Saya tidak melihat kekesalan sama sekali di wajah Ibu. Apa mungkin karena sudah agak basi beritanya ya.. Konon katanya time can heal almost everything.
"Nda marah, nda kesal. Biasa saja, ah!"
"Hah, kog nda seru sih...," pikir saya dalam hati, hahaha...
Sungguh saya penggemar drama. Tidak seru ah, kalau jalan cerita flat-flat saja begini!
Ibu berkata, bahwa sah-sah saja jika bapak punya rekan bicara; teman diskusi ngalor-ngidul. Bapak berhak juga mengisi tanki jiwanya dengan obrolan dari kepala-kepala lain, bertukar pikiran dengan orang-orang dari disiplin ilmu lain dan melihat situasi dari mata orang lain, selain dari ibu. Ibu juga katakan akan memberikan bapak sedikit pengertian, agar hal ini tidak mengganggu.
Pengertian seperti apa yang akan diberikan ibu?
Yang selalu saya lihat di tayangan sinetron maupun program gossip selebritas adalah, kalau tidak langsung gugatan cerai karena adanya dugaan orang ketiga, ya adegan saling menjambak rambut atau mencaci di media social. Tidak pernah ada itu yang namanya sesi 'memberikan sedikit pengertian'.
"Ngobrol sih ok, tapi mungkin nda perlu melibatkan kecupan di pipi juga ya, bu?" tanya saya.
Mendengar itu, ibu terpingkal sampai-sampai sedikit ludahnya menyemprot di meja.
"Jijik banget ibu, ih!"
"Haha, sorry. Kamu tuh lucu amat! Ya gitu; biasa lah, lelaki ada usilnya, ada nakalnya. Kalau nda nakal ya ibu yang bingung. Nda normal berarti bapakmu jadi lelaki. Sudah, nda usah mikirin yang begituan. Urusin aja itu loh kamu mau masuk universitas mana lepas SMA."
Semenjak kecil memang ibu tidak terlalu mengurusi hal-hal yang melibatkan perasaan seperti ini. Bukan cuek, tapi juga bukan yang mesra romantis. Semua berjalan dengan normal-normal saja. Teratur dalam jalurnya yang hening, nyaris tanpa suara.