Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Alingku Si Budak Cinta

19 Mei 2019   04:36 Diperbarui: 19 Mei 2019   05:01 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kututup buku yang penuh dengan angka-angka, coretan dan rumus. Tiga jam sudah aku duduk di  kelas yang merenggut moodku untuk siang ini. Begitupun dengan teman--temanku yang risih dalam ruangan kelas. Kemudian Terdengar bel kelas yang sangat nyaring. Sontak cacing perutku pun bersorak bahagia "uaattttttttt", hah,  lebih tepat terdengar seperti suara cacing terjepit. Cici pun langsung menggoyangkan kursiku dengan kencang

 "yok, kekantin Mbak Nun, perutku lapar Yong, dengan menggoyangkan kursiku. 

Kuputar kepalaku 180 derajat dan kutatap Cici yang bermata empat yang tiap hari selalu gonta-ganti kaca mata.

Langsung mata ku terbalalak. "Astaga Cici, lepasin itu kacamata asronot" kesalku dengan mendorong kepalanya.

Ayong, kamu itu ngak update, ini kacamata style terbaru, pembelian kakakku dari Jakarta, You Know, tanggannya pun berputar-putar di depan wajahku.

Karena lapar dan kesal langsung kuberdiri dan menarik si Cici untuk ke kantin.

"iya, kamu cewek paling update di sekolah kita ini, puas" kemudian ku tarik- tubuh Cici yang badannya 2 kali badanku.

"kayaknya kamu ngak usah makan Ci, tiap hari berat badanmu makin naik, sekarang aku kesusahan untuk menarikmu" cemberut ku yang berupaya menarik Cici.

Keasyikan bercanda dengan Cici, tiba-tiba seseorang dari belakang mengejutkanku dan Cici. "Woi, cewek bacot  sekaligus  melempakan bundelan kertas  ke pungunggku dan Cici.

Kemudian Aku dan Cici memutarkan badan penasaran. "Aling............, suara kami berdua bisa merobohkan gedung sekolah.
Aling tertawa terbahak-bahak sekaligus menutup telingaya. 

Melayang pukulan dari kami berdua di tubuh Aling dan jika dibiarkan selama 5 menit, bisa-bisa Aling babak belur. 

Aling mencoba bersandar ke diding kelas supaya bisa menghentikan pukulan dari kami. Semua orang menatap dan tertawa melihat kebanyolan kami bertiga.

"Sakit, sakit, woi aku minta maaf, padahal bercanda lo" sesal Aling yang kesakitan.

Melihat Aling kesakitan aku dan Cici pun menghentikan pukulan tersebut. 

"Makanya jadi orang tuh, jangan suka ngerjain orang lain, ingat Singa kalau lagi lapar jangan diganggu, ancamanku kepada Aling.

Aling ialah sahabatku dari kelas dua SMP. Sekarang persahabatan kami sudah berjalan 5 tahun. 

Dia sahabat cowok aku satu-satunya. memiliki kulit putih, gigi rapi, rambut ikal bewarna hitam, tiap kesekolah menggunakan sepatu  hitam campur putih. 

Padahal aturan sekolah mewajibkan semua siswa menggunakan sepatu bewarna hitam. Wajar saja setiap upacara, dia selalu berbaris di kumpulan siswa yang bandel dengan aturan.  
"untung orang sepertimu ini cuma satu di dunia, kalau banyak udah aku habisin dari kemaren" sahutku yang masih mengerutu
Cici yang suka sibuk sendiri, tiba-tiba dengan kacamata asronotnya melihat tajam kepadaku " Gimana kalau kita pesan lotek hari ini, sepertinya menggugah guys" manja Cici.


Pandangan Aling pun terpana melihat Cici, "ihs, sumpah kacamata kamu kere Ci, kayaknya ngak cocok sama kamu Ci, " mencoba merayu Cici.

 Aku hanya pasrah punya sahabat yang aneh tersebut. Sesampainya di Kantin, Aku pun memesan lotek pedas untuk mereka. Sembari menunggu duduk di kursi. Aku menatap Aling dan Cici, yang masih sibuk merebutkan kacamata asronot tersebut. 

Beberapa menit menunggu, Singa lapar pun marah, kupukul meja dan mengejutkan dua kecebong dihadapanku. "bisa diam ngak kalian berdua" kesalku sambil menarik lengan baju keatas.


Kusadari semua bola mata tertuju padaku. Para junior  yang ingin duduk di sekitaranku langsung menghindar ketakutan. Tapi dua kecebong tetap santai dan memaklumiku kalau lagi lapar. 

Memang aku memiliki emosi yang aneh, kalau lagi lapar. Suka marah dan kesal sama orang lain. Untunglah kebiasaan dan karakter  ini sudah dimengerti oleh kedua kecebong tersebut.


Five minute later, Akhirnya lotek sampai juga di hadapanku. Kami pun langsung menyerbu lotek tersebut. baru satu sendok Cici kepedasan dan menghabiskan satu gelas air "Yong, ini pedas banget, kamu pesan berapa cabe rawit??, dengan bibir manyun berbicara padaku.


"20 cabe, tujuannya biar kamu kurus'' dengan lahap aku memakan lotek tersebut
Terlihat keringat Cici dan Aling bercucuran, "ini mah ngak hanya bikin aku kurus, tapi bikin aku mati, ucap Cici dengan tetap memakan lotek tersebut.


"aku ngak mau dengerin alasanmu Ci, sok-sok kepedasan padahal nanti piring juga licin" sindir Aling yang minum setiap makan satu sendok lotek.


"sebenarnya kalian berdua itu ngak jauh beda, yang satu ngak bisa makan  kepedasan, yang satu sok kepedasan" sambil mengangkat kedua bahu dan merendahkan kedua temannya
Cici pun mengambil tisu bekas yang siap diusapkan dari hidungnya dan membuang kewajahku. "dasar sok kuat kamu Yong, makan tuh tisu biar tambah manis loteknya" pungkas Cici yang ngak tahan dengan kesombongaku

Karena kebanyakan bercanda waktu istirahat pun habis. Semua siswa yang dikantin bergegas minum, menghabiskan makanan dengan tergesa-gesa, dan aku pun ikut ngantri di kasir buat bayar makanan.


Aling pun memukul pundakku " Yong, bayarin punyaku, aku ujian sama Pak Victor sekarang, oke" ucap Aling
Sebelum aku menjawab pertanyaanya, Aling sudah lenyap di kantin dan berlarian ke kelas
"perasaan hampir tiap hari, aku yang bayarin makan tuh Aling", kesal ku setelah melihat isi dompet
"namanya juga modus Yong, tenang aja besok kita kerjain tuh Aling"  balas Cici dengan senyum


***


Sekarang sudah menunjukan jam 1 siang berarti 15 menit lagi kita pulang. Teman-teman kelaspun mulai heboh dan beberapa orang pun sudah mengemasi barangnya masing-masing ke dalam tas. 

Sontak guru kelas marah "kalian ini tidak ada yang menghargai saya didepan, saya tahu kalian mau pulang, tapi waktu belum habis,  masih ada 15 menit" dengan memukul papan tulis didepan
Aku dan teman-teman terkejut dan menundukkan kepala.

 Jika ibuk Ses mulai marah kamipun, takut. Jika tidak siap --siap saja dilaporkan ke kepala sekolah atau mendapat skor tinggi dengan ganjaran hukum di Drop Out dari sekolah ini. Ketegasan Buk Ses, tidak main-main. Dia sangat komitmen dengan aturan sekolah. Jadi wajar saja jika kami takut sama Buk Ses.


"untung saja spidol tidak mendarat ke kepala kamu Ci, yang dari tadi sibuk bercermin" dengan berbisik kusampaikan ke Cici
"kamu juga Ayang Rosanti Muri, dari tadi ngomong terus sama teman yang dibelakang, atau kamu aja yang didepan, ngajarin teman-temanmu" ucap Buk Ses penuh emosi
Kemudian aliran darah di tubuhku menumpuk kewajah, yang membuat kedua pipiku kemerahan dan punggungku pun terasa panas mendidih, diserang sama Buk Ses. 

Dengan malu kutatap teman sekeliling dan mereka pun membalas tatapanku dengan tertawa yang ditahan.


"sumpah, sial kali nasib ku hari ini" dialogku dalam hati
Lonceng kelas pun berbunyi, Buk Ses dengan kesal tanpa pamit, mengemasi barang langsung keluar kelas. 

Setelah Buk Ses keluar, semua teman-teman menertawakan aku dengan bahagia.


Anggi teman kelas ku langsung kedepan dan mengulang lagi adegan Buk Ses yang marah-marah. Semua orangpun tertawa lepas dengan parodian yang dibawakan Anggi. 

Setelah itu Anggi bilang "Sabar Yang, sepertinya Buk Ses punya masalah"  dia mendekati ke kursi
Dengan santai aku jawab "namanya juga hidup, Ngi, biarlah aku ngerti kok posisinya Buk Ses sebagai guru"  senyumku terpaksa.

Cici pun mendekatiku, "youk pulang,  ngak usah terlalu dipikirkan, besok palingan Buk Ses sudah lupa dengan kejadian hari ini" dan menarikku keluar
Dengan termenung aku memikirkan "kenapa Buk Ses, Sensitive sekali hari ini, biasanya aku jadi siswi andalannya di dalam kelas, malas ah sama buk Ses" tanda Tanya besar dipikiranku.

 Cicipun menariku ke kelas dan memangil Aling untuk mengantarkan ku pulang.
Dengan mata tajam Cici mengamati semua siswa cowok yang berkeliaran  untuk mencari Aling. 

Terkadang bertanya ke teman sekelas Aling. Kami pun duduk di teras kelas dan beberapa menit kemudian Aling datang dan menarik ku ke parkir.


"Buruan, Yong, Ci kami pulang duluanya" ucap Aling dengan semangat
Cici pun melambaikan tangan "hati-hati dijalan, bye"


***


Uap terik matahari menembus ke baju putih abu-abu seragamku.   Debu jalan pun terbang melayang keudara. Kututup hidungku dengan jilbab yang kupakai. Diatas motor matic nya Aling aku terpaku diam, karena mood ku habis gara-gara Buk Ses. Berbeda dengan Aling yang senyum-senyum tak karuan di atas motor. 

Akhirnya tidak sampai 10 menit aku sampai di rumah.
"Makasih ya" ucap ku pada Aling
"oke"jawab Aling
"Aling besok pagi ngak usah jemput aku" saranku ke Aling
"siap, duluan Yong" Aling pun menggas motornya dengan kencang.


***


Esok paginya. Udara segarpun merasuk ketubuhku. Sebelum berangkat sekolah aku pamitan sama Papa dan Mama. Mama yang sibuk didapur kuhampiri dan bersalam dengan tangannya yang lembut. 

"Ma, Ayong ke sekolah dulu ya" ucap ku pada mama
"Hati-hati di sekolah, jangan nakal ya Yong" pesan mama tiap kesekolah
Dengan manja aku jawab "mama, siapa yang nakal sih?"
"pokoknya belajar yang baik, uang jajannya jangan lupa diambil" tegas mama


Aku pun langsung buru-buru kesekolah "iya ma, bilang ke Papa ya kalau Ayong udah berangkat sekolah"


Jawabku dengan berlarian keluar rumah. 

Sesampai diluar rumah, helm motor bermotif mickey mouse kesayanganku pakai. Langsung kuputar gas motor kesekolah dengan kecepatan 40/jam. 

Mengingat 15 menit lagi masuk kelas.
Kalau aku biasanya mengendarai motor hanya bisa fokus satu pandangan. Jadi jika ada orang yang menyapaku kiri kanan, aku tidak akan mendengarnya. 

Sempat  dulu Cici sampai marah besar padaku, gara-gara aku tak menghiraukannya disebrang jalan. Untungnglah kebiasaanku ini sudah dipahami Cici teman karibku.


Akhirnya aku sampai di parkir. Ketika ingin mengatur posisi motor di parkir. Kulihat Aling bersama dengan cewek. Padahal sebelumnya tidak pernah ada cewek yang dibonceng selain aku. Setelah mengatur motor Aling pun langsung  menuju ke kelas. Dengan penasaran ku ikuti dari belakang cewek yang dibonceng Aling. Kemudian cewek tersebut menoleh kebelakang dan tersenyum padaku, "Pagi Yang," tegur Anggi padaku.


"oh, kamu Ngi, kirain siapa yang dibonceng Aling"  jawabku yang terus melangkah menuju kekelas
Anggi pun menatap Aling dari kejauhan "nasibku sial  pagi ini Yang,  soalnya ban motorku bocor di persimpangan jalan, hufttt untung ada Aling yang baik hati, menompangkan ku sekolah" dengan pelan Anggi menyampaikan curhatannya padaku
Dengan percaya diri saya menyampaikan ke Anggi "Emang iya Aling tuh dari SMP sampai sekarang ngak berubah, dia teman cowok ku paling baik, dan perhatian"


Karena keasyikan membahas Aling, dari kejauhan kami melihat  pintu kelas pun sudah ditutup oleh guru.


"buruan Ngi, Buk Eva sudah masuk kelas" kami pun berlari-lari menuju ke ruangan kelas.


***


Tidak terasa bel sekolah sudah berbunyi tiga kali, kami pun bersiap-siap pulang. Cici pun mendekatiku "Yong, aku nebeng pulangya" sambil mengoyangan kursi ku


"oke", kataku
Sembari bersiap-siap mau pulang, Anggi pun menarikku untuk duduk kembali kekursi "Ups, tunggu dulu Yong, aku mau nanya sesuatu sama kamu Yong" ucap Anggi padaku


Langsung aku dan Cici saling menatap keheranan, soalnya kami tidak pernah akrab


"buruan langsung aja Anggi, mau nanya apa?" ungkapku yang selalu menatap ke Cici


Tingkah laku Anggi yang malu-malu, membuatku geli dengan Cici "kok kamu malu-malu gitu Ngi, sepertinya ini pembahasan yang sangat serius" seraya ku menatap mata Anggi


"hmm, sebenarya aku mau minta no. hp nya Aling sama kamu" ucap Anggi padaku

Secara kompak aku dan Cici tertawa terbahak-bahak "hah hah hah, minta no. hp Aling aja kamu malu-malu"


Langsung Cici membuka kacamata nya dan menawarkan ke Anggi "ini pakai kacamataku, biar kamu tahu bahwa Aling itu cowok ngak benar, jail, norak, dll" Cici pun tidak bisa nahan tawanya
"nanti kamu nyesal dekat sama dia Anggi, kami aja berdua sering sial kalau sama Aling" Cici berbicara dengan semangatnya.


Anggi pun membantah ucapan Cici "ngak kok, Aling cowok yang baik, terserahlah kalian bilang apa, yang penting nomor hape Aling " dengan suara yang lembut
Kami pun tertawa dengan sikap Anggi yang membela Aling. 

Terlintas dipikiranku bahwa sebelumnya Anggi pacaran sama ketua osis. Sekarang Anggi sama pacarnya udah jarang beduaan. 

Apa mereka sudah putus, pertanyaanpun muncul dipikiranku.


Kemudian kutatap Anggi yang berada dihadapanku. "memang Anggi itu cewek manis  yang memiliki lesung pipi dan satu buah gigi taring.

 Jika orang yang baru pertama kali melihat senyumannya, pasti terpikat dengan kemanisan si Anggi. Tapi karena sudah 2 tahun sekelas sama Anggi, menurutku dia biasa-biasa saja" dialogku dalam hati.


Kemudian Anggi menyadarkan ku dari lamunan."buruan catat nomor hpnya Aling, Ayong" desak Anggi
Kemudian Cici menyodorkan pena dan kertas padaku "ini pena sama kertas, buruan dicatat Yong, nanti bundaku kwatir, dan menunjukkan jam tanganya padaku.


Tidak sampai 1 menit kertas yang berisi no. hp Aling pun kuberikan pada Anggi. Anggi pun menyimpan dalam dompetnya dengan tersenyum. 

Setelah itu kami bertiga keluar kelas dan menuju ke parkir
Aku mencoba menatap kekiri dan kekanan melihat keberadaan Aling "ngak biasanya tuh anak ngak nonggol seharian" ucapku pada Cici


"mungkin dia nongkrong sama teman cowoknya yang lain, Yong " jawab Cici yang sedang bercermin .

***


Besoknya ketika jam istirahat  berbunyi aku dan Cici berjalan menuju kekantin. Saat melangkah keluar dari pintu kelas, Aling muncul dihadapan kami dan melonggo kiri kanan seperti mencari orang lain. 

Tanpa menghiraukan aku dengan Cici " woi, kamu mau cari siapa, ngak lihat kami berdua, kalau perlu pakai ini kacamata ku "judes Cici pada Aling
"Aling pun tersenyum, dan mengalihkan pembicaraan, kalian mau makan apa sekarang, biar aku yang traktir, ucap Aling dan mengeluarkan dompetnya dari saku dengan sombong.


Cici pun menarikku dan Aling kekantin Mbak Cahaya, maklum kantin Mbak Cahaya makananya ala-ala caf gitu. "Aling pegang janjimu, aku hari ini mau makan spaghetti sama jus mangga dan nanti juga beli ice krim, kamu pesan apa Yong, biar aku yang urus pesan makanan" semangat Cici siang ini
Setelah kami makan dengan lahap. 

Aling pun terpaku menatap seseorang dibelakangku. Karena penasaran aku menatap kebelakang dan membuyarkan kosentrasi Aling "Ling, makananmu dimakan sama kucing tuh, kebanyakan melamun kamu Ling" dengan memutarkan sendok dihadapannya


Langsung Aling kaget "mana kucingnya Yong, kemudian dia berdiri dan mencari kucing disekitaranya, karena aku dan Cici ngak bisa tahan tawa, langsung Aling sadar, bercanda kalian ngak asik" Aling pun langsung meghabiskan makananya 


Setelah makan, aku dan cici menjilati ice cream yang sangat segar "jangan lupa janjimu ucapku pada Aling, semoga tiap hari kamu traktir kami makan berdua"  sambil menikmati ice cream.


***


Itu adalah hari terakhir Aling mentraktir kami makan berdua. Seminggu ini Aling jarang menemui kami. Jangankan untuk menjenguk kami kelas. 

Di sekolahpun aku tidak melihatnya. Akhirnya aku dan Cici mencarinya ke kelas dan menanyakan ke teman sekelas Aling. 

Jawaban yang kami dapatkan, mengatakan bahwa Aling tidak ada kabar 3 hari ini kesekolah. Aku dan Cici pun mencoba menghubunginya, tapi tak pernah diangkat. Sampai akhirnya aku dan Cici mencarinya ke rumah.

Kata orang tuanya Aling "tiap hari Aling selalu pamit kesekolah, Yong"

 Kami  binggung soalnya Aling, tidak pernah masuk kelas. Kami memilih untuk pulang tanpa mendapatkan kejelasan. Akhirnya aku dan Cici kembali ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah. Aku selalu mencoba menghubungi Aling, tetap saja nomor yang dihubungi sibuk. Apakah ini salah jaringan atau hpnya Aling mati. Perasaanku mulai tidak enak dengan sikap Aling yang berubah. Besoknya aku tidak sabar untuk kesekolah supaya bisa bertemu dengan Aling.


****


Akhirnya Sabtu ini Aling kulihat berlarian  menuju kelasnya. Setelah istirahat Aku langsung menemuinya.

"Aling. Kamu kemana aja dihubungi ngak diangkat, 3 hari kemaren kamu ngak masuk kelas, kamu sibuk apa sih" introgasi ku pada Aling

Dengan cuek Aling menjawab "Yong, aku itu cowok"

Kesal dengan jawabannya aku langsung marah "ngak ada orang yang bilang kamu itu cewek Aling, kasih kejelasan dong, katanya teman tapi ngak transparan sama aku"

"Ayong, cowok itu bebas ngak suka terikat dengan siapapun" jawab Aling

Aku terkejut dengan jawaban Aling yang mengecewakan. Tidak banyak bicara aku pun keluar kelas dan lari menuju ke kelas dengan mata yang berbinar-binar.

Cici pun menatapku dengan penasaran 

"Yong, kok matamu merah, kamu nangis ya" Cici berupaya membersihkan kacamatanya yang dianggapnya kabur

Kuusap wajahku dengan kedua telapak tangan kemudian terpakur diatas meja dan terdiam beberapa saat. Cici pun duduk disamping dengan mengusap punggungku. 

"coba kamu ceritakan ke aku masalahnya Yong, mana tahu aku bisa membantumu" dan memberikan tisu padaku.

Tidak tahan, akhirnya kuangkat kepalaku dan menjelaskan semuanya pada Cici, sontak Cici kaget dan geleng kepala dengan sikap Aling yang berubah. 

Kemudian kami berdua mencari penyebab dari masalah ini. Cici pun berpikir keras. Akhirnya aku dan Cici sadar kalau 3 hari kemaren  Anggi juga tidak masuk kelas. 

"atau mungkin Aling sama Anggi" dengan menatap kursi Anggi.

Ternyata prasangka tadi diperkuat,  ketika pulang sekolah aku melihat Anggi pulang nebeng  Aling dengan dua wajah sejoli yang kasmaran.

***


Aku dan Cici tidak sabar menunggu hari senin. Waktu pun berputar 24 jam, dan akhirnya senin yang ditunggu pun datang. Aku dan Cici berupaya untuk berangkat pagi ke sekolah. 

Sesampai disekolah, jumlah siswa bisa dihitung jari. Dinginnya pagi telah dibakar oleh rasa penasaranku terhadap hubungan Aling dan Anggi. Kamipun  langsung masuk kekelas untuk menemui Anggi.
Ketika kubuka pintu kelas, spontan langkah aku dan Cici mundur kebelakang. Sesuatu diluar dugaanku terjadi. 

Mataku terbelalak menatap Cici , kemudian kami terhipnotis membisu dan kaku berdiri di tonggak gedung kelas. Cici pun mencoba menyadarkan dirinya dengan memeriksa suhu panas badanya sendiri "Yong, apa ini mimpi Yong", ucap Cici dengan gemetar.

Aku masih terdiam kaku. "Yong, sepertinya ini tidak bisa dibiarkan", emosi Cici

Dengan perlahan aku berbicara" Ci, sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakannya pada Anggi", dan kuhirup udara pagi yang menyedihkan ini'


"ngak ada waktu lagi untuk menungu esok Yong, kalau kamu ngak mau, biar aku yang bicara langsung sama Aling dan Anggi" paksa Anggi padaku

Sungguh aku kehilangan akal dan logika pagi ini, dengan pasrah saya mengikuti alur mainnya Cici. Kamipun  masuk kekelas ternyata Aling dan Anggi masih duduk berhadapan dan saling bersuap-suapan makanan. Dengan penuh berani Cici mendekati Aling  dan memukul meja nya Anggi  "Aling, Anggi tingkah laku kalian berdua sudah kelewatan"tegas Cici

Anggipun langsung berlindung ke Aling, "sumpah!,  tingkah laku kalian berdua bikin aku geli sama Ayong, jadi karena cewek ini kamu berubah Ling" dengan mengagukan kepala

Aku  pun angkat bicara

" ternyata kalian berdua sama modusnya, siap-siap aja aku laporkan ke wali kelas" dendam ku yang sudah kehabisan kata

Aling pun menatapku dengan remeh "kamu cemburu Yong, kalau aku dekat sama Anggi. Anggi tuh beda sama kalian berdua, kalian berdua kasar jadi cewek" dengan menunjuk kami berdua

Badanku gemetar ketika sosok Aling, berbicara kasar padaku. Kata-katanya membuat seluruh tubuhku dilumuri kemarahan dan kekecewaaan. Tidak sadar mataku yang bundarpun meneteskan air mata. Akhirnya aku putuskan untuk keluar dari ruangan yang penuh prahara amarah.  

Apalagi melihat senyum Anggi yang menjijikan itu. Cici pun mengejarku keluar. Aku memilih duduk di sebuah taman sekolah yang terdapat kursi kayu dan pohon-pohon rindang. 

Seperti hatiku , pohon yang rindangpun mengugurkan dedaunan pagi ini. Aku lelah dan merasa asing pada hari ini. Cici pun datang dan menyodorkan tisu padaku.


Aku hanya butuh keheningan untuk mendamaikan perasaan pagi ini. Cicipun hanya terdiam dan menepuk-nepuk punggungku beberapa kali.


Dalam diam aku berpikir, bahwa aku memang cewek yang kasar dan tidak pantas berteman dengan Aling. 

Kutegarkan jiwaku yang terombang-ambing dengan menghirup udara segar pagi.
Kemudian menatap Cici dengan senyum 

"aku sudah lega, yok kita kekantin, perutku lapar" langsung berdiri dihadapan Cici
Cicipun langsung semangat dan juga tidak mau membahas kejadian itu lagi

 " ayok, ke kantin mbak Nun" sebenarnya pikiran kami berdua tetap kepada Aling.

Saat makan kami melamun satu sama lain, Cici pun menatap kursi yang biasa ditempati Aling. Kemudian mengeleng kepala.  Benar saja nafsu makan kami berkurang. Nasi goreng masih tersisa di piring dan telurpun tidak aku sentuh sedikitpun. Kuambil air minum dan langsung ku bayar ke Mbak Nun.
Bel masuk pun berbunyi, kami menuju kelas dan tidak mau menatap siapapun di ruangan. Di dalam kelas aku hanya diam dan Cici pun lebih memilih tidur ketika guru menerangkan pelajaran. 

Sampai akhirnya bel pulang pun berbunyi. Dan nada dering hp Cici pun berdering, dengan sigap Cici menjawab telpon " Hallo,  Iya Bund, aku udah pulang, digerbang depan ya bund, oke Bund bye" dan mematikan telpon

"Yong, aku pulang dijemput sama bunda, hati-hati ya dijalan tetap fokus pada satu pandangan" pesan Cici yang menuju keluar kelas.

Ketika semua orang pulang, kutatap sekeliling kursi dan meja begitu berantakan. Kemudian  kuambil tas dan melangkah menuju keluar. Sesampainya di pintu. Anggi menungguku dan menyuruhku masuk kekelas lagi. Tanpa rasa takut aku mengikuti perintah Anggi, pintu kelas pun ditutup Anggi. Wanita yang terlihat manis tersebut seketika berubah menjadi nenek sihir dihadapanku.

Dia mendekatiku dengan jarak satu jengkal dihadapanku, Anggi menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki

 "untuk kedepannya, jangan suka ikut campur orang lain?" dengan selalu menghadangku, sampai akhirnya aku mundur.

Langkah ku hentikan, 

"aku ngak mau bahas masalah tadi pagi, tapi kalau kalian emang pacaran, ngak disekolah ini tempatnya, perlu aku jelasin bahwa sekolah itu tempat menuntut ilmu bukan untuk PACARAN, punya telingakan Anggi??" sindirku pada Anggi

Wajah Anggi langsung memerah dan melontarkan kata-kata kasar dihadapanku 

" aku ngak peduli ucapanmu, kau tuh bodoh dan sok cantik didepan Aling, cukup tadi pagi kau urus Aling, karena Aling sudah punya pacar yaitu aku"

Tidak mau kalah aku pun menjawab "eh, jangan kau pikir aku takut sama kau biadab, kau tuh cewek, apaan sih sebenarnya, gonta-ganti pacar, gatal sana gatal sini" dengan lantang aku berbicara kasar pada Anggi
Langsung taparan Anggi ingin melayang diwajahku, dengan sigap kutangkap tangganya. 

Anggi semakin emosi "Anjing, kau yang suka urus cowok orang, untung Aling sudah sadar kalau kau cewek kasar Anjing"

Hari terasa panas, saat Anggi yang selama ini lemah lembut dan manja, mengucapkan binatang kepada ku. 

"memang benar, kalau kau itu cewek diam-diam mengahayutkan, kau rebut sahabatku" hatiku pun mendidih mendengar bentakan tersebut.

"kurang ajar kau Anjing" dengan suara lantang dan penuh amarah dia melontarkannya padaku lagi dan tangganya pun ingin menarik jilbabku.

 Sebelum tangannya beraksi Aling pun datang dan menarik Anggi, kemudian Anggi berlindung di bahunya Aling, dan bermanja-manja dihadapanku. Suasana kelas seperti bara api bagiku.

Aku putuskan untuk keluar dan kututup pintu dengan paksa. 

Ternyata, Aling mengejarku dari belakang dan memanggil namaku, "Ayang, tunggu, tunggu"

 aku tetap tidak menghiraukannya, sampai akhirnya Aling tepat dihadapanku. 

Untuk menatap Aling saja aku tak mau, apa lagi berbicara dengannya. Aku tetap dengan pendirianku untuk tidak mendegarkannya.

"Ayang, dengarkan aku sekali ini saja" dengan  sesak napas Aling berbicara padaku

Aku pun diam, dan metatap dengan sinis kepada Aling

"jangan kau ganggu, Anggi lagi titik " pesan singkat, yang bagaikan pedang samurai tertancap di hatiku.

Air mata yang berlinang langsung lenyap ketika Aling berkata demikian "Sebelum kamu pergi Ling, kau harus tahu, bahwa Aling yang kukenal telah menjadi budak cinta.  Tidak akan lahir Aling kedua untuk kedepannya, camkan itu !!" kutatap bola mata Aling tanpa berkedip dan aku langsung pergi.

Kemudian Aling termenung beberapa saat, sebelum pergi untuk menjemput Anggi. Dengan besar hati aku pulang. Peristiwa ini peringatan bagiku tidak akan ada cucuran air mata kedua. Setidaknya  aku tahu, bahwa tuhan mengajarkanku supaya tidak bergantung kepada orang lain. Siapapun bisa jadi penghianat. Satu  langkah kaki untuk pulang hari ini cukup berarti bagiku. Terimakasih Aling kau telah berubah. Alingku telah menaburkan garam diatas  luka.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun