Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Let's talk about life.

IG: cakesbyzas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengapa Kecurangan Tidak Pernah Bisa Bertahan

4 September 2025   08:05 Diperbarui: 3 September 2025   19:08 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kecurangan tidak akan bisa ditutupi selamanya (rawpixel.com/freepik)

Awal yang Kecil dan Tidak Terlihat

Pernahkah Anda merasakan perasaan tidak enak setelah melakukan sesuatu yang sebetulnya Anda tahu salah? Rasanya seperti ada yang mengganjal di hati. Tidak ada yang melihat, tidak ada yang tahu, tapi ada suara halus di dalam diri yang terus mengingatkan.

Seorang karyawan di sebuah perusahaan pernah mengalami hal seperti ini. Ia mengubah sedikit angka dalam laporan, dengan alasan sederhana: "Ah, ini cuma supaya atasan senang, toh angkanya tidak jauh berbeda." Tidak ada yang protes. Tidak ada yang mengecek detail. Semuanya aman. Tapi malam itu, ia sulit tidur. Ada rasa cemas yang tidak bisa dijelaskan.

Kecurangan sering berawal dari sesuatu yang kecil, seolah sepele. Tapi yang sepele itulah yang membuka pintu. Kalau tidak dihentikan sejak awal, langkah berikutnya akan terasa lebih mudah. Sampai akhirnya, yang kecil berubah menjadi besar.

Rasa Tidak Nyaman: Alarm Batin yang Sering Diabaikan

Kalau Anda perhatikan, hati manusia punya cara sendiri untuk memberi tanda. Ada rasa lega kalau melakukan sesuatu yang benar. Ada rasa bersalah atau tidak nyaman kalau melakukan hal yang keliru. Dalam psikologi, ini sering dikaitkan dengan disonansi kognitif---perasaan tidak tenang ketika pikiran dan tindakan tidak sejalan dengan nilai yang diyakini.

Dalam Islam, hati sering digambarkan sebagai cermin dari niat. Kalau niatnya baik, hati menjadi tenang. Kalau niatnya rusak, hati merasa gelisah. Jadi sebenarnya, rasa tidak nyaman itu bukan musuh. Ia justru pengingat, kalau ada sesuatu yang harus diperbaiki sebelum terlambat.

Masalahnya, banyak orang terbiasa menutup telinga terhadap alarm itu. Mereka bilang pada diri sendiri: "Ah, ini wajar. Semua orang juga begitu." Lama-lama, rasa tidak enak itu jadi biasa. Sampai akhirnya, batas antara benar dan salah kabur.

Teguran Orang Dekat: Suara yang Kadang Mengganggu

Pernahkah Anda ditegur oleh orang terdekat? Mungkin teman, pasangan, atau keluarga? Teguran itu sering terasa menyebalkan. Apalagi kalau kita merasa tidak salah, atau kita sudah nyaman dengan apa yang dilakukan.

Ada seorang mahasiswa yang sering mencontek dalam ujian. Awalnya cuma sekali, karena panik tidak sempat belajar. Lalu jadi kebiasaan, karena tidak pernah ketahuan. Sampai suatu hari, sahabat dekatnya berkata, "Kamu nggak takut ketahuan? Atau kamu nggak takut ilmu yang kamu cari jadi nggak berkah?" Kalimat itu menusuk, tapi sekaligus membuatnya marah.

Teguran orang dekat memang seperti cermin. Ia memperlihatkan hal yang sebenarnya ingin kita tutupi. Tapi di situlah letak kasih sayang. Mereka menegur bukan karena benci, tapi karena tidak tega melihat kita berjalan di jalan yang salah. Dalam sosiologi, interaksi sosial seperti ini disebut mekanisme kontrol sosial. Tanpa sadar, orang-orang di sekitar kita menjaga supaya kita tidak melenceng terlalu jauh.

Kebohongan yang Lama Disimpan, Akhirnya Terungkap

Kebohongan itu seperti air yang ditahan bendungan. Semakin lama disimpan, tekanannya semakin kuat. Ada kalanya bendungan itu bocor sedikit, ada kalanya jebol besar sekaligus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun