Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Aku suka menulis apa saja yang singgah di kepala: fiksi, humaniora, sampai lyfe writing. Kadang renyah, kadang reflektif, dan selalu kuselipkan warna. Seperti hidup: tak satu rasa, tetapi selalu ada makna.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Melambat untuk Kuat: Cara Japanese Walking Mengubah Langkah

15 Oktober 2025   08:30 Diperbarui: 15 Oktober 2025   14:30 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan kaki bukan soal cepat, tapi ritme dan kehadiran. Japanese Walking menyatukan langkah dua generasi dalam harmoni. (Foto: Sandi Darmawan/Unsplash)

Dalam waktu lima bulan, para peserta yang menjalankan pola ini, minimal empat kali seminggu, mengalami peningkatan daya tahan jantung-paru hingga 20%, kekuatan otot tungkai bertambah (khususnya kekuatan otot paha hingga 13-17%), dan tekanan darah serta kadar gula lebih stabil.

Semua manfaat ini tercapai tanpa perlu menambah durasi latihan, dan data ini didukung oleh studi jangka panjang dari Shinshu University yang telah diulas luas oleh media massa di Indonesia.

Yang menarik, jalan interval ini tidak membuat tubuh kelelahan seperti lari atau jalan cepat terus-menerus. Ada jeda yang memberi kesempatan bagi sistem tubuh untuk menyesuaikan diri, sehingga proses adaptasi berlangsung lebih alami.

Jeda ini juga memicu Excess Post-Exercise Oxygen Consumption (EPOC), membuat tubuh terus membakar kalori bahkan setelah selesai berjalan.

Bahkan studi IWT juga melaporkan bahwa banyak peserta melaporkan suasana hati yang lebih baik dan tidur yang lebih nyenyak. Seperti yang aku dan anakku rasakan.

Di Jepang, metode ini populer di kalangan lansia maupun pekerja muda yang ingin tetap bugar tanpa harus ke pusat kebugaran. 

Filosofinya sederhana, tetapi dalam: tubuh bukan dilatih untuk cepat, melainkan dibimbing agar seimbang.

Langkah Dua Generasi

Menarik sekali melihat bagaimana satu metode sederhana bisa memberi pengalaman yang berbeda bagi dua generasi.

Anakku, yang selama ini sering menunda olahraga karena takut kelelahan, merasa Japanese walking seperti pintu masuk yang ramah. “Tiga menit cepat itu cukup bikin jantung berdetak, tapi masih bisa sambil ngobrol,” katanya sambil tertawa.

Saat mengerahkan tenaga penuh di fase cepat, anakku justru bilang, “Asyik, ini kayak lagi main kejar-kejaran, tapi jeda 3 menitnya beneran bikin lega!” Ia mulai menyadari bahwa kebugaran tidak harus berarti memaksa diri—cukup konsisten dan sadar ritme tubuh.

Aku sendiri justru menemukan kelegaan lain. Setelah melewati berbagai fase usia dan cara berolahraga, metode ini terasa lebih menghargai tubuh yang sedang menua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun