Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Aku Bukan Anak Emak Lagi

10 Oktober 2021   10:25 Diperbarui: 10 Oktober 2021   10:28 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dosa tak pernah aku hiraukan lagi. Aku dapat memberikan kepuasan nafsu laki-laki dan aku berpikir itu tidak termasuk dosa malah sebuah amal kebaikan. Tidak tahu gemerlap kota Jakarta telah mengantarku menjadi seorang perempuan yang memakai pemikiran modern. Keluar masuk hotel. Dan bisa membandingkan gemerlapnya bintang malam hari dengan lampu-lampu jalan yang remang-remang mematikan perasaanku akan sebuah dosa.

"Namaku Tating." Di lain waktu aku mengenalkan diriku pada seorang pengunjung kafe.

"Cantik sekali kamu, aku ingin menjilat betismu yang mulus itu" sambil menjulurkan lidahnya pada telingaku.

"Aku Alfian, senang bisa melihat gadis secantik kamu." Lanjutnya.

Akhirnya, aku dan dia menjadi pengunjung di salah satu hotel ternama di Jakarta. Tanpa basa-basi. Aku melayani Alfian semalaman agar dia mendapat kepuasan. Pagi mengocak hari dengan mentarinya. Aku masih tertidur pulas di sela-sela selimut tebal. Tubuhku telanjang bulat dengan keringat yang kubasuh dengan dinginnya ruangan kamar itu. Keberadaanku seperti pemain film kamasutra yang menebar seks di dalamnya. Alangkah menangisnya emak jika mengetahui keadaanku sekarang ini. Mungkin emak tidak akan mengakui Tating sebagai anaknya lagi. Emak tidak akan memaafkanku akan tindakan bodoh yang kulakukan. Aku telah melanggarnya.

Sudah hampir setahun aku menjajaki pekerjaan di Jakarta. Setiap bulan tetap aku mengirimi uang ke kampungku untuk keluarga. Pernah aku pulang ke desaku satu kali, saat lebaran tahun lalu. Aku membohongi emak. Aku berpenampilan bak seorang gadis desa, yang pasti ada sedikit perubahan dalam cara aku berdandan. Tapi semua itu tidak membuat keluargaku curiga, bahkan emak menganggapku menjadi perempuan baik dan masih menjaga kehormatannya. Aku tak pelak menghadapi omongan dan nasehat emak.

"Ting, syukurlah kamu dapat menjaga diri dan teruslah bertahan sampai kamu mendapatkan jodoh" Pesan emak terlihat meneteskan airmatanya di saat aku akan berpamitan lagi ke kota.

Tak ayal aku tetap saja memperlakukan diri ini tak berharga. Lalu aku harus mensucikan diri sekarang. Terlanjur dalam pikirku. Olih yang menjadi bossku dan sekaligus pacarku yang dihiasi cinta dengan nafsu menjadi salah seorang laki-laki yang aku ceritakan pada keluargaku. Aku tersenyum dengan kebohongan itu. Lekas ku berlalu meninggalkan kampung itu untuk menuai uang yang ditanam dari keringat nafsu laki-laki yang meniduriku. O, apa aku tetap Tating anak emak?

Menyeburkan diri ini ke dalam kolam yang berair kenistaan. Lumpur yang hitam. Terjerembab ke dalam jurang kemaksiatan. Meneguk segelas air putih yang ditawarkan Olih padaku.

"Sepertinya kamu cemas, kenapa?" Sesaat menyodorkan kembali tissu putih karena melihat airmataku mulai melumer dilekukan pipiku.

"Aku berdosa, aku akan berhenti dari pekerjaan nista ini" Tak terasa butir bening jatuh menetes di atas pahaku yang dari tadi kedinginan karena aku memakai rok mini yang sangat minim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun