Perempuan itu menggugu. Meremas-remas lututnya.
“Kaki ini merenggut nyawanya. Dia menyukai gerakan memutarku, seperti ini….”
Sabrina menggerakkan tubuhnya. Merentangkan tangan, mengangkat salah satu kakinya, melompat, memutar. Ia melakukannya berulang kali, menghalau titik-titik hujan, dengan mata yang tak henti menatapku.
Ia terus memutar tubuhnya. Melompat. Aku menjadi khawatir. Tarian itu dilakukannya dengan bertelanjang kaki, yang mulai berdarah di setiap ujungnya.
“Berhenti, Sabrina!”
Aku memeluknya. Membiarkan dirinya mengurai rasa bersalah pada bahuku. Ia menangis sejadi-jadinya, seperti anak kecil yang kehilangan boneka kesayangannya.
“Sudah saatnya kau melepas masa lalu.”
“Aku tak bisa lakukan itu.”
“Tak bisakah aku menggatikannya?”
Sabrina melepaskan pelukanku. Menatapku.
“Kau telah menarikku ke masa lalu! Kau mengacaukan hidupku!”