Mohon tunggu...
Ellol Mapeysaia
Ellol Mapeysaia Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa

Smengit re Pnumdi re ni kakuatan tan birahi re bannar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Lebih Dekat Sosok Cak Nur

12 April 2024   20:37 Diperbarui: 12 April 2024   20:41 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suryanto Rauf ( Sekertaris UMUM BPL HMI Cabang Ternate)/dokpri

Siapa yang tidak mengenal Cak Nur. Hampir banyak orang mengenalnya dan membaca banyak buku tentang dirinya dan pemikirannya. Begitupun dengan saya yang baru mengenal beliau beberapa Tahun terakhir. 

Secara pribadi saya baru mengenal sosok Cak Nur pada tahun 2015 dikota Manado, Sejak saya bergabung dengan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam atau yang biasa disebut HMI Komisariat Fisip Unsrat Manado.

Disana saya mulai banyak membaca tulis atau karya-karya beliau yang cukup besar dan penuh dengan Dialektikanya sendiri. Tidak jarang ada yang mengagumi dirinya, tapi ada pula yang sering mengutuki pemikirannya yang dianggap keliru dan kontroversi.

Nama Nurcholis Majid alias Cak Nur tentu tidak asing di telinga kalangan akademisi Muslim sejak era 70-an yang memberikan "gertakkan" yang memantik diskusi dalam wacana modernisasi Islam. Cak Nur yang dimasukkan dalam jajaran kaum muda vis-a-vis kaum tua seperti Prof. HM. Rasjidi maupun Mohammad Natsir, semacam menghidupkan dan mengaktifkan suasana intelektual dengan kajian pemikiran yang diusungnya di Indonesia.

Nurcholis Majid masuk dalam jajaran kalangan Neo-modernisme sebagaimana yang diungkapkan Greg Barton dengan wacana yang bersifat Humanitarianistik serta bernada liberal. Neo-modernisme yang dimana Fazlur Rahman sebagai figur utama memiliki ciri yang khas dalam menyikapi wacana modernisasi, yaitu dengan mengapresiasi pemikiran metodologis dan pedagogis Barat secara selektif namun tetap bersandar pada sumber Tradisionalisme klasik yang relevan dengan konteks modern.

Selain sangat terpengaruh dengan gagasan Prof. Fazlur Rahman, Cak Nur juga sangat terinspirasi dengan tokoh dan ulama Islam yang kontroversial yang diangkat dalam disertasinya yaitu Syaikh Ibn Taimiyyah rahimahullah, yang menurutnya memiliki pemikiran yang dinamis dalam merespon "modernitas" di eranya. Baginya tradisi intelektual Ibn Taimiyyah justru sangat fleksibel dan dinamis dan tidak kaku sebagaimana yang diklaim para pengikutnya yang menamakan diri sebagai Salafiyyah.

Sebagai seorang calon intelektual, genealogi keilmuan Cak Nur sudah terlihat dari masa mudanya yang pernah menjadi santri di pondok pesantren Darul Ulum Jombang (meskipun hanya dalam waktu dua tahun disebabkan keretakkan hubungan NU dengan Masyumi, Cak Nur termasuk keluarga besar pendukung partai Masyumi), serta pondok pesantren modern Gontor selama lima tahun, dan selanjutnya melanjutkan ke perguruan tinggi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selain itu Cak Nur juga bergabung dalam organisasi mahasiswa HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) serta menjabat sebagai ketua selama dua periode (1964-1971). Beliau bergabung ke HMI dikatakan karena adanya pengaruh ayahnya (KH. Abdul Majid) yang sangat menghormati tokoh-tokoh Masyumi seperti Mohammad Natsir.

Pengembaraan intelektual Cak Nur berlanjut hingga ke Chicago University dimana beliau menyelesaikan doktoralnya yang ditempuh selama 6 tahun (1978-1984) yang mengangkat pemikiran Ibn Taimiyyah dengan judul Ibn Taimiyyah on Kalam and Falsafah: a Problem of Reason and Revelation (Ibn Taimiyyah dalam Kalam dan Filsafat: Masalah Akal dan Wahyu). Fase ini sangat membentuk corak berpikirnya yang khas Neo-Modernis ala Fazlur Rahman yang tidak lain adalah pembimbing disertasinya di Chicago University.

Sebagai salah satu pelopor yang menyemai dan melahirkan gerakan Liberalisme dalam Islam, pemikiran Cak Nur sarat akan kontroversi, mulai dari wacana kebudayaan, pendidikan, keagamaan, hingga perpolitikan. Hal ini tidak lain karena beliau mencoba melakukan sintesis antara kajian keilmuan Barat dengan Islam. Bahkan lebih jauh beliau menyatakan bahwa jika umat Islam ingin maju, maka harus mengambil peradaban Eropa (Barat) atau menjadi Eropa dalam segala hal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun