Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Aku Tidak Ingin Anakku Menjadi Sepertiku

12 Agustus 2025   07:12 Diperbarui: 12 Agustus 2025   11:45 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak semua bingkai itu memuliakan. Ada yang membatasi, menyembunyikan jeritan. Ia tak ingin meneruskannya.(Foto: Karlie Mitchell/Unsplash)

Berikut tip sederhana itu.

  • Sadari bahwa luka yang tidak disembuhkan cenderung diwariskan.
    Bukan karena kita jahat, melainkan karena pola itu hidup di bawah sadar. Kesadaran adalah langkah pertama untuk memutus rantai.
  • Logika bukan musuh perasaan, ia tak bisa menggantikannya.
    Logika bisa membenarkan sebuah penolakan, tetapi ia tak bisa menyembuhkan luka yang terasa.
    Berilah ruang bagi perasaan untuk muncul, terutama saat kita lelah, kecewa, atau merasa tertolak. Tuliskan. Ceritakan. Atau cukup akui pada diri sendiri.
  • Jangan takut gagal di hadapan anak
    Kadang, membiarkan mereka melihat kita menangis atau bingung bisa memberi pesan bahwa jadi manusia itu tak harus selalu tangguh—dan itu tak apa.
  • Validasi anak tanpa syarat
    Bukan hanya saat mereka berhasil, tetapi juga saat mereka ragu, gagal, atau bahkan marah. Peluk mereka di titik terendah, agar mereka tahu: cinta kita tidak bergantung pada hasil.
  • Maafkan diri sendiri
    Karena kita semua sedang belajar. Tak ada orang tua yang sempurna, tetapi setiap upaya untuk tidak mengulang luka adalah bentuk kasih sayang yang luar biasa.

Untukmu yang Pernah Merasa Sama

Kalau kamu juga pernah merasa seperti ini—terjebak dalam keinginan untuk selalu sempurn—ketahuilah, kamu tidak sendiri.

Jika hari ini kamu memilih untuk mencintai tanpa syarat—meski kamu sendiri belum selesai dengan luka lama—kamu luar biasa.

Pelan-pelan, kita sedang menyembuhkan sesuatu yang sudah terlalu lama diam.

Mungkin kita tidak bisa menghapus seluruh masa lalu. Namun, kita bisa memilih tidak meneruskannya.

Setiap kali kita berhasil berkata, "Tak apa kalau kamu lelah," pada anak atau diri sendiri—itu adalah bentuk cinta yang menyembuhkan.

Sekali lagi, pelan-pelan saja. Kita sedang tumbuh bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun