Dalam setiap pertemuan, Pipiet selalu bicara tentang tanggung jawab moral penulis.
"Kang Dikdik," katanya suatu hari, "menulis itu bukan cuma untuk diri kita. Tapi untuk orang lain yang tak punya suara."
Dan ia membuktikannya.
Dalam tulisannya, ia menguliti ketimpangan pelayanan kesehatan, ketidakadilan sosial, juga hal-hal yang dianggap "terlalu kecil" untuk jadi berita besar.
Ia menulis tentang kemiskinan, korupsi, dan luka-luka perempuan Indonesia---dengan tubuhnya yang rapuh tapi suaranya yang keras.
Seperti kata Virginia Woolf, seorang penulis Inggris dan salah satu penulis modernis paling berpengaruh pada abad ke-20, Â "Nothing has really happened until it has been described."
Dan Pipiet adalah saksi hidup dari pernyataan itu. Ia menulis agar sesuatu sungguh terjadi. Agar penderitaan tak hanya menjadi angka statistik.
***
Pipiet Senja bertahan 58 tahun sejak pertama kali transfusi darah, usia 10 tahun hingga usia 68 tahun, sebelum akhirnya menyerah pada maut pada Senin 29 September 2025.
Namun bahkan di hari-hari terakhirnya, ia yang menyebut panggilan dirinya "Manini" masih sempat mengirim pesan pada grup literasi:
"Manini tuh teroris cinta. Akan terus menggentayangi kalian, hihi."