Mohon tunggu...
Devi Meicylia
Devi Meicylia Mohon Tunggu... Guru - Peduli, seperti itulah kita bersikap

Jadilah manusia yang peduli, agar kau akan menemukan kesuksesan meskipun ditempat yang tak kau kenali (Devi Meicylia)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita Penuh Pilu (Part 3)

3 Juli 2020   05:29 Diperbarui: 3 Juli 2020   05:21 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Jika saja harus aku yang berkorban, akan kulakukan. Namun, jika suatu saat nanti aku memintamu untuk pergi. Maka pergilah, karena tidak seharusnya kau disini bersamaku. Jika itu perihal cinta, maka itu tentang aku dan kamu. Tapi jika berkorban hanya tentang aku, maka pergilah"

"Kenapa? Apa kau menyesali semua cinta itu?" tanya wanita itu lagi.
"Tidak, aku bahkan tidak menyesal sedikitpun. Mencintainya adalah bagian terindah dalam hidupku. Bahkan hanya dengan melihat senyumnya adalah hal termanis, Menurutku". Jawabku padanya sambil tersenyum.
Dari tatapan wanita itu, aku menyadari dia mulai ingin tahu segalanya. Dia mulai mengehela napas panjangnya lagi.
Akupun melanjutkan kisahku, kalimatku. Agar dia tak penasaran dan menujukkan wajah seperti itu lagi.
"Memang benar, seiring dengan berjalannya waktu semua akan membuktikan kuat lemahnya cinta yang dibangun. Tapi dengan seiring berjalannya waktu pula, kita akan menyadari bahwa peduli tentang diri sendiri juga penting dari sebuah hubungan yang dijalani oleh setiap pasangan. Kita memang harus berkorban dalam sebuah hubungan, tapi kita tidak sendiri. Kita bersama, ada aku dan kamu. Aku berkorban, dan kamupun berkorban. Itulah hubungan yang harusnya dijalani. Bukankah begitu?" kataku pada wanita itu.
Wanita itu mulai termenung. Tapi kali ini aku melihat ada ketenangan dimatanya. Iya, dia mulai tenang.
"Lalu, pilihan apa yang kau buat? Apa kau mengakhiri kisahmu?" tanya wanita itu padaku.
Aku mulai bahagia mendengar pertanyaan itu darinya. Dia akhirnya tenang. Terlihat jelas dari raut wajah putihnya. Bahkan wajahnya mulai terlihat bersinar menunjukkan ketenangan disana. Tangis yang tadinya ingin pecah, sudah tak terlihat lagi.
"Aku tidak mengakhiri hubungan itu. Hanya saja Jika dia memintaku untuk menunggu, akupun harus melakukan hal yang sama. Memintanya menunggu. Jika dia menolak, akupun akan melakukan hal yang sama. Jika dia egois, akupun harus begitu. Bahkan jika dia ingin pergi, akupun harus mengikhlaskan. Karena itulah cinta menurutku, harusnya mendapatkan takaran yang sama, karena di dunia ini ada banyak hal yang membuat kita bahagia. Kita memang akan dirundung oleh begitu banyak kesedihan ketika cinta itu harus kita akhiri, tapi percayalah kita akan baik-baik saja jika percaya cinta harusnya mendapatkan hak yang sama dalam sebuah hubungan." kataku padanya
"Bagaimana jika aku benar-benar tidak akan bisa melakukan semua itu? Maksudku melupakannya. Bagaimana jika aku akan menghabiskan seumur hidupku untuk melupakannya?" Tanya wanita itu dengan wajah yang mulai sendu.

Melihat wajah seperti itu lagi, ingatanku tentang sosok diriku dua tahun lalu mulai membayangi. Akupun mulai menenangkannya, "Kau tahu, dulu aku pernah berkata seperti ini pada sosok pria yang kucintai, "Masih banyak hal yang sedang aku perjuangkan. Setelah semua benar-benar selesai, tanya aku lagi. Namun, jika hal yang kau tanyakan, "Kapan?" Aku hanya akan menjawab, jika semua benar-benar selesai. Tapi jika lelah, jenuh, tidak. Lebih tepatnya menyerah silahkan pergi. Akupun hanya akan mengikhlaskan, dengan kalimat, "Aku egois, lebih dari dirimu" Itu saja." Kataku pada wanita itu.
Dia mengangkat wajahnya, dengan pertanyaan yang cukup membuatku bergetar, "Apa dia bertahan?"
"Tidak, dia pergi". Ucapku pada wanita itu.
"Aku tahu saat itu aku benar-benar sedih. Aku berfikir seolah dunia akan runtuh dengan sendirinya. Tapi aku menyadari satu hal, yang kami miliki bukan cinta. Entah aku atau dia, dua-duanya menyerah. Aku menghabiskan begitu banyak waktu  untuk melupakannya, tapi sekarang aku benar baik-baik saja. Itupun bisa belaku untukmu. Mungkin kau akan lebih butuh banyak waktu untuk melupakannya, tapi kau juga tak tahu, mungkin kau hanya perlu sedikit waktu untuk melupakannya". Jawabku sambil tersenyum.

Gorontalo, 03 Juli 2020
Devi Meicylia UKarim

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun