Pertumbuhan fisik berupa perubahan organ tubuh, erat kaitannya dengan jenis kelamin mengakibatkan remaja yang secara psikologis mempunyai tugas menemukan jati dirinya sendiri, seakan berada di ujung tanduk.Â
Berbarengan dengan perkembangan organ seksual, struktur otak pada usia remaja belum mengalami perkembangan sempurna seperti orang dewasa. Sehingga proses pengambilan keputusan masih berdasarkan pada sistim limbik, yaitu bagian otak yang berperan dalam pembentukan tingkah laku emosi.Â
Apabila perasaan, ide, emosi, atau pikiran berjalan secara berlawanan, maka seorang remaja akan mengalami kebingungan. Di sinilah peran serta lingkungan, termasuk di dalamnya keluarga, sekolah, maupun teman sebaya sangat dibutuhkan.
Jean Piaget, salah satu empu di dunia psikologi anak mengemukakan bahwa masa remaja adalah suatu periode di mana seorang anak terintegrasi dalam masyarakat, sehingga anak tersebut merasa bukan lagi berada di bawah orang dewasa, melainkan mempunyai kedudukan yang sama; sejajar.
Menukil dari jurnal yang berjudul "Konsep Diri, Adversity Quotient dan Penyesuaian Diri pada Remaja", Hidayati dan rekan melakukan studi pada remaja di sebuah panti asuhan Ponorogo. Disebutkan terdapat fakta bahwa seorang remaja dengan konsep diri yang tinggi akan mempunyai coping, daya ketahanan terhadap stresor atau masalah yang tinggi. Sehingga pada saat menghadapi permasalahan, remaja tersebut akan dapat melaluinya dengan tenang.
Demikian pula bila remaja mempunyai konsep diri yang tidak matang, maka ia akan kesulitan untuk menghadapi stresor atau masalah yang sedang di hadapinya.
Lantas apa hubungannya dengan "Cinta Segitiga"?
Izinkan saya berbagi sebuah cerita yang mengalir dari bilik hati seorang remaja. Bertemu dengan anak ini mungkin bukanlah sebuah kebetulan. Bukankah segala sesuatu itu datang bagai guru kehidupan bagi kita?
Seorang anak, yang tidak akan saya sebut namanya, mengalami luka batin akibat father's wound. Ayahnya pergi meninggalkan keluarga karena kasus perselingkuhan. Cinta segitiga? Yap, saudara benar!Â
Anak ini begitu kurang percaya diri, pendiam dan selalu menarik diri dari pergaulan dengan teman sebayanya.Â
Setiap kali ada seorang kawan yang memberi sedikit perhatian, ia nampak begitu antusias! Namun naas, sikapnya inilah yang malah seringkali mendatangkan bully dari teman-temannya.
Kisah yang --mirisnya-- akrab di telinga kita, bukan?