"Bapak pacaran!"
Sebuah pekikan cempreng memecah keheningan Minggu pagi yang agak mendung itu.
Gilanya..
Raga saya yang terbuai di alam jelly masih bergulat dengan guling dan selimut hangat yang posesif; terlalu sleepy untuk menanggapi.
Tetapi jiwa saya yang kepo menyegerakan diri untuk bangkit dan mencari sumber suara: suara si bocil. Siapa lagi?!
Saya dapati dia di kamar utama sembari memegang HP yang layarnya dia hadapkan ke wajah ibu. Ibu mengernyitkan dahinya berusaha membaca tulisan mikroskopik yang dihadapkan terlalu dekat dengan wajahnya. I could tell dia tidak dapat membaca apapun yang tertulis di sana. Tidak mencoba lebih keras untuk melihat atau mengambil HP bapak, ibu memalingkan wajah. Saya heran.
Mendengar pekik suara si bocil adikku yang kepo tentang dia berpacaran, bapak bergegas menuju kamar dengan wajahnya yang tegang. Meski tidak berusaha merebut HP dari si setan kecil yang mulutnya tidak bisa menyimpan rahasia, bapak berusaha menyanggah tuduhan itu.
"Siapa yang pacaran. Nda bener kamu!"
Tidak puas dengan respon ibu yang nampak uninterested, bocil mencoba memancing reaksi saya.
"No, you're not getting it," ucap saya sambil ngeloyor meninggalkan TKP.
__
Di malam harinya, saya sudah menunggu percekcokan rumah tangga antara bapak dan ibu perihal SMS mesra seperti yang selalu terjadi di sinetron TV swasta. Saya menunggu dan menunggu sampai ketiduran. Eh, tidak terjadi.
"Ibu marah nda sih, tentang SMS di HP bapak kapan lalu? Adik bilang bunyinya 'aku kangen kecupanmu lagi di pipi'. Gimana tuh, Bu? Marah nda?"
"Oh ya isinya begitu? Sudah sinting bapakmu tuh," respon ibu enteng sambil mendengus dan tertawa kecil.