Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Mata Sabrina

22 Februari 2017   11:12 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:30 3129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bagaimana jika kita membuka kelas tari bersama dan kau mengajariku balet?”

Sabrina berdiri membelakangiku. Tubuhnya dibasahi hujan.

“Apa katamu? Kita? Kau pikir, kau ini siapa?”

“Aku memang bukan siapa-siapa tanpamu, Sabrina.”

Perempuan itu membalik tubuhnya, mendekatiku, menampar.

Plak!

“Kau tak berhak bicara seperti itu!”

“Apa laki-laki yang sudah mati masih berhak memilikimu?”

“Mulutmu lancang sekali!”

Sabrina berlari meninggalkan pekuburan, meninggalkanku. Aku mengikutinya, berusaha menghapus jejak pedihnya. Tubuh kurus yang kurindukan terduduk di bangku taman di bawah pohon. Hujan membuat bibirnya sedikit pucat.

“Dulu di tempat ini, kami pasti sudah berciuman jika hujan tak turun. Dia melamarku. Aku masih ingat bagaimana kami memutuskan untuk merajut masa depan bersama.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun