Mohon tunggu...
Devira Sari
Devira Sari Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Saya adalah Psikolog yang menyukai dunia tulis menulis dan Sastra. Tarot Reader. A Lifelong Learner. INFJ-A. Empath. Sagittarian.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sulthan

26 Juni 2021   10:00 Diperbarui: 27 Juni 2021   06:28 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Oh...jadi kamu sudah tahu siapa yang ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidupku?" melihatnya begitu tenang membuatku semakin frustrasi.

"Tentu saja aku tahu. Lelaki yang ditakdirkan untukmu adalah seorang lelaki baik yang punya tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan orang banyak. Kamu akan bertemu dengannya setelah kamu matang dan siap. Dia akan menyayangimu dan memperlakukanmu dengan sangat baik. Tapi waktunya lebih banyak habis untuk mengurusi pekerjaannya daripada untukmu. Kamu sangat menghormatinya dan kamu akan hidup bahagia bersamanya." Dia berbicara dengan lancar dan yakin. Ada jeda sejenak sebelum ia melanjutkan, "Hanya saja, kamu tidak akan pernah bisa mencintainya."

"Loh, kenapa?" keningku mengernyit mendengarkan skenario omong kosong itu.

"Kamu yang paling tahu jawabannya," matanya melembut dan berubah serius.

Hening merajai masa. Aku tak mampu mendeskripsikan apa yang sedang bekecamuk dalam dadaku. Kesal, frustrasi, segala macam emosi campur aduk. Aku benci kenyataan bahwa sampai saat ini aku masih tidak mampu membaca isi pikirannya.

 

"Kenapa bukan sama kamu saja?" kuberanikan diri untuk bertanya. Bertahun-tahun kami bersahabat, dia selalu menemaniku, menjagaku, menasehatiku, dan datang di saat aku membutuhkan. Hanya satu kalimat yang ingin aku dengar darinya.

"I'm not destined to be your husband. I am destined to be your guardian," dia mengakhiri perdebatan kami dan beranjak pergi dari ruangan itu.

Sekian tahun kemudian, aku bertemu dengan lelaki itu, persis seperti yang dideskripsikannya. Sahabatku, yang selalu berada di sisiku dan menjagaku selama ini, melepaskan genggaman tanganku untuk digenggam lelaki lain. Di hari pernikahanku, dia tampak sangat tampan dengan setelan formal dan rapi, tidak seperti gayanya di keseharian. Kulihat dia dari kejauhan, mata kami beradu dan dia tersenyum padaku. Senyum yang membuatku tidak nyaman. Jauh di lubuk hatiku, aku ingin dirinya lah yang berada di sampingku saat itu.

Kurasa kecerdasanku memang tidak cukup untuk memahami maksud semesta. Berita pagi itu benar-benar mengguncang hidupku. Dia pergi. Sahabatku, guardian-ku, meninggalkanku selama-lamanya. Seketika kurasakan robekan besar di jantungku namun sayangnya tak cukup parah untuk mencabut nyawaku. Sungguh, aku ingin meraungkan kemarahanku ke langit dan menghujat takdir atas segala kesedihanku.

Duniaku runtuh namun hidup terus berlanjut. Aku tak menyangka bisa sekuat ini dan dapat bertahan dengan luka hati yang begitu dalam. Si Aneh itu lagi-lagi benar. Aku sangat beruntung, suamiku orang baik yang menolong banyak orang dan punya perasaan tulus padaku. Menjadi istri seorang pejabat negara memang membutuhkan mental yang luar biasa kuat. Aku tak tahu apakah ini kerinduan mendalam ataukah ketergantungan. Aku memang sebodoh itu, tidak pernah tahu apa-apa. Dalam kegamanganku, batinku meronta memanggil-manggil namanya. Dan di sana lah dia, berdiri di hadapanku, dengan penampilannya yang santai dan tenang, seperti biasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun