Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pembunuhan di Rue Morgue (Bag. 3)

17 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 18 Maret 2020   12:48 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto ilustrasi pada cerita asli | The Murder in The Rue Morgue-Edgar Allan Poe 

Cerita: Edgar Allan Poe

SAAT itu di Paris ketika aku bertemu August Dupin. Dia seorang lelaki muda menarik yang luarbiasa dengan pemikiran yang keras, kuat. Pikiran ini dapat, sepertinya, melihat jelas menembus tubuh seseorang ke dalam batinnya yang paling dalam.

            Suatu pagi musim panas yang terik kami baca di surat kabar tentang sebuah pembunuhan mengerikan. Korbannya adalah seorang wanita tua dan anak perempuannya yang belum menikah, yang tinggal sendirian di lantai empat sebuah rumah tua di jalan yang disebut Rue Morgue. Seseorang telah mencekik leher si gadis dengan jari-jarinya yang kuat hingga nyawanya melayang. Mayat ibunya ditemukan di luar, di belakang rumah, dengan kepala yang hampir lepas. Toh, pisau yang dengannya dia terbunuh ditemukan di dalam kamar, di atas lantai.

            Beberapa tetangga berlari ke rumah itu saat mereka dengar jeritan-jeritan ketakutan wanita-wanita itu. Saat mereka berlari naik ke lantai empat mereka dengar dua suara lain. Tapi saat mereka mencapai kamar dan mendobrak pintu mereka tidak mendapati seorangpun yang masih hidup di dalam kamar. Seperti pintu, dua jendelanya tertutup rapat, terkunci dari dalam. Tidak ada jalan lain bagi pembunuh untuk dapat masuk atau keluar kamar.

            Kepolisian Paris tidak tahu darimana memulai untuk mencari jawaban. Aku mengatakan pada Dupin sepertinya bagiku tidak mungkin untuk mencari jawaban atas misteri pembunuhan ini. Tidak, tidak, kata Dupin.

            “Tidak; aku kira kamu salah. Sebuah misteri itu, ya. Tapi harus ada jawaban. Kita tidak boleh memutuskan apa yang mungkin hanya dengan apa yang kita baca di suratkabar. Kepolisian Paris bekerja keras dan kadang mendapatkan hasil-hasil yang bagus; tapi tidak ada cara yang benar atas apa yang mereka lakukan. Saat tidak sekedar kerja keras yang dibutuhkan, saat sedikit saja cara yang sungguh-sungguh dibutuhkan, kepolisian gagal. Kadang mereka berada dekat sekali dengan persoalan. Sering, saat seseorang melihat suatu hal begitu tertutup dia dapat melihat beberapa hal lebih jelas, namun keragaman keseluruhannya meluputkannya.

            “Harus ada jawaban! Harus ada! Mari kita pergi ke rumah itu dan melihat apa yang bisa kita kihat. Aku kenal dengan kepala kepolisisan, dan dia akan mengijinkan kita melakukannya. Dan ini akan menarik dan memberi kita banyak kesenangan.”

            Aku pikir aneh Dupin yakin kami akan mendapatkan kesenangan dari ini. Tapi aku tidak berkata apa-apa.

            Larut senja saat kami sampai di rumah di Rue Morgue itu. Mudah ditemukan sebab masih ada banyak orang—sungguh, sekerumunan orang, berdiri di sana memandanginya. Sebelum melangkah masuk kami berjalan mengitarinya, dan Dupin dengan seksama mengamati rumah-rumah di sekitarnya seperti halnya rumah ini. Aku tidak dapat memahami untuk apa melakukannya.

            Kami sampai kembali ke depan rumah dan melangkah masuk. Kami menaiki tangga menuju kamar di mana mayat si gadis ditemukan. Kedua mayat itu di sana. Polisi membiarkan kamarnya sebagaimana mereka temukan. Aku tidak melihat apapun kecuali apa yang telah suratkabar beritakan pada kami. Dupin mengamati dengan penuh seksama tiap-tiap sesuatunya, mayat-mayatnya, tembok-temboknya, tungku perapiannya, jendela-jendelanya. Kemudian kami pulang.

            Dupin tidak berkata apa-apa. Aku dapat melihat tatapan dingin di matanya yang mengatakan padaku pikirannya sedang bekerja, sedang bekerja dengan keras, dengan cepat. Aku tidak bertanya apa-apa.

            Dupin tidak berkata apapun sampai esok paginya, saat dia mendatangi kamarku dan menanyaiku tiba-tiba apakah aku tidak menemukan sesuatu khususnya yang ganjil atas apa yang kami lihat di rumah di Rue Morgue itu. Aku jawab, “Tidak ada kecuali yang kita berdua baca di suratkabar.”

            “Katakan padaku, Teman. Bagaimana akan kita jelaskan kekuatan yang mengerikan, kekuatan luarbiasa digunakan dalam pembunuhan ini? Dan suara-suara siapakah itu yang kita dengar? Tidak ada seorangpun yang dijumpai kecuali mayat-mayat wanita itu; juga tak ada jalan bagi siapapun untuk melarikan diri. Dan keadaan kacau ruangan; mayat yang ditemukan kepalanya terjulur masuk di atas tungku perapian; mayat wanita tua yang kelihatan terpotong mengerikan, dengan kepalanya yang lepas; ini semua sangat jauh dari apa yang mungkin diharapkan bahwa polisi masih menyelidiki; mereka tidak tahu dari mana memulai.

            “Hal-hal ini luarbiasa, sungguh; tapi itu bukan misteri yang sulit. Kita jangan bertanya, `Apa yang terjadi? Tapi `Apa yang terjadi yang tak pernah terjadi sebelumnya?` Nyatanya, hal-hal tersebut yang polisi pikir tidak mungkin dijelaskan adalah hal-hal yang menunjukkanku jawaban. Sungguh, aku yakin itu telah menunjukkanku jawaban.”

            Aku begitu terkesima hingga tidak dapat berucap sepatah katapun. Dupin melihat cepat ke pintu. ”Aku sekarang sedang menunggu seseorang yang mungkin tahu sesuatu tentang pembunuhan ini, pembunuhan keji ini. Aku tidak menuduh dia yang melakukannya sendiri. Tapi aku pikir dia mungkin tahu pembunuhnya. Aku harap aku benar akan ini. Jika aku benar, maka aku harap dapat menemukan seluruh jawaban, hari ini. Aku menunggu orang itu di sini—di kamar ini—kapanpun. Benar dia mungkin tidak akan datang; tapi dia mungkin datang.”

             “Tapi siapa orang ini? Bagaimana kau menemukannya?”

            “Akan kujelaskan padamu. Sementara kita menunggu orang yang tidak kita kenal ini—sebab aku tidak pernah berjumpa dengannya. Sementara kita menunggu, akan kujelaskan bagaimana pemikiranku berjalan.” Dupin mulai bicara. Tapi tidak nampak dia sedang berusaha menerangkan padaku apa yang dia pikirkan. Sepertinya dia sedang bicara pada dirinya sendiri. Dia menatap bukan padaku, tapi pada tembok.

            “Sangat terbukti suara-suara yang didengar para tetangga itu bukan suara wanita-wanita yang terbunuh. Orang lain ada di kamar itu. Karenanya tentu wanita tua itu tidak mula-mula membunuh anak perempuannya. Lantas membunuh dirinya sendiri. Dia tidak akan cukup kuat untuk meletakkan mayat anaknya di mana ia ditemukan; dan cara kematian wanita tua itu menunjukkan dia tidak dapat melakukannya sendiri. Orang dapat bunuh diri dengan pisau, ya. Tapi dia sungguh tidak dapat memotong lehernya sendiri hingga hampir putus, lalu meletakkan pisaunya ke atas lantai dan melompat ke luar jendela. Itu adalah pembunuhan, maka, yang dilakukan orang ketiga, satu atau lebih. Dan suara-suara yang terdengar itu adalah suara orang-orang ini. Mari sekarang pikir baik-baik apa-apa yang orang-orang katakan tentang suara-suara itu. Apakah kau menemukan sesuatu khususnya kejanggalan pada apa yang dikatakan tentangnya?”

            “Oh, ya. Semua orang sepakat suara yang lemah adalah suara orang Prancis; tapi mereka tidak dapat sepakat terhadap suara yang tinggi.”

            “Ha! Itulah apa yang mereka katakan, ya; tapi itu bukan sebagai yang terganjil yang mereka katakan. Kau katakan kau tidak menemukan apapun yang membuat cerita-cerita mereka sangat berbeda dengan apa yang mungkin terjadi. Masih ada satu hal. Seluruh orang ini, seperti yang kamu katakan, sepakat terhadap suara yang lemah; tapi tidak terhadap suara yang tinggi keras. Hal aneh di sini adalah saat orang Italia, Inggris, Spanyol dan Prancis berusaha menjelaskan seperti apa suara itu, masing-masing mengatakan itu terucap seperti suara orang asing. Betapa luarbiasa aneh suara itu adanya! Di sini ada empat orang dari empat negara besar, dan tidak satupun mereka yang dapat memahami apa yang suara itu katakan, masing-masing memberinya nama yang berbeda.

            “Nah, aku tahu ada negara-negara lain di dunia ini. Kau akan mengatakan mungkin itu suara seseorang dari salah satu negara-negara yang lain itu—Rusia, mungkin. Tapi ingat tidak satupun orang ini mendengar sesuatu yang terucap seperti kata yang terputus.”

            Sampai di sini Dupin berpaling dan menatap ke dalam mataku.

            “Inilah yang kita dapat dari suratkabar. Aku tidak tahu apakah aku telah membuatmu mengerti. Tapi aku yakin dari beberapa cerita ini ada cukup fakta yang menuntun kita pada satu dan satu-satunya petunjuk akan jawaban yang benar. Apakah jawaban ini, aku akan berkata … belum. Tapi aku ingin kau camkan semua ini cukup menunjukkan padaku apa yang harus aku cari saat kita berada di rumah di Rue Morgue itu. Dan aku akan menemukannya!” (bersambung ke bag. 4)

* dialihbahasakan dari The Murder in The Rue Morgue, sebuah cerita berseri dalam booklet antologi cerita Edgar Allan Poe: Storyteller yang diterbitkan oleh radio Voice of America 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun