Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Rumah Tepi Laut

15 Desember 2019   23:06 Diperbarui: 16 Desember 2019   07:58 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mampirlah kita ke tepian laut," kata perempuan kecil yang banyak tidur sepanjang perjalanan

Saat hujan deras
Saat melewati pohon-pohon jati
Juga saat melewati malam

Pada halaman masjid dengan jam besar di teras, lalu kami berhenti
Setelah menyeberangi jalan yang mengerikan dengan mobil-mobil dipacu-laju, seperti malaikat-malaikat kematian yang berlalu-lalang menawarkan tanya: kapan waktumu boleh kuhentikan?

Aroma laut berlalu-lalang di halaman masjid
Ikan asin dijemur di antara sela rumah dan tepian laut

"Aku suka bau laut," kata perempuan kecil

Mungkin karena ia, perempuan kecil itu, hadir di tepi laut
Ketika banyak hujan mengguyur tepian laut dan tangkapan melimpah
Ikan-ikan memenuhsesaki jala-jala nelayan, meski ombak bergelombang meninggi

Tidak ada gemuruh yang menenangkan selain gemuruh laut
Tidak ada warna biru yang lebih indah, selain warna biru yang dipantulkan air-air laut

"Laut bukan laut kalau tidak ada gelombang. Iya kan, Pa?" katanya sambil meniti dam penahan gelombang

| Juwana | 15 Desember 2019 | 09.00 |

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun