Seiring perkembangan jaman, urusan perawatan bayi kini juga sudah modern. Terutama bagi mereka yang tinggalnya di daerah perkotaan.Â
Membawa buah hati ke spa bayi, salon bayi, rumah vaksin dan lain-lain sudah bukan hal aneh lagi. Lalu bagaimana dengan nasib tukang urut bayi tradisional dengan adanya pergeseran tersebut?
"Di sini tukang urut bayi di mana ya?" tanya seorang ibu.Â
"Kenapa bayinya, Bu?" tanya ibu yang lain.Â
Baca juga: Tukang Urut Bayi dan Awak Kesel Dibutuhkan Masyarakat
"Rewel terus. Enggak mau tidur. Sudah ke dokter tapi enggak kenapa-napa kata dokternya. Saya ingat kata-kata almarhumah ibu. Sesekali bayi harus diurut. Biar badannya enggak sakit. Apalagi kalau bayinya tidak bisa diam. Takutnya kecengklak (keseleo)."
Percakapan di posyandu mengingatkan saya dengan kebiasaan ibu yang rutin membawa adik-adik saat bayi ke tukang urut. Begitu juga saat memiliki cucu. Hal yang sama ibu lakukan.Â
"Keberadaan tukang urut bayi saat ini tak sebanyak dulu. Tak adanya regenerasi."
"Tidak semua hal bisa diatasi secara medis, tukang urut bayi tradisional itu bukan asal-asalan. Dia punya ilmunya juga yang tidak semua orang bisa," dalih ibu.Â
Dan saya meyakini itu sebagai bagian dari upaya-upaya kita dalam mencari kesembuhan. Tidak berhasil di sini berarti coba di tempat lain.Â
Baca juga: Derita Tukang Pijat dan Konsumen Pijat di Masa Pandemi