Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Abraham Accords: Menguak Kelemahan dan Dampak Negatif dalam Geopolitik Asia Barat

8 November 2024   06:00 Diperbarui: 8 November 2024   06:11 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak Abraham Accords diumumkan pada tahun 2020, perjanjian ini telah menandai era baru dalam hubungan diplomatik antara Israel dan beberapa negara Arab, seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain. Namun, di balik pujian dan optimisme awal, kesepakatan ini menyisakan sejumlah kelemahan serta dampak negatif yang signifikan, terutama dalam konteks isu Palestina, ketegangan regional dengan Iran, dan pengaruh besar kekuatan asing seperti Amerika Serikat dan Cina di kawasan Timur Tengah.

Pengabaian Kepentingan Palestina

Salah satu kritik terbesar terhadap Abraham Accords adalah bagaimana perjanjian ini cenderung mengabaikan kepentingan rakyat Palestina. Ketika negara-negara Arab seperti UEA dan Bahrain menormalisasi hubungan dengan Israel, banyak yang melihatnya sebagai pengakuan terselubung terhadap pendudukan Israel atas wilayah Palestina yang diperebutkan. Otoritas Palestina (PA) mengkritik perjanjian ini sebagai "pengkhianatan" terhadap perjuangan mereka, menyoroti bahwa alih-alih membawa solusi dua negara yang diinginkan, normalisasi ini malah memperkuat posisi Israel di kawasan tanpa ada konsesi berarti terkait hak-hak Palestina.

Perjanjian ini mendorong Israel untuk terus memperluas aktivitas pemukiman di Tepi Barat tanpa rasa takut akan isolasi diplomatik dari negara-negara Arab, yang sebelumnya menjadi bentuk tekanan internasional. Penambahan pemukiman ini mempersulit terbentuknya negara Palestina yang berdaulat dan memperkeruh peluang perdamaian yang inklusif. Data terbaru menunjukkan bahwa sejak ditandatanganinya perjanjian, aktivitas pembangunan pemukiman Israel di wilayah Palestina meningkat tajam. Ini bukan hanya soal mengurangi lahan yang bisa ditempati rakyat Palestina, tetapi juga menambah ketegangan di antara masyarakat setempat yang harus berhadapan dengan perluasan pemukiman yang sering kali dilindungi militer Israel.

Ketegangan Regional dengan Iran

Abraham Accords tidak hanya berdampak pada hubungan Israel dengan negara-negara Arab tetapi juga memperburuk ketegangan regional dengan Iran. Normalisasi hubungan antara negara-negara Teluk dengan Israel dianggap oleh Iran sebagai ancaman langsung terhadap pengaruhnya di Timur Tengah. Iran, yang memiliki konflik ideologis dan politik dengan Israel, melihat kesepakatan ini sebagai bagian dari strategi untuk mengepungnya melalui aliansi baru yang didukung oleh Amerika Serikat. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa Iran dapat meningkatkan dukungannya kepada kelompok-kelompok proksi seperti Hezbollah di Lebanon dan milisi-milisi di Irak dan Suriah sebagai upaya untuk melawan dominasi baru Israel di kawasan.

Efek negatif ini menjadi nyata dengan meningkatnya ketegangan di wilayah Teluk, terutama serangan-serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi yang diklaim dilakukan oleh milisi pro-Iran. Ketegangan semacam ini menempatkan negara-negara Teluk dalam posisi yang rentan dan mengharuskan mereka bergantung pada perlindungan Amerika Serikat. Namun, ketergantungan ini juga menjadi pedang bermata dua, karena ketidakpastian politik AS sendiri bisa mengubah arah kebijakan luar negerinya sewaktu-waktu. Jika AS suatu hari memutuskan untuk mengalihkan fokusnya ke Asia atau mengurangi kehadiran militernya di Timur Tengah, negara-negara Teluk akan menghadapi ancaman keamanan yang lebih besar.

Pertarungan Geopolitik antara Amerika Serikat dan Cina

Abraham Accords tidak hanya merupakan kesepakatan antara negara-negara Timur Tengah, tetapi juga menjadi arena baru bagi persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan Cina. AS, sebagai penggagas utama perjanjian ini, berharap dapat memperkuat pengaruhnya di Timur Tengah dengan mendorong kerja sama antara negara-negara Teluk dan Israel untuk mengisolasi Iran dan mencegah dominasi Cina di kawasan tersebut. Di sisi lain, Cina, yang memiliki hubungan ekonomi kuat dengan beberapa negara Teluk, termasuk Arab Saudi, melihat Timur Tengah sebagai area strategis untuk memperluas pengaruhnya melalui proyek-proyek infrastruktur seperti Belt and Road Initiative (BRI).

Upaya AS untuk mendorong negara-negara Teluk agar lebih dekat dengan Israel juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan mereka pada Cina. Beberapa analis menilai bahwa normalisasi ini merupakan taktik AS untuk mengurangi pengaruh Cina dengan cara menawarkan aliansi keamanan dan proyek-proyek ekonomi yang lebih transparan. Namun, pendekatan ini tidak sepenuhnya diterima di kawasan tersebut, terutama dengan munculnya kekhawatiran bahwa kehadiran AS yang berlebihan dapat mengubah Timur Tengah menjadi arena konflik besar antara dua kekuatan besar tersebut.

Dampak Ekonomi dan Sosial di Negara-Negara Teluk

Abraham Accords menawarkan janji-janji kemitraan ekonomi yang menarik, seperti proyek energi antara Israel, UEA, dan Yordania, serta pembukaan perdagangan dan investasi antara Israel dan negara-negara Teluk. Namun, banyak pihak di negara-negara tersebut merasa skeptis terhadap manfaat jangka panjang dari normalisasi ini. Beberapa warga di negara-negara Teluk menganggap kesepakatan ini lebih menguntungkan para elite politik dan bisnis daripada masyarakat umum. Selain itu, kebijakan normalisasi ini berpotensi menggeser investasi yang seharusnya dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur domestik, pendidikan, dan layanan kesehatan bagi masyarakat lokal, yang masih membutuhkan banyak perbaikan.

Selain itu, normalisasi dengan Israel memicu protes sosial di beberapa negara, terutama di Yordania, di mana warga menentang normalisasi karena solidaritas mereka dengan Palestina. Protes-protes ini menandakan bahwa masyarakat Arab belum sepenuhnya menerima ide normalisasi dengan Israel, dan ketegangan ini bisa semakin memicu konflik domestik di masa depan.

Kesimpulan: Masa Depan Timur Tengah dalam Bayang-bayang Abraham Accords

Abraham Accords memang membuka babak baru dalam hubungan internasional di Timur Tengah. Namun, di balik manfaat ekonominya, terdapat risiko besar yang tidak bisa diabaikan. Pengabaian hak-hak Palestina, ketegangan yang semakin meningkat dengan Iran, dan keterlibatan besar Amerika Serikat dan Cina menunjukkan bahwa kesepakatan ini memiliki dampak yang kompleks dan jauh dari solusi yang damai dan berkelanjutan. Kawasan Timur Tengah masih menghadapi tantangan besar yang membutuhkan penyelesaian yang lebih inklusif dan menghormati hak-hak setiap pihak, terutama Palestina yang menjadi bagian dari inti konflik ini.

Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat internasional dan negara-negara di kawasan untuk mempertimbangkan pendekatan yang lebih adil dan seimbang agar perdamaian yang diimpikan benar-benar terwujud, bukan sekadar menciptakan aliansi yang rapuh di tengah ketidakstabilan yang terus membayangi kawasan Timur Tengah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun