Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

[KOTEKAtrip Cirebon] Menyusuri Keharuman Sejarah Masa Lalu

22 Juni 2017   23:03 Diperbarui: 2 Juli 2017   09:46 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mande Semar Tinandu ialah bangunan ketiga yang berada di komplek Siti Inggil, bangunan ini merupakan tempat para penasehat Sultan mengambil tempat duduk, kala menyaksikan upacara atau apel prajurit. Pada bangunan ini hanya terdapat dua tiang, dua tiang inilah yang melambangkan dari 2 kalimat syahadat.

Mande Keraseman/ dethazyo
Mande Keraseman/ dethazyo
Bangunan keempat (Mande Pengiring)dan kelima (Mande Karaseman), masing-masing memiliki fungsi sebagai tempat para pengiring Sultan. Hal yang menarik terletak pada Mande Karaseman, dari bangunan inilah sampai sekarang masih digunakan untuk membunyikan gamelan sekaten (gong sekati). Hebatnya, Gamelan ini hanya dibunyikan 2 kali dalam setahun, masing-masing pada Idul Fitri dan Idul Adha.

Lingga dan yoni sebagai lambang kesuburan/ dethazyo
Lingga dan yoni sebagai lambang kesuburan/ dethazyo
Namun, sebelum benar-benar meninggalkan area Siti Inggil, tugu batu yang berasal dari budaya hindu, Lingga yoni turut hadir ditempat tersebut. Lingga (laki-laki) dan yoni (Perempuan) memang terkenal sebagai lambang dari kesuburan, biasanya banyak terlihat di candi-candi peninggalan Hindu, tetapi untuk disebuah keraton islam peninggalan tersebut tentu sangat menarik.

Tempat yang paling berkesan lainnya di area keraton, ialah taman Dewandaru. Bukan karena filosofi melingkar yang membawa artian sebagai sebuah pengingat pada umat manusia agar selalu mencari mereka yang tertinggal dikegelapan lalu membawa mereka ke arah jalan yang terang, atau jalan yang diberkahi oleh Allah Swt. Tetapi karena terdapat dua buah patung macam putih (lambang dari Padjajaran) serta diapit dengan sepasang meriam (Ki Santomo & Nyi Santoni). Tak pelak, hal tersebut langsung diabadikan oleh lensa kamera karena sangking indahnya, apalagi udara saat itu terhitung tak terlalu panas.

Macan Putih (Lambang dari Padjajaran)/ dethazyo
Macan Putih (Lambang dari Padjajaran)/ dethazyo
salah satu meriam dengan nama nyi santoni/ dethazyo
salah satu meriam dengan nama nyi santoni/ dethazyo
bangsal keraton dengan gapuranya/ dethazyo
bangsal keraton dengan gapuranya/ dethazyo
Terakhir dan menjadi akhir dari kisah berkunjung ke Keraton Kasepuhan, tak lain berkunjung ke bangsal keraton. Namun, dikarenakan adanya suatu acara Kasultanan. Maka penjelajahan hanya sampai Kutagara Wedaran, gapura yang memiliki corak khas cirebon, yang dipadu dengan ukiran wedasan, dan bagian atas dengan ukiran mega mendung. Setelah melihat-lihat gapura tersebut. Sepintas hati langsung menerka-nerka arti yang ternyata menyiratkan sebuah maksud agar menjadi pemimpin yang kuat dan mengayomi.

Waktu yang tersisa tak terlalu banyak, membuat kami segera bergegas meninggalkan keraton Kasepuhan siang itu juga. Maklum, lagi berpuasa, takutnya tenaga yang tersisa tak terlalu banyak sehingga tepat sebelum momen berbuka puasa semuanya sudah lemas alias capek. Jadi kami segera melangkah ke Keraton Kanoman.


Keraton Kanoman, Kecil namun Bernilai Historis

di dalam pendopo jinem/ dethazyo
di dalam pendopo jinem/ dethazyo
Meski keraton Kanoman tak semegah Keraton Kesepuhan. Ramahnya penjaga Keraton yang mendampingi membuat kami nyaman berkunjung di Keraton yang dibangun pada tahun 1580 oleh Sultan Badruddin yang masih bersaudara dengan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten. Kenyamanan tersebut membuat kami menyerap tiap penjelasan baik dari segi historis hingga apa saja keunikan yang terdapat dalam Keraton Kanoman.

Jarak yang dekat, membuat saya dan beberapa kawan menggunakan becak sebagai salah satu tranportasi yang membawa saya dari Keraton Kasepuhan menuju Keraton Kanoman. Becak yang ditunggangi relatif berbeda dengan becak lainnya yang ada di Indonesia. Becak disini ukuranya kecil-kecil, hanya muat 2 orang saja, itupun hanya yang berbadan kurus-kurus, namun kalau untuk orang yang bertubuh lebih subur, rasanya hanya dirinya lah yang dapat naik sendirian diatas becak.

menerjang panasnya cirebon dengan becak/ dethazyo
menerjang panasnya cirebon dengan becak/ dethazyo
Menerjang panasnya kota Cirebon, diri yang sedari awal berpuasa merasa semangat lagi, kala tujuan mengetahui tujuan berikutnya ialah Keraton kanoman. Betapa tidak, ketiadaan referensi yang memadai, membuat keinginan mendatangi langsung Keraton untuk mencari tahu langsung merupakan opsi yang tepat.

Setelah menembus jalanan, menembus pasar, menembus terik matahari. Akhirnya diri-pun sampai. Belum sempat turun dari becak. Penjaga keraton langsung menghampiri dengan mengajak kami semua untuk beristirahat sejenak di ruang tunggu Bangsal Keraton bernama Pendopo jinem. Di tempat tersebut, kami langsung disuguhkan cerita awal mula terbentuknya Keraton Kanoman dengan segala intrik-intriknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun