Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengenang Cak Nur (Almarhum) – Jalan Hidup Seorang Visioner ( Bagian 2 )

1 Agustus 2012   04:52 Diperbarui: 5 Juli 2015   19:59 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di edisi tulisan sebelumnya, telah coba saya tuangkan sedikit kisah yang saya dapat dari buku Api Islam – Nurcholish Madjid, Jalan Hidup Seorang Visioner tulisan Ahmad Gaus AF.

Tentunya ini saya tulis semata-mata demi keinginan berbagi buat rekan-rekan yang belum sempat membacanya...:)

Di edisi lalu kita bisa sejenak menyimak masa kecil, dan masa perjuangan Nurcholish Madjid berjuang untuk bertahan di kota Metropolitan dimana tidak ada famili atau sanak saudara di sana. Sehingga ia terpaksa harus menumpang di tempat teman, kenalan, dan juga berpindah-pindah kost dengan kondisi cukup memprihatinkan.

Di masa itu, ternyata Jakarta telah menunjukkan kekejamannya. Namun dengan segala perjuangan yang teguh, membina hubungan silaturahim dengan banyak pihak, aktif berorganisasi, lambat laun, banyak kalangan mulai melihat potensi dan mengakui integritasnya, sebagai seorang pemuda yang patut diperhitungkan gagasan dan ide-idenya.

AM Fatwa yang pernah tinggal bersama Nurcholish mengatakan bahwa ia melihat sahabatnya itu gemar sekali membaca. Dimana pun berada, Nurcholis memanfaatkan waktu luangnya dengan membaca. Di kamar kost, di angkot, saat menunggu bus kota, hingga saat menunggu antrian di toilet pun Nurcholish mengisinya dengan membaca.

Pernikahan melalui Santri Connection

Menjelang berakhirnya masa kepemimpinan  Nurcholish di HMI berakhir tahun 1969, Nurcholish telah bertekad untuk menunaikan tugas hidupnya yang lain adalah : MENIKAH.

Saat itu, Nurcholish menginjak usia 30 tahun. Tiga tahun sebelumnya, ia telah meminta kepada gurunya di Gontor, Abudllah Mahfud untuk mencarikan teman hidup. Sang guru rupanya tinggal di rumah seorang aktivis Syarikat Islam dan pengusaha bioskop di Madiun, yang bernama H. Kasim. Nurcholish sendiri mengenal H. Kasim sebagai donatur PII, karena ia pun adalah aktivis PII.

”Ya nanti saya tanyakan pada H. Kasim, dia kan punya banyak anak perempuan”

demikian jawab sang guru menanggapi permintaan muridnya.

Pesan itu segera disampaikan ke H. Kasim yang langsung ditindaklanjuti dengan mengirimkan pasfoto seorang putrinya yang bernama Qomariyah kepada Nurcholish.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun