Dulu aku kira, bertemu banyak orang di organisasi dan lingkungan kampus dengan segala ragam watak dan perangai sudah cukup mengajarkanku tentang dunia. Tentang mereka yang sulit diatur, yang ringan tangan, yang banyak tuntutan, dan yang penuh warna. Kupikir itu sudah cukup merepresentasikan kehidupan. Tapi ternyata, dunia pendidikan menghadirkan wajah yang berbeda.
Mengajar anak-anak bukan hanya soal menyampaikan ilmu, tapi tentang menanam nilai. Bukan sekadar bicara di depan kelas, tapi menjadi teladan yang dilihat setiap waktu. Di sinilah aku belajar, bahwa sabar bukan lagi pilihan, tapi napas harian. Bahwa menghargai setiap pribadi, sekecil apa pun, adalah bentuk tertinggi dari cinta dalam mendidik.
Aku mulai memahami, bahwa mendidik bukan hanya membuat mereka tahu, tapi menumbuhkan keinginan untuk mendengar, memahami, dan menghargai. Kita tak hanya mengisi kepala mereka dengan pengetahuan, tapi juga menyentuh hati mereka dengan keteladanan.
Dan dari sini aku sadar, bahwa menjadi guru sejati adalah menjadi pelita yang meski perlahan redup oleh lelah, tetap memilih untuk menerangi. Karena mendidik bukan perkara mudah, tapi selalu layak untuk diperjuangkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI