Mari sejenak kita bayangkan sebuah segitiga. Jika salah satu sisinya lemah, maka bentuknya tidak sempurna.Â
Begitu pula pendidikan. Jika hanya guru yang berjuang, sementara orang tua abai, anak akan goyah.Â
Jika orang tua terlalu dominan tanpa menghargai guru, pendidikan pun pincang. Jika murid kehilangan motivasi, segala usaha akan sia-sia.
Tapi bila ketiganya berjalan bersama, guru mengajar dengan cinta, orang tua mendidik dengan cinta, murid belajar dengan cinta, maka terbentuklah sinergi yang indah. Sinergi inilah yang menjadi inti pendidikan bermutu.
Jadi ini bukan cinta segitiga ala cerita roman dan sinetron/film, melainkan cinta antara tiga pihak yang saling menguatkan satu sama lain.
Cinta dan Sains: Bukan Sekadar Perasaan
Beberapa orang mungkin menganggap cinta tidak ilmiah. Padahal, neuroscience menunjukkan bahwa emosi positif berpengaruh pada cara kerja otak.Â
Anak yang belajar dengan perasaan tenang dan bahagia memiliki daya ingat lebih baik dan kemampuan berpikir kritis yang lebih tajam.Â
Jadi, cinta dalam pendidikan bukan romantisme belaka, melainkan kebutuhan biologis dan psikologis.
Pendidikan bermutu bukan soal angka kelulusan atau fasilitas sekolah, melainkan soal hubungan manusia yang dilandasi cinta.Â
Orang tua yang hadir penuh cinta, guru yang sabar dan peduli, serta murid yang belajar dengan hati akan menciptakan lingkungan belajar yang sehat.