Asyik, penumpang LRT-nya sedang tak banyak. Bisa duduk sambil baca deh, kataku dalam hati. Kukeluarkan buku dalam ransel. Kali ini aku hanya membawa satu novel karena menurutku novel ini lumayan susah untuk ditamatkan. Judulnya adalah Sang Penyihir dari Portobello karya Paulo Coelho.
Aku mengoleksi buku-buku Paulo Coelho. Namun, tidak semua bukunya mudah dipahami. Ada yang unsur spiritualnya dominan dan perlu waktu membaca sambil mencernanya.
Rupanya Sang Penyihir dari Portobello masuk kategori tersebut. Novel yang sulit kutamatkan. Setiap membaca satu dua halaman, aku perlu waktu untuk meneruskannya lagi. Mungkin ceritanya tak seperti ekspektasiku. Atau mungkin karena tokoh utama perempuan yang disebut penyihir juga punya watak abu-abu yang juga tak sesuai harapanku di awal. Entahlah.
Aku mulai membaca novel ini sejak naik dari Stasiun LRT Ciracas. Beberapa kali aku bengong setelah membaca beberapa halaman kemudian meneruskan membacanya lagi. Hingga kereta tiba di Stasiun Kuningan, baru beberapa lembar halaman yang selesai kubaca. Ehm apa aku ganti novel saja ya, tapi sayang jika tidak diselesaikan.
Pengalaman ini berbeda dengan pengalamanku sebelumnya ketika membawa novel Toko Buku Kucing Hitam untuk menemani perjalanan dari Malang menuju Yogyakarta dengan naik kereta api. Novel ini karya Piergiorgio Pulixi dengan tebal  296 halaman.
Ini bagian sinopsis yang pernah kutulis di cuitan di X ketika membuat utas singkat tentang ulasan buku. "Toko buku itu awalnya bernama Toko Buku Misteri. Pemiliknya eks guru matematika yang frustasi. Toko bukunya sepi dan utangnya melilit. Hingga muncul dua kucing hitam dengan mata kuning. Kucing itu pembawa hoki. Sejak itu nama toko menjadi Toko Buku Kucing Hitam (Les Chats Noirs)". Nampak menarik bukan?!
Mungkin karena aku pecinta kucing dan ada tokoh si kucing hitam meski hanya numpang tidur di toko buku, aku jadi menikmati novel ini. Ceritanya sendiri tentang tiga kasus pembunuhan sadis dengan pelaku yang kerap meninggalkan jam pasir.
Lantas apa hubungannya dengan toko buku tersebut? Oh rupanya toko buku itu punya kelompok pembaca yang disebut Detektif Selasa. Mereka adalah kelompok pembaca yang suka memecahkan misteri. Meski kelihatan amatiran, tebakan mereka kerap benar sehingga polisi suka berkonsultasi dengan mereka.
Nah selama di kereta, aku fokus membaca sambil sesekali menikmati pemandangan di luar. Gara-gara keasyikan membaca, aku sampai lupa jajan. Padahal rencananya ingin jajan banyak di kereta. Sebelum tiba di Yogyakarta, novelnya sudah tamat.
Ternyata jika aku fokus membaca dan bukunya menarik, maka tak perlu waktu berhari-hari untuk menyelesaikan sebuah novel yang cukup tebal. Mungkin novel Penyihir kurang sesuai dengan seleraku sehingga aku kesulitan menuntaskannya.
Hardiknas, Hari Buku Nasional dan Gerakan Membaca di Tempat Umum
Bulan Mei ada banyak peringatan, dari Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei, Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei, dan juga Hari Buku Nasional pada 17 Mei. Menariknya tiga hari peringatan tersebut sama-sama berkaitan dengan pentingnya buku dan literasi.
Buku memiliki kaitan penting dengan literasi. Buku merupakan media untuk meningkatkan kemampuan literasi, yaitu untuk menangkap informasi dan pengetahuan, serta memahaminya. Oleh karena itu ada banyak tokoh besar negeri ini yang mengingatkan pentingnya membaca.
Bapak bangsa seperti Bung Hatta dan Bung Karno dikenal pecinta buku. Bung Hatta ketika diasingkan ke Banda, membawa begitu banyak buku. Kebiasaan yang sama juga dimiliki Bung Karno. Beliau memiliki ratusan buku di rumah Bengkulu, sebagian besar bukunya berbahasa Belanda. Itu masih di rumah Bengkulu, belum di rumah lainnya.
Kebiasaan membaca buku memang pada era digital ini menjadi tantangan tersendiri. Banyak kalangan muda yang terdistraksi oleh keasyikan bermedsos, melakukan scroll video pendek, dan lainnya yang kemudian disebut para ahli bisa menyebabkan brain rot dan kesulitan untuk fokus karena otak merasa jenuh. Nah, membaca buku adalah salah satu cara untuk mengatasi brain rot.
Pada saat ini meski UNESCO pada tahun 2016 dan PISA pada tahun 2022 menyebut warga Indonesia malas membaca dan punya kemampuan membaca yang rendah, data dari BPS 2022 dan Perpusnas pada tahun 2023 menunjukkan sebaliknya. Ada kenaikan minat membaca, Â meski belum merata di tiap provinsi. Ini membuat Perpusnas menetapkan target cukup tinggi pada tahun 2024 dengan angka di atas 70 yang masuk tinggi. Â Data ini seperti yang pernah saya tulis di artikel "Kebiasaan Membaca dan Gerakan Membaca Umum di Tempat Umum".
Survei teranyar yang CEOWORLD Magazine pada tahun 2024 menyebutkan Indonesia menempati peringkat ketiga di antara negara ASEAN dengan 5,91 buku pertahun atau 129 jam membaca per tahun. Peringkat pertama dan kedua adalah Singapura dan Thailand. Sedangkan di antara 102 negara yang disurvei, Indonesia masuk peringkat ke-31. Hal ini didukung oleh makin banyaknya perpustakaan baik digital maupun fisik, makin bermunculan komunitas baca buku, dan koneksi internet yang semakin baik di negeri ini.
Di transportasi publik sendiri juga ada pojok baca. Di bandara tersedia pojok baca di ruang tunggu. Di stasiun KRL dulu disebut Commuter Reading Spot. Seingatku pojok baca ini hadir sejak tahun 2020 di sejumlah stasiun KRL, termasuk Stasiun UI, Stasiun Jakarta Kota, dan Stasiun Bogor.
Selain bisa membaca di ruang tunggu stasiun, buku ini juga boleh dibawa dan dibaca di dalam KRL. Setelah membaca tinggal ditaruh di pojok buku di stasiun tujuan. Asal jangan dibawa pulang dan diperjualbelikan ya.
Nah sejak tahun 2024 mulai gencar dikampanyekan gerakan  membaca di tempat umum. Untuk menunjang program tersebut maka pada bulan Maret lalu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyebarkan 20 ribu buku di stasiun kereta dan bandara dengan program Mudik Asyik Baca Buku 2025.
Sejalan dengan gerakan membaca buku di tempat umum aku jadi ingat pada akhir Januari lalu ada informasi dari komunitas baca yang kuikuti, Book Clan, mengadakan kegiatan baca buku selama naik LRT dari Stasiun Dukuh Atas hingga Stasiun TMII. Sayangnya saat itu aku lagi di luar kota. Seru sih lihat teman-teman antusias membaca buku di dalam kereta.
Coba selalu sedia buku bacaan di tas kalian atau install aplikasi perpustakaan daring sehingga jika kalian jenuh menunggu di Stasiun atau sedang dalam kereta, bisa menghabiskan waktu dengan membaca. Membaca buku beberapa halaman setiap hari adalah investasi dan kebiasaan yang sungguh berharga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI