Mohon tunggu...
DENI HARYADI
DENI HARYADI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi

NIM : 55522120022 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi Perpajakan | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 05: Diskursus Struktur Fabula dan Plot Kebijakan Pemeriksaan Pajak

2 Mei 2024   16:51 Diperbarui: 2 Mei 2024   16:58 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memberikan peran penting bagi kehidupan Negara. Pengertian Pajak menurut Undang -- Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara perpajakan pasal 1 ayat 1 adalah Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang -- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar -- besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Soemitro (2014) ialah "Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum."Dengan pentingnya peran pajak bagi kehidupan negara, maka diperlukan peran serta masyarakat dalam memenuhi kewajiban di bidang perpajakan yang diwujudkan dengan self assessment system. Self assessment system merupakan sistem pemungutan yang memberikan kewenangan penuh kepada WP untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Kewajiban yang harus dilakukan yaitu menyampaikan SPT dengan benar dan tepat waktu, baik tahunan ataupun massa (Kurniati, M, & Saifi, 2016).

Berbicara tentang perpajakan, negara Indonesia mengenal istilah Self Assessment. Dimana berarti dalam hal pemungutan pajak, seorang wajib pajak akan menghitung dan menentukan sendiri jumlah pajak terutang pada setiap tahunnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Self assessment system yang diterapkan di Indonesia dapat membuka celah bagi Wajib Pajak untuk melaporkan jumlah pajak terutangnya tidak sesuai kenyataan.Direktorat Jenderal Pajak berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak baik melalui pengawasan administratif maupun melalui pemeriksaan pajak."Pemeriksaan pajak adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi data, dokumen, dan bukti-bukti secara objektif mengenai fakta -fakta tentang berbagai tindakan dan kejadian di kegiatan usaha Wajib Pajak" (Halim,2001).

Perpajakan di Indonesia menggunakan sistem self assessment dalam pemungutannya. Sistem self assestment memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang melalui Surat Pemberitahuan (SPT) ke Direktur Jenderal Pajak. Self assessment system adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam system ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang pepajakan yang berlaku, serta menyadari arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri pajak yang terutang, memperhitungakan sendiri pajak yang terutang, melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, mempertanggung jawabkan pajak yang terutang.

Sistem self assessment membutuhkan voluntary compliance, karena itu peran aktif Wajib Pajak dibutuhkan dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Konsekuensi diterapkannya sistem self assessment adalah dibutuhkan suatu sarana untuk dapat menguji kebenaran Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak. pengujian kebenaran SPT Tahunan diperlukan karena untuk kepastian hukum, SPT dianggap benar sepanjang tidak ada data dan/atau keterangan lainnya yang menyatakan bahwa SPT tersebut tidak benar. Salah satu sarana yang dapat digunakan Direktur Jenderal Pajak dalam menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan adalah melalui pemeriksaan pajak.

Untuk menjalankan proses pemeriksaan pajak diperlukan Kebijakan pemeriksaan yang dimana kebijakan pemeriksaan menjadi penyempurnaan proses pemeriksaan pajak dan tata tertib administrasi pemeriksaan. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesionalisme berdasrkan suatu sumber pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Tansuria, 2010: 255).

Proses pelaksanaan administrasi kebijakan  perpajakan di negeri ini terdiri dari proses -- proses bisnis yang lebih kecil dibawahnya, salah satunya adalah proses bisnis kebijakan  pemeriksaan. Sesuai dengan surat edaran dirjen pajak nomor SE-15/PJ/2018, proses bisnis kebijakan pemeriksaan adalah suatu rangkaian prosedur kegiatan pemeriksaan pajak yang terdiri dari tiga komponen utama, yakni:

  • Proses pemilihan Wajib Pajak yang diperiksa yang dilakukan secara objektif, transparan dan dapat diandalkan;
  • Optimalisasi kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) Pemeriksa Pajak sebagai pelaksana kegiatan pemeriksaan; dan
  • Perbaikan terus-menerus atas peraturan perpajakan di bidang pemeriksaan.

Untuk menjalankan 3 komponen proses bisnis pemeriksaan tersebut, maka dilakukanlah revitalisasi proses bisnis pemeriksaan di lingkungan DJP sejalan dengan arah reformasi perpajakan yang juga sedang dilakukan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pemeriksaan sehingga pemeriksaan pajak yang dilakukan mampu untuk mendorong pertumbuhan penerimaan pajak dan peningkatan kepatuhan wajib pajak yang berkelanjutan, mencegah praktik penghindaran pajak, serta demi mencapai pemeriksaan pajak yang efektif kriterianya antara lain : 

  • Pemeriksaan pajak dapat selesai dan pencairan pajak dari hasil pemeriksaan pajak optimal. Hal ini berarti bagaimana mengurangi tunggakan proses pemeriksaan pajak supaya pemeriksaan pajak di tahun berjalan dan tahun berikutnya dapat berjalan lebih optimal. Hal ini berarti juga bahwa pemeriksaan harus diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana mestinya, dan penyelesaian tersebut ditandai dengan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) selesai dilaksanakan serta dibuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) ataupun LHP sumir.
  • Minimalnya upaya hukum yang diajukan oleh wajib pajak. Upaya hukum yang dilakukan wajib pajak biasanya timbul dari adanya sengketa pajak atas sebuah produk hukum berupa ketetapan pajak yang diterbitkan oleh DJP. Untuk meminimalkan upaya hukum yang dilakukan wajib pajak, maka ketetapan pajak harus dapat diandalkan dan mampu membuat wajib pajak menerima dan membayar ketetapan pajak tersebut. Dan untuk menerbitkan ketetapan pajak yang dapat diandalkan, maka kualitas pemeriksaan pajak yang dilakukan harus terus ditingkatkan.
  • Terkendalinya restitusi pajak. Pengendalian restitusi pajak ini dilakukan dengan cara mengoptimalkan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana

 

  • disebutkan pada pasal 17C dan 17D UU KUP, serta pasal 9 ayat (4c) UU PPN. Optimalisasi ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan post-audit terhadap wajib pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan sesuai kriteria yang ditetapkan, serta mengalokasikan pemeriksa pajak untuk melakukan pemeriksaan restitusi selain post-audit sebagaimana disebut diatas.
  • Terciptanya kepatuhan berkelanjutan. Tentu saja, dilakukannya berbagai proses bisnis dalam administrasi perpajakan bertujuan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan berkelanjutan menjadi tanda dari pemeriksaan pajak yang efektif, karena wajib pajak tak hanya patuh sesaat setelah dilakukannya pemeriksaan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun