Ibu Mary (bukan nama sebenarnya) lebih dari seminggu menderita sakit. Awalnya sakit pilek ringan.Â
Namun, lama kelamaan badannya menjadi lemah. Bahkan kepalanya sering pusing.
Setelah ditelusuri, ternyata kondisi Ibu Mary tak hanya dipengaruhi oleh sakit pilek. Jauh di dalam hatinya dia memikirkan anak sulungnya yang akan pergi merantau ke Surabaya untuk berkuliah.
Anak sulungnya baru tamat SMA di salah satu kota di Flores. Seperti pikiran orang Flores umumnya berkuliah di Jawa masih menjadi pilihan. Terlebih lagi, jurusan yang dipilih oleh anak sulungnya ini belum tersedia di Flores.
Situasi ini ternyata membuat si ibu merasa terbebankan. Rasanya tak tega membiarkan anak sulungnya merantau dan belajar di tanah orang.Â
Belum lagi, pikirannya tentang bagaimana anak sulungnya itu akan beradaptasi di lingkungan baru.Â
Ya, selama di rumah anak sulungnya begitu diperhatikan. Ke mana saja anak sulungnya pergi dia selalu diantar oleh Ibu Mary. Soal makan juga diatur dan dikontrol.Â
Ketika mencari kost di Surabaya, Ibu Mary meminta suaminya yang kebetulan menemani anak sulungnya untuk mencari tempat yang bisa memberikan kenyamanan termasuk soal makan. Bahkan Ibu Mary meminta suaminya untuk menemani anak sulungnya hingga anak sulungnya merasa nyaman.Â
Perhatian seperti ini tak salah. Akan tetapi, hal ini secara tak langsung bisa mempengaruhi perasaan anak yang barangkali menggebu-gebu untuk merasakan situasi baru.Â
Alih-alih merasa senang karena berkuliah, dia malah sedih karena melihat kesedihan mamanya.Â
Maka dari itu, orangtua perlu bersikap secara bijak ketika anak baru pertama kali pergi merantau ke tanah orang. Tujuannya, agar anak mempunyai disposisi batin yang nyaman ketika tinggal di tempat orang.Â
Hemat saya, tiga sikap yang perlu dimiliki oleh orangtua ketika anak merantau untuk berkuliah.
Pertama, orangtua perlu mendukung keputusan anak.Â
Memang, beban batin dan perasaan atas kepergian anak yang merantau sangat sulit untuk dihindari. Ini sudah menjadi kenyataan normal yang dihadapi dan dimiliki oleh setiap orangtua.
Namun, orangtua sekiranya lebih mendukung pilihan anak. Dukungan itu berupa kata-kata motivasi yang membuat anak merasa senang dan nyaman untuk bersekolah di tempat baru.Â
Dukungan juga muncul ketika orangtua selalu menanyakan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan anak.
Kedua, orangtua tak boleh terlalu menuntut.
Pergi merantau memiliki keluh kesah tersendiri. Orangtua tak perlu menuntut anak dengan pelbagai macam harapan. Apalagi jika orangtua mengeluarkan kata-kata berbau ancaman.Â
Sikap menuntut bisa membebankan anak. Anak menjadi tak bebas untuk bersikap dan lebih memikirkan apa yang mesti dilakukan seturut tuntutan orangtua daripada mengikuti keinginan sendiri.
Ketiga, orangtua perlu membangun relasi yang baik dengan anak lewat dan di media sosial.
Untuk konteks sekarang, relasi dengan anak lewat media sosial perlu dibangun. Paling tidak, orangtua berteman dengan anak di media sosial. Â
Selain untuk berkomunikasi dengan anak, orangtua bisa memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk memantau pergerakan anak.Â
Seorang ibu mengeluh dengan tingkah laku anaknya di media sosial. Anaknya berkuliah di salah satu kota di Jawa.Â
Anaknya membuat video dan kemudian memuatnya di media sosial. Akan tetapi, pakaian anaknya terlihat agak terbuka.
Dan, banyak yang berkomentar negatif tentang videonya. Karena ini, ibu itu mengingatkan anaknya untuk mengontrol tingkah laku anaknya.
Cara ibu itu berhasil. Anaknya multi kontrol diri dan sebisa mungkin untuk menjaga tingkahnya saat bermedsos.Â
Saat anak pergi merantau untuk berkuliah membangkitkan pelbagai perasaan pada orangtua. Kendati demikian, orangtua perlu bersikap secara bijak agar anak tidak terbebankan dan merasa nyaman tinggal di tempat orang.Â
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI