan orang gila?
" Sudahlah Wan, aku juga tak memaksamu untuk sependapat denganku."
" Loh, kenapa? apakah  kamu sudah sadar kalau dia memanglah orang gila. Gila Jak!"
" Kang! Coba deh pikir.  Purnama itu kan tidak pernah merugikan siapa-siapa.Dia hanyalah orang yang dicap tidak biasa yang menyimpan sesuatu yang istimewa. Lihatlah dari matanya yang berat, seperti memangku ambisi besar yang orang-orang tidak mengetahuinya."
" Wah wah. Rupanya kamu ini pinter omong juga Jak, sudahlahcepat beritahu rahasiamu tentang  Purnama!"
"  Ada yang lebih pantas mendapat sebutan orang gila dibandingkan Purnama. Wakil rakyat kita yang hobi korupsi."
" Aduh aduh, aku curiga, jangan-jangan kamu ini mulai ketular edan. "

Warung Kopi milik Jaka terletak tepat didepan tikungan gang rumah Purnama. Tiap kali Purnama hendak berjalan keluar kampung, ia akan melewati warung Jaka. Tak pernah kelewatan,  Purnama akan mampir ke sana, sekedar membeli rokok sebagai bekal perjalanannya. Begitu pula ketika Purnama hendak kembali kerumah, biasanya dia akan mampir lagi ke warung Jaka untuk membeli rokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun