Semakin banyaknya OTT mengindikasikan gagalnya proses pencegahan. Ibarat main judi, yang tertangkap itu sedang sial saja nasibnya. Sementara permainan judinya tetap jalan terus tanpa dapat dicegah, cuma pemain yang kalah saja yang harus keluar arena.
Sialnya lagi, niat pencegahan DPR justru berbeda. Alih-alih ikut mencegah korupsi, justru sebaliknya mencegah KPK untuk bertindak terlalu jauh dalam penanganan korupsi. KPK seolah ingin dikebiri fungsinya agar tidak mudah lagi, kalau tidak boleh dikatakan seenaknya, melakukan OTT demi OTT.
Memang benar, tidak baik juga sebenarnya kalau penindakan lebih dominan daripada pencegahan. Kebayang kalau mereka lebih serius lagi menindak, penjara pasti cepat penuh sementara sistemnya tak pernah berubah.
Penindakan tanpa diiringi dengan pencegahan hanya akan menambah jumlah penghuni penjara saja, yang sudah tentu semakin membebani anggaran negara tanpa mengubah apapun.
Pencegahan juga tidak bisa hanya dilakukan oleh KPK seorang diri. Perlu ada sinergi semua pihak untuk sama-sama menyadari bahwa dampak dari korupsi itu sangat merugikan negara dan masyarakat, tidak hanya orang per orang saja.
Sistem baru bisa berubah bila masyarakatnya sudah kenyang. Selama masyarakat masih lapar, korupsi masih akan tetap terjadi. Selama masih ada ketimpangan, selama itulah korupsi masih akan tetap ada.
Teknologi informasi dapat membantu mengurangi korupsi dengan mengganti uang tunai dengan non tunai, serta mengurangi tatap muka dengan aplikasi pelayanan online. Sistem yang selama ini berjalan manual secara bertahap digantikan oleh internet yang bisa diakses dimanapun.
Sejauh ini pencegahan yang relatif berhasil adalah berkurangnya peredaran parcel selama lebaran dan dibatasinya sumbangan pernikahan. Pelayanan individual online seperti pembuatan paspor dan pembayaran pajak juga sudah cukup berhasil mencegah perilaku korup.
Namun masih banyak hal yang harus dibenahi terutama bila menyangkut korporasi.
DPR seharusnya bisa memberi teladan untuk pencegahan korupsi, bukan malah mencegah pemberantasan korupsi.
Sistem pemilihan anggota dewan yang memerlukan biaya besar harus diubah agar masyarakat memilih karena dedikasinya, bukan semata karena uangnya saja yang belum tentu didapat dengan cara halal.