Mohon tunggu...
Denny Yan Fauzi Nasution
Denny Yan Fauzi Nasution Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Yang selalu berusaha bisa bersyukur atas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Wiji Thukul di TVRI

18 Juni 2020   20:35 Diperbarui: 19 Juni 2020   17:40 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan kata lain, hanya yang pernah mengenal pribadinya dari dekat bisa menulis tentang seseorang atau percuma menulis untuk membahas seseorang yang hanya dikenal melalui karya tulisnya. 

Pendapat lain mengatakan untuk menulis tentang seseorang tidak perlu mengenal orangnya secara pribadi, tetapi karyanyalah yang menjadi lahan yang harus digarap dan dinilai karena orangnya menjelma seutuhnya di dalam karyanya. (Dhakidae, 2015: 49).

Saya tak mengenal Wiji Thukul selain dari buku “Nyanyian Akar Rumput. Kumpulan Lengkap Puisi Wiji Thukul” (2015), dan sebuah buku lain “Wiji Thukul, Teka-Teki Orang Hilang” (2016). 

Ada 171 puisi yang dikumpulkan dalam buku “Nyanyian Akar Rumput” (NAR). Sebuah tulisan pendek dari Wiji Thukul disertakan sebagai semacam pengantar penulis. 

“Penyair haruslah berjiwa ‘bebas dan aktif’, bebas dalam mencari kebenaran dan aktif mempertanyakan kembali kebenaran yang pernah diyakininya,” begitu Wiji membuka pengantarnya.

Kalimat pembuka ini saya tafsirkan sebagai kredo proses kreatif kepenyairan Wiji Thukul. Kredo ini kemudian menegaskan gambaran pada dirinya yang bebas dan aktif sebagai seniman dan aktivis yang berani berpikir merdeka dan jujur mengungkap realitas yang dihidupinya. 

Di akhir pengantarnya, Thukul menulis, “dalam penciptaan puisi sesungguhnya penyair hanya tergantung kepada diri sendiri, mungkin kritikus ada juga fungsinya, tetapi kritikus nomor empat urutannya. Pokoknya persis seperti ketika coblosan pemilu itulah. Kita berdiri di depan gambar kontestan dan bebas sepenuhnya memilih mana yang kita pilih, tidak ditekan, tidak tertekan, tidak dipilihkan, tapi memilih sendiri.”

Puisi-puisi Thukul ditulis dengan semangat seperti itu, yang seringkali tanpa tedeng aling-aling membongkar kebobrokan rezim penguasa, yang kerap menuding langsung sistem bernegara yang tidak adil dan menjauh dari persoalan-persoalan masyarakat.

Puisi “ucapkan kata-katamu” (tanpa tahun) barangkali bisa memberi petunjuk sikap kepenyairan dan sikap hidup yang dipilih Wiji Thukul.

ucapkan kata-katamu

jika kau tak sanggup lagi bertanya
kau akan ditenggelamkan keputusan-keputusan
jika kautahan kata-katamu
mulutmu tak bisa mengucapkan
apa maumu terampas
kau akan diperlakukan seperti batu
dibuang, dipungut
atau dicabut seperti rumput
atau menganga
diisi apa saja menerima
tak bisa ambil bagian
jika kau tak berani lagi bertanya
kita akan jadi korban keputusan-keputusan
jangan kau penjarakan ucapanmu
jika kau menghamba pada ketakutan
kita akan memperpanjang barisan perbudakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun