Mohon tunggu...
Deo pastika
Deo pastika Mohon Tunggu... Mahasiswa

Salah satu mahasiswa di universitas Sriwijaya, Palembang Sumatera Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lunturnya Rasa Malu di Era Facebook Pro

12 Oktober 2025   06:16 Diperbarui: 12 Oktober 2025   06:19 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibatnya, rasa malu yang seharusnya menjadi pengingat moral, kini justru dianggap penghalang menuju “kesuksesan digital.”

Konten Sensasional, Uang Mengalir

Jenis konten yang paling laris di Facebook Pro biasanya yang menarik emosi penonton — seperti pertengkaran, pamer harta, prank berlebihan, hingga aksi tak senonoh di ruang publik.
Konten seperti ini menimbulkan rasa penasaran dan komentar ramai, meski jelas melanggar norma kesopanan. Ironisnya, semakin parah perilaku yang ditampilkan, semakin tinggi jumlah penontonnya.

Salah satu contoh nyata terjadi pada Grup Facebook “Fantasi Sedarah” yang sempat viral pada tahun 2024. Grup tersebut menyebarkan konten asusila dan eksploitasi anak, bahkan menjual konten kepada anggota lain. Setelah viral, polisi menangkap adminnya dan Kominfo memblokir grup tersebut.
Kasus ini membuktikan bahwa rasa malu kini bisa dikalahkan oleh motif ekonomi dan ketenaran semu.

Dampak bagi Individu dan Keluarga

Bagi pembuat konten, kebiasaan mencari perhatian dengan cara ekstrem dapat menimbulkan "krisis identitas. Mereka kehilangan batas antara kenyataan dan sandiwara. Saat popularitas meredup, banyak yang merasa tertekan dan kehilangan jati diri.

Di lingkungan keluarga, tindakan seperti ini sering menimbulkan aib dan konflik. Orang tua atau anak-anak bisa ikut menanggung malu akibat ulah anggota keluarganya yang tampil tidak pantas di media sosial.
Lebih parah lagi, dalam kasus seperti Grup Fantasi Sedarah, banyak korban anak-anak kehilangan privasi dan martabat karena dijadikan bahan tontonan.

Dampak Sosial: Bergesernya Nilai dan Empati

Fenomena hilangnya rasa malu ini juga berdampak luas pada masyarakat. Nilai-nilai seperti sopan santun, empati, dan saling menghargai mulai terkikis. Hal yang dulu dianggap salah kini dianggap lumrah, asal bisa menghibur atau mengundang perhatian.

Masyarakat pun cenderung lebih individualistis. Ukuran keberhasilan bukan lagi kebaikan hati, melainkan jumlah penonton, pengikut, dan pemasukan. Hubungan sosial menjadi dangkal karena orang lebih fokus mencari pengakuan di dunia maya daripada menjaga hubungan nyata.

Tanggung Jawab Bersama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun