Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Om Sayang Kamu, Almira

20 Oktober 2018   20:50 Diperbarui: 20 Oktober 2018   21:54 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber poto : habibarham.blogspot.com

Hujan deras mengguyur Ujungberung. Sebuah kecamatan yang terletak di bagian timur Kota Bandung. Dina berselimut tebal di tempat tidur dengan gigil yang begitu menjadi. Bukan karena hujan yang deras, melainkan karena saat itu Dina sedang demam. Putranya yang baru beusia 3 tahun sudah terlelap di sisinya. Anak itu memang tidak bisa jauh dari Bundanya ketika tidur, walaupun sang Bunda sedang demam, ia harus terus berada di dekatnya. Apa boleh buat Dina berusaha tetap di sisinya dengan menghindari kontak langsung yang terlalu sering.

Jam menunjukkan pukul 22:30. Di kamar yang lain suaminya sudah tertidur lelap karena lelah bekerja. Dina berusaha memejamkan mata, tapi rasa kantuk tidak jua datang. Kepalanya yang pusing sangat menganggu. Ia meraih ponselnya mencoba mencari hiburan, barangkali ada sesuatu yang bisa membuatnya sedikit bisa melupakan rasa sakit.

Pesan dari sebuah nomer asing masuk beberapa puluh menit yang lalu. Seseorang di sana memintanya  untuk mengangkat telepon. 6 panggilan telepon terlewatkan pun muncul di sana.

"Salam, ini dengan siapa? mohon maaf saya sedang kurang sehat. Jadi tidak bisa mengangkat telepon, suara saya hilang. Silakan ketik pesan saja."

Dina menyimpan kembali ponselnya di laci meja yang terletak di sisi kiri tempat tidur. Tak ada gunanya terus memegang benda itu. Urusan-urusan yang membuat baban kepalanya bertambah berat, malah terus bermunculan. Ia memejamkan mata, beberapa doa dibacakan dan mengulang hafalan surat-surat pendek. Perlahan ibu muda itu mulai tertidur pulas.

**

Pagi hari, ponsel Dina berdeirng. Nomor asing semalam menelepon. Rasanya begitu malas untuk mengurusi sesuatu yang bukan urusannya. Ia memilih untuk membiarkan penelepon itu bosan menghubunginya. Tidak disangka nomor asing itu adalah seseorang yang sangat mengenalnya.

"Bu Dina, saya Wira, Omnya Almira, sudah 7 hari Almira pergi dari rumah. Bisakah Ibu membantu carikan informasi? Mohon Bu, kami sudah sangat kebingungan harus mencarinya ke mana."

Dina menelan ludah, ketika membaca pesan itu. Teringat 3 tahun yang lalu, semasa ia masih bekerja di salah satu SMP swasta, ia pernah menjadi wali kelas dan Almira adalah salah satu muridnya yang paling dekat. Anak itu sering bercerita apa pun yang sedang dialaminya, termasuk hal-hal yang menganggu pikirannya. Soal asmara, soal saudara-saudara sepupu yang sering bertengkar dengannya. Termasuk soal kerinduan kepada kedua orang tuanya yang telah lama tiada.

Almira adalah anak yang baik. Nilai akademiknya pun selalu berada di atas rata-rata. Pernah suatu ketika Almira membuat Dina betul-betul merasa bangga karena menjadi juara umum dari seluruh siswa yang bersekolah di sana. Almira anak yang taat agama. Banyak siswa yang bercerita bahwa Almira selalu mengaji dan solat tepat waktu.

Almira ini punya saudara kembar, namanya Almer. Anak laki-laki yang juga sama rajinnya. Hanya Almer lebih terlihat potensinya di bidang olah raga dan pelajaran exact, sementara Almira pandai menulis dan merajut, serta membuat berbagai macam kerajinan tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun