Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Let's talk about life.

IG: cakesbyzas

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Antara Imajinasi, FOMO, dan Risiko yang Tidak Disadari dari Tren Foto AI

22 September 2025   08:32 Diperbarui: 22 September 2025   11:10 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di balik trend foto AI, ada risiko yang mengintai (Gemini AI-Generated image)

Hasilnya? Foto AI jadi semacam "seragam sosial" baru. Orang tidak mau ketinggalan. Semua ingin punya.

Cermin Virtual yang Menggoda

Di sisi lain, foto AI juga bekerja seperti cermin yang memperlihatkan versi diri yang lebih ideal. Kalau dalam kehidupan nyata ada hal-hal yang membuat Anda kurang puas, foto AI bisa menutupi atau malah memperbaikinya. Misalnya, wajah terlihat lebih muda, kulit lebih halus, atau gaya lebih keren.

Ini mirip dengan cara orang suka memakai filter di media sosial. Bedanya, AI membuat hasilnya jauh lebih dramatis. Dari sudut pandang filsafat, hal ini menggambarkan bagaimana manusia selalu mencari citra diri yang lebih indah dibanding realita. Kita ingin dikenang bukan cuma sebagai siapa kita sekarang, tapi juga siapa yang kita bayangkan.

Masalahnya, kalau terlalu sering melihat versi "sempurna" itu, ada risiko rasa syukur terhadap diri yang asli berkurang. Akhirnya, yang muncul bukan sekadar hiburan, tapi rasa minder ketika kembali ke cermin nyata.

Risiko yang Jarang Dibicarakan

Di balik serunya tren ini, ada risiko yang tidak bisa diabaikan. Mengunggah foto diri ke aplikasi AI berarti Anda sedang menyerahkan data wajah yang sangat pribadi. 

Banyak orang lupa kalau wajah adalah identitas digital yang bisa digunakan untuk berbagai hal, bahkan untuk keperluan yang tidak Anda setujui.

Kalau sampai data itu disalahgunakan, dampaknya bisa panjang. Bukan cuma soal privasi, tapi juga keamanan. Ada kemungkinan wajah digunakan untuk deepfake, penipuan, atau manipulasi digital yang merugikan.

Padahal seringkali orang tidak sadar. Niatnya cuma bersenang-senang, tapi konsekuensinya bisa jauh lebih serius. Seperti pepatah lama, "apa yang terlihat sepele bisa jadi bumerang kalau tidak hati-hati."

Nilai Niat dan Amanah

Kalau dilihat dari sudut pandang Islam, setiap tindakan kembali pada niat. Mengunggah foto AI mungkin diniatkan untuk hiburan, atau sekadar ikut-ikutan. Tapi tetap ada amanah pada diri sendiri: menjaga kehormatan dan martabat.

Ketika sesuatu bisa membuka pintu risiko, apakah masih sepadan dengan kesenangan sesaat? Di sinilah sikap bijak dibutuhkan. Islam juga mengajarkan untuk menimbang manfaat dan mudarat. Kalau manfaat lebih sedikit daripada risiko, sebaiknya ditinggalkan.

Ikhlas pun punya tempat di sini. Kalau memang ingin sekadar hiburan, cukup nikmati seperlunya tanpa harus berlebihan atau merasa perlu validasi dari orang lain. Karena sejatinya nilai diri tidak pernah ditentukan oleh seberapa keren wajah Anda dalam versi AI.

Sisi Psikologis: Validasi dan Penerimaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun