Menjadi generasi sandwich yang harus memikul tanggungjawab tidak hanya untuk dirinya sendiri melainkan juga harus menanggung beban finansial dan emosional untuk keluarga terutama orang tua, kakak atau adik, dan juga anak isteri. Karakter generasi sandwich yang independen, tangguh dan kreatif sangat layak untuk mendapatkan merdeka pensiun.  Polyworking diklaim sebagai upaya untuk merencanakan merdeka pensiun terutama bagi gen Z. Bagaimana penerapannya? simak ulasan berikut!
Masa pensiun yang merdeka secara finansial dan emosional merupakan dambaan semua orang, tak terkecuali oleh mereka yang menyandang sebagai generasi sandwich. Kondisi ini bukanlah suatu pilihan hidup melainkan jalan hidup yang harus diterima dan dijalani dengan lapang dada.
Dorothy A Miller pada tahun 1981 memperkenalkan istilah generasi sandwich sebagai kondisi di mana suatu generasi yang terhimpit beban finansial untuk generasi sesudah dan sebelumnya. Sederhananya generasi yang harus bertanggungjawab pada orang tua dan anak-anaknya.
Di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2025 diproyeksikan sebanyak 23,83 persen kelompok usia produktif dengan rentang usia 15-64 tahun bakal menanggung kehidupan kelompok non produktif usia 0-14 dan lebih dari 65 tahun.
Hingga tahun 2035 rasio ketergantungan (dependency ratio) diperkirakan mencapai 47,3 persen semula 47,2 persen di 2025. Artinya dalam 100 manusia kelompok usia produktif bakal menanggung kehidupan yang layak untuk 47-48 manusia kelompok non produktif.
Melihat data-data tersebut, hampir setengah proporsi penduduk usia produktif di Indonesia teridentifikasi sebagai generasi sandwich. Jelas hal ini mengundang psimisme bagaimana generasi sandwich mampu mempersiapkan masa pensiun yang merdeka, di tengah kondisi yang tidak berpihak.
Bagaimana Generasi Sandwich Dapat Tercipta?
Hayati, H & Otong,K (2024) dalam jurnal yang berjudul Eksistensi Anak Generasi Sandwich  Menurut  Pandangan Islam, menjabarkan generasi sandwich tercipta dari suatu kondisi yang tidak menguntungkan, umumnya terlahir dari keluarga pra-sejahtera. Literasi keuangan dan manajemen keuangan yang gagal berperan utama menyumbang lahirnya generasi sandwich.Â
Bisa jadi generasi sebelumnya tidak merencanakan manajemen keuangan yang terukur. Orang tua tidak mempunyai tabungan yang cukup sebagai biaya untuk kehidupan pasca pensiun. Selama ini hanya bergantung pada satu sumber pendapatan yaitu gaji bulanan. Ketika sudah pensiun dari suatu pekerjaan shock karena tidak mempunyai tabungan, sehingga anak mau tidak mau harus menjadi tulang punggung.
Selain itu praktik pernikahan dini juga disinyalir terbukanya generasi sandwich tercipta. Finansial yang masih belum stabil dan emosi yang belum matang mengakibatkan seseorang tidak mampu membuat keputusan yang bijaksana. Sehingga pendapatannya belum mampu mencukupi kebutuhannya sendiri apalagi keluarganya.
Seberapa Efektif Polyworking Mampu Membantu Keuangan Generasi Sandwich?
Polyworking dimaknai sebagai upaya seseorang menjalani pekerjaan lebih dari satu pekerjaan dalam waktu yang bersamaan. Polyworking kadang juga dianggap mirip seperti side job atau pekerjaan sampingan.Â
Tidak hanya pekerja di kota-kota besar, di pedesaanpun kini sudah banyak yang menerapkan polyworking karena dianggap mampu menambah pendapatan. Kunci dari penerapan polyworking adalah manajemen waktu yang memadai dan keinginan untuk belajar dan konsisten yang besar.
Sebut saja namanya Dafi (28), dia adalah pekerja di Jakarta sebagai art director. Terlahir sebagai generasi sandwich, generasi Z, dan anak pertama yang harus menghidupi ibunya di kampung sebagai single parent dan kedua adiknya yang sedang sekolah, memaksa Dafi untuk mencari sumber pendapatan baru untuk memenuhi kebutuhan finansial dirinya sendiri dan keluarga.
Dafi bekerja di tiga perusahaan yang berbeda dengan posisi yang berbeda dan pendapatan yang berbeda. Dari ke tiga pekerjaan tersebut, dia alokasikan 1 pendapatan untuk kebutuhan pribadinya di Ibu Kota, 1 untuk keluarga, dan 1 untuk tabungan pensiunnya.
Dengan cara demikian, Dafi mampu merencanakan masa pensiun yang merdeka. Meski hasilnya masih baru terlihat 30 sampai 35 tahun mendatang, namun upaya Dafi dengan menerapkan sistem kerja polyworking efektif membantu keuangan keluarga.
Dafi memberikan tips agar polyworking justru tidak menjadi bumerang bagi kesehatan mental dan kematangan finansial.
"Pekerjaan yang menyenangkan adalah hobi yang dibayar, kalau sudah hobi artinya kita menikmati. Jadi pekerjaan tidak dirasa sebagai beban melainkan sebagai kenikmatan. Meski demikian, kita juga harus mampu mengukur kondisi tubuh, jangan terlalu diporsir hingga stres" Ujarnya.
Contoh lain, Rifah (27) adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di salah satu kementerian, sebagai seorang perempuan, dia juga mendambakan kehidupan yang independent tidak hanya selama masa produktif bekerja tetapi juga pasca pensiun. Menjadi anak bungsu dari 11 bersaudara membuat dia berputar otak untuk menjadi guru bimbingan belajar (bimbel) privat sore hari setelah pulang dari bekerja.Â
Setiap bulan dia mampu secara rutin mengirimkan uang ke kampung untuk ibunya yang single parent atau sekadar meladeni permintaan bantuan dana dari saudara-saudara lainnya yang hidup pra-sejahtera.
"Kalau kebutuhannya gede, bukan pengeluarannya yang dibatasi, melainkan pendapatannya yang harus ditambah", sedikit tips dari Rifah.
Uang yang ditabung sebagai tabungan pensiun dapat diinvestasikan melalui tabungan emas di pegadaian atau melalui reksadana agar terhindar dari inflansi. Menambah pemasukan artinya mengurangi waktu untuk hal-hal yang tidak produktif dan inilah konsekuensinya. Tidak ada merdeka pensiun yang tidak membutuhkan pengorbanan.
Polyworking tumbuh seiring fleksibelitas waktu kerja dan adanya internet yang memungkinkan semua orang mampu melakukan lebih dari satu pekerjaan tanpa membutuhkan mobilitas tinggi. Cara ini juga berupaya untuk membantu generasi sandwich sadar manajemen finansial yang baik, agar apa yang sudah terjadi dengan generasi sebelumnya tidak diwariskan kepada generasi setelahnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI