Mohon tunggu...
Devita Wijayanti
Devita Wijayanti Mohon Tunggu... NIM: 43223010180 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si. Ak

Saya adalah seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

13 Oktober 2025   20:24 Diperbarui: 13 Oktober 2025   20:42 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

Dilthey menegaskan bahwa hermeneutika merupakan dasar metodologis bagi ilmu-ilmu kemanusiaan, yang berupaya memahami kehidupan manusia melalui interpretasi terhadap ekspresi pengalaman hidupnya, seperti karya seni, tulisan, simbol budaya, maupun tindakan sosial. Ia membedakan antara dua jenis ilmu: pertama, ilmu alam (Naturwissenschaften), yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui hukum kausalitas; dan kedua, ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften), yang bertujuan untuk memahami makna yang terkandung dalam pengalaman manusia. Hermeneutika menjadi alat epistemologis utama bagi ilmu kemanusiaan karena berfokus pada pemahaman makna, bukan sekadar pengukuran objektif.

Lebih lanjut, dalam pendekatan hermeneutika Dilthey, proses memahami melibatkan tiga dimensi yang saling berkaitan: Erlebnis (pengalaman hidup), Ausdruck (ekspresi), dan Verstehen (pemahaman).

1. Erlebnis mengacu pada pengalaman subjektif manusia terhadap kehidupan dan realitas yang dialaminya. Pengalaman ini tidak bersifat rasional semata, tetapi mencakup dimensi emosional, spiritual, dan historis yang membentuk cara manusia memahami dunia.

2. Ausdruck adalah bentuk perwujudan dari pengalaman tersebut dalam simbol, teks, tindakan, atau karya budaya. Setiap ekspresi manusia merupakan refleksi dari pengalaman batin dan konteks sosial yang melingkupinya.

3. Verstehen adalah proses penafsiran kembali oleh pembaca atau peneliti untuk memahami makna di balik ekspresi tersebut. Dalam tahap ini, penafsir tidak hanya berusaha memahami teks atau simbol secara literal, tetapi juga mencoba memasuki horizon makna yang melahirkan ekspresi itu, yaitu konteks sosial, historis, dan psikologis pengarang atau masyarakatnya.

Melalui tiga dimensi tersebut, Dilthey mengajarkan bahwa memahami bukan sekadar mengetahui "apa yang dikatakan teks," tetapi juga "mengapa teks itu muncul dan dalam konteks apa ia bermakna." Dengan demikian, hermeneutika Dilthey menempatkan sejarah dan pengalaman manusia sebagai kunci utama dalam memahami realitas sosial dan budaya.

Pendekatan hermeneutika Dilthey juga sangat relevan diterapkan dalam kajian teori akuntansi. Akuntansi pada dasarnya bukan sekadar sistem teknis pencatatan dan pelaporan keuangan, melainkan merupakan fenomena sosial yang sarat dengan nilai, budaya, dan konteks historis. Setiap kebijakan akuntansi, standar pelaporan, dan praktik pencatatan angka mencerminkan cara pandang manusia terhadap realitas ekonomi dan tanggung jawab sosialnya. Dengan perspektif hermeneutika, teori akuntansi dapat dilihat sebagai hasil interpretasi manusia terhadap realitas ekonomi yang kompleks, yaitu bagaimana individu, organisasi, dan masyarakat memahami, menafsirkan, serta mengekspresikan aktivitas ekonomi melalui simbol-simbol akuntansi seperti laporan keuangan, angka laba, dan neraca.

Dalam kerangka hermeneutika Dilthey, akuntansi tidak hanya menjelaskan fenomena ekonomi secara kuantitatif, tetapi juga mencerminkan pemahaman historis dan sosial dari masyarakat yang melahirkannya. Praktik akuntansi di suatu negara, misalnya tidak bisa dilepaskan dari nilai budaya, sistem hukum, agama, dan struktur sosial ekonomi masyarakat tersebut. Hal ini terlihat dalam perbedaan antara akuntansi Barat yang rasional dan individualistik dengan akuntansi Timur yang lebih berorientasi pada nilai kolektivitas dan moralitas.

Dengan demikian, hermeneutika memberikan landasan filosofis untuk memahami akuntansi sebagai fenomena yang hidup dan bermakna. Ia membuka ruang bagi pendekatan interpretatif dalam teori akuntansi, yang tidak hanya memandang angka sebagai data objektif, tetapi juga sebagai representasi dari makna sosial dan nilai etika yang dianut oleh pelaku ekonomi. Hermeneutika Dilthey menuntut agar para peneliti akuntansi memahami konteks historis, budaya, dan sosial di balik setiap praktik dan laporan keuangan, karena setiap angka yang tercatat adalah hasil dari konstruksi makna yang dilakukan manusia berdasarkan pengalaman dan pemahaman mereka terhadap dunia ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun