Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Sisi Gelap KPK yang Tak Terungkapkan

16 September 2019   20:02 Diperbarui: 17 September 2019   07:50 5559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo Tolak Revisi UU KPK (sumber: tribunnews.com)

Bulan-bulan ini KPK kembali ramai diperbincangkan publik. Bukan karena keberhasilannya melakukan OTT, tapi lebih kepada materi revisi KPK yang diajukan DPR serta pemilihan para komisioner KPK yang penuh intrik. Salah satu materi yang ramai diperbincangkan adalah lemahnya sisi pencegahan yang selama ini terabaikan karena KPK lebih fokus pada penindakan wabil khusus OTT.

Banyak pihak mengkritik KPK yang cenderung mengedepankan penindakan terhadap pelaku korupsi daripada mencegah timbulnya praktik korupsi.

Namun menurut wakil ketua KPK Laode M Syarif seperti dikutip CNN Indonesia, justru banyak uang dan aset negara yang diselamatkan KPK.

Beliau mencontohkan stadion Mattoangin di Makassar yang berhasil diselamatkan dari sebuah yayasan yang mengelola olahraga di Sulses, lalu asrama mahasiswa yang tersebar di tujuh provinsi, dan aset bergerak di Halmahara.

Di samping itu, menurut Basaria Panjaitan seperti dikutip antaranews.com mengatakan bahwa OTT bukanlah strategi tunggal, tapi juga ada strategi pencegahan seperti pelaporan LHKPN, pendidikan antikorupsi salah satunya melalui bus KPK yang bergerak ke seluruh nusantara, juga memaksimalkan fungsi trigger mechanism melalui inspektorat dan BPKP serta mengundang para kepala daerah, kepolisian dan kejaksaan untuk bersinergi melakukan pencegahan korupsi.

Laode M Syarif kecewa karena bidang pencegahan yang dilakukan KPK nyaris tidak pernah diliput oleh media maupun netizen. Mereka lebih senang meliput bidang penindakan yang dianggap menegangkan dan penuh keseruan ketimbang pencegahan yang tidak seksi sama sekali.

Good news is bad news, itulah adagium yang selalu dipegang oleh awak media maupun netizen. Berita OTT selalu menjadi santapan lezat para kuli tinta dan jari jempol yang haus akan informasi siapa tersangka berikutnya.

Padahal penindakan jauh lebih mudah dibandingkan dengan pencegahan. Ibarat berburu di kebon binatang, KPK tinggal pilih sasaran saja, mana yang dagingnya lezat mana yang cuma tulangnya saja.

Berbekal dua alat bukti permulaan, KPK sudah bisa bergerak untuk memulai penangkapan, apalagi bila dilakukan OTT tak perlu lagi alat bukti lain kecuali untuk mengembangkan kasus sampai titik tertentu.

Sementara pencegahan jauh lebih sulit dan rumit karena harus mampu mengubah budaya dan sistem yang korupsinya sudah berurat berakar. Pencegahan tidak melulu soal sosialisasi dan supervisi, tapi bagaimana menciptakan sebuah sistem yang bertolak belakang dari sistem koruptif yang berlaku sekarang.

Sosialisasi yang hanya mengandalkan dalil-dalil agama dan sanksi hukum sudah tidak mempan lagi. Para koruptor sudah kebal dengan api neraka dan tidak takut ancaman penjara. Toh mereka justru lebih bebas bila berada di dalam ketimbang di luar.

Semakin banyaknya OTT mengindikasikan gagalnya proses pencegahan. Ibarat main judi, yang tertangkap itu sedang sial saja nasibnya. Sementara permainan judinya tetap jalan terus tanpa dapat dicegah, cuma pemain yang kalah saja yang harus keluar arena.

Sialnya lagi, niat pencegahan DPR justru berbeda. Alih-alih ikut mencegah korupsi, justru sebaliknya mencegah KPK untuk bertindak terlalu jauh dalam penanganan korupsi. KPK seolah ingin dikebiri fungsinya agar tidak mudah lagi, kalau tidak boleh dikatakan seenaknya, melakukan OTT demi OTT.

Memang benar, tidak baik juga sebenarnya kalau penindakan lebih dominan daripada pencegahan. Kebayang kalau mereka lebih serius lagi menindak, penjara pasti cepat penuh sementara sistemnya tak pernah berubah.

Penindakan tanpa diiringi dengan pencegahan hanya akan menambah jumlah penghuni penjara saja, yang sudah tentu semakin membebani anggaran negara tanpa mengubah apapun.

Pencegahan juga tidak bisa hanya dilakukan oleh KPK seorang diri. Perlu ada sinergi semua pihak untuk sama-sama menyadari bahwa dampak dari korupsi itu sangat merugikan negara dan masyarakat, tidak hanya orang per orang saja.

Sistem baru bisa berubah bila masyarakatnya sudah kenyang. Selama masyarakat masih lapar, korupsi masih akan tetap terjadi. Selama masih ada ketimpangan, selama itulah korupsi masih akan tetap ada.

Teknologi informasi dapat membantu mengurangi korupsi dengan mengganti uang tunai dengan non tunai, serta mengurangi tatap muka dengan aplikasi pelayanan online. Sistem yang selama ini berjalan manual secara bertahap digantikan oleh internet yang bisa diakses dimanapun.

Sejauh ini pencegahan yang relatif berhasil adalah berkurangnya peredaran parcel selama lebaran dan dibatasinya sumbangan pernikahan. Pelayanan individual online seperti pembuatan paspor dan pembayaran pajak juga sudah cukup berhasil mencegah perilaku korup.

Namun masih banyak hal yang harus dibenahi terutama bila menyangkut korporasi.

DPR seharusnya bisa memberi teladan untuk pencegahan korupsi, bukan malah mencegah pemberantasan korupsi.

Sistem pemilihan anggota dewan yang memerlukan biaya besar harus diubah agar masyarakat memilih karena dedikasinya, bukan semata karena uangnya saja yang belum tentu didapat dengan cara halal.

Masyarakat juga harus mandiri, tidak lagi meminta-minta sumbangan ke para pejabat dan anggota dewan karena tak mungkin gajinya dipakai untuk menyumbang. Pasti mereka harus mencari sumber lain yang ujung-ujungnya korupsi demi memenuhi permintaan sumbangan.

Tanpa sinergi masyarakat, pemerintah, dan anggota dewan, pencegahan akan tetap menjadi sisi gelap yang takkan pernah terungkap. Percuma dilakukan penindakan terus menerus tanpa upaya pencegahan yang sinergis karena hanya akan menambah daftar panjang terpidana korupsi saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun