Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

China dan Peran Negara-Negara Islam dalam Perundingan Damai Arab Saudi dan Iran

1 Mei 2023   14:05 Diperbarui: 1 Mei 2023   14:08 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: CNN Indonesia

Ketika masyarakat Indonesia kaget, marah sekaligus tertawa mengejek melihat flexing keluarga pejabat di medsos, dunia dikejutkan dengan perjanjian Beijing pada Jumat 10 Maret lalu.

Ditengahi diplomat China senior, Wang Yi, Alim Shamkhani yang menjabat sebagai Mentri Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran bertemu dengan Musaad bin Mohammed Al-Aiban. Penasehat Keamanan Nasional Arab Saudi.

Setelah saling memutuskan hubungan diplomatik sejak tahun 2016 dan memicu ketegangan di kawasan Timur Tengah, kedua wakil negara berpengaruh di dunia Arab dan Islam itu sepakat berdamai. Keduanya akan kembali membangun kedutaan besar di negaranya masing-masing dalam dua bulan kedepan.

Baca juga;

Dir'iyyah dan Gap Imajinasi Muslim Indonesia

Sekitar sebelas hari setelah perjanjian damai tersebut (20/03) dikabarkan bahwa Raja Salman mengundang Presiden Iran, Ebrahim Raisi, ke Riyadh.

Bagi masyarakat Arab Saudi juga dalam kepemeritahan di negeri ini, bila sesuatu melibatkan Raja berarti hal itu menjadi perhatian sangat serius. Perdamaian dengan Iran adalah titah raja.

Maha pentingnya urusan perdamaian ini juga bisa dilihat dari kronologis aktivitas Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed Bin Salman (MBS). Orang kedua setelah Raja Salman.

Baca juga;

Pajak di Arab Saudi dan Jembatan Penyebrangan di Riyadh, Melihat Arab Saudi Yang Bertransformasi - Bagian 3 

Bahwa hanya sekitar 48 jam setelah perjanjian damai ditanda tangani, MBS launching Riyadh Air. Maskapai baru Arab Saudi yang direncanakan menyusul Etihad, Qatar Airways dan Emirates menjadi raja baru dunia penerbangan komersil.

Seolah perjanjian damai dengan Iran langsung dalam kontrol Raja Salman. Sementara MBS tetap fokus mengatur perjalanan baru Arab Saudi.

Karena mediator perjanjian damai ini adalah China, banyak kalangan menyindir. Bahwa pada akhirnya negara berbasis Agama seperti Arab Saudi dan Iran bisa berdamai karena peran China. Negara komuniks yang tidak begitu peduli terhadap agama.

Baca juga;

Pajak di Arab Saudi dan Jembatan Penyebrangan di Riyadh, Melihat Arab Saudi Yang Bertransformasi - Bagian 2

Selain itu, peran China ini juga menjadi bahan cibiran bagi negara-negara Islam. Mempertanyakan peran mereka dalam konflik serius antara Iran dan Arab Saudi.

Cibiran dan pertanyaan yang tidak keliru. Karena faktanya China menjadi menjadi tuan rumah dan mediator damai bagi keduanya.

Tetapi juga pandangan yang tidak sepenuhnya benar. Karena prakarsa China bukan berarti menegasikan peran dunia Islam dalam perjanjian damai ini.

Baca juga;

Pajak di Arab Saudi dan Jembatan Penyebrangan di Riyadh, Melihat Arab Saudi Yang Bertransformasi - Bagian 1 

Bila kita membaca Joint Press Statement China, Arab Saudi dan Iran, disana dinyatakan secara eksplisit ucapan terima kasih kepada Oman dan Irak. Karena kedua negara tersebut sudah memprakarsai beberapa kali pertemuan sepanjang tahun 2021-2022 untuk mendamaikan keduanya.

"The Saudi and Iranian sides expressed their appreciation and gratitude to the Republic of Iraq and the Sultanate of Oman for hosting rounds of dialogue that took place between both sides during the years 2021-2022."

Begitulah pernyataan pers mengenai peran Irak dan Oman sepanjang tahun 2021-2022. Sementara President China, Xi Jinping, menurut Arab News baru tertarik menjadi mediator ketika berkunjung ke Saudi pada akhir Desember lalu.

Baca juga

Air Mineral Di Masjid Arab Saudi, Absurdnya Lupa Puasa Dan Minum Didalam Masjid di Siang Hari Bulan Ramadhan 

Secara geographis, Irak bukan hanya berbatasan dengan Arab Saudi tetapi juga dengan Iran. Negara yang remuk gara-gara hoax senjata biologis yang disebar Amerika dan Inggris ini, ada diantara dua negara yang sedang bertikai.

Begitu juga Oman. Negara kecil ini bukan hanya berbatasan dengan Arab Saudi, tetapi juga tetangga Yaman. Negara yang sebagiannya berada dibawah kekuasaan Houthi dan didukung Iran untuk melakukan konfrontasi senjata terhadap Arab Saudi.

Terlebih bila kita melihat keumuman perjanjian internasional. Bahwa sebuah kesepakatan internasional membutuhkan beberapa kali pertemuan. Bukan satu dua pertemuan.

Baca juga;

Ragam Bahasa Arab Dalam Keseharian Masyarakat Arab Saudi, Kisah Lucu Negosiasi Dengan Supir Taksi di Riyadh!

Karenanya pertemuan di Beijing bisa dilihat sebagai pertemuan puncak dari rangkaian pertemuan damai yang sudah dirangkai sebelumnya. Perjanjian damai di Beijing bukanlah perjanjian tiba-tiba tanpa prakarsa sebelumnya.

Apalagi bila melihat dalam konfrensi-konfrensi OKI  (Organisasi Kerjasama Islam). Disebutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Iran sudah mengisi kembali kursinya. Setelah sebelumnya kosong karena pertikaiannya dengan Arab Saudi. Artinya, jalan untuk perjanjian sudah dirintis sebelumnya.

Bila Beijing adalah tempat pertemuan puncak, maka hal yang menarik adalah melihat alasan China sebagai mediator. Selain dari keaktifan Presiden Xi Jinping.

Baca juga;

Meski Ukurannya Besar, Tidak Semua Masjid di Arab Saudi Bisa Digunakan untuk Sholat Jumat, Kenali 2 Ciri Ini! 

Pilihan China sebagai tempat pertemuan puncak damai sepertinya berkaitan dengan konstelasi global. Dibutuhkan satu negara super power penyokong supaya kesepakatan ini berjalan dan tidak ada yang mengganggu.

Merusak kesepakatan damai Iran dan Arab Saudi yang disokong China, sama saja dengan merusak China yang memprakarsai perjanjian damai ini.

Sementara saat ini setidaknya ada tiga negara yang ditenggarai merupakan kekuatan dominan. Russia, Amerika Serikat, dan China.

Baca juga;

Memahami Ayat dan Hadis Anti Perbudakan Melalui Dinamika Ketenagakerjaan Arab Saudi Terkini 

Meminta Russia menjadi pemrakarsa damai jelas absurd. Meski Iran dekat dengan Russia dan MBS sudah mulai membangun dengan Putin, perang Russia -- Ukraina adalah penghalang mendudukan Russia sebagai juru damai.

Terlebih dengan Amerika. Negara ini bukan sudah menghancurkan Irak yang menjadi pemrakarsa damai, tetapi juga musuh besar Iran. Amerika adalah negara yang tidak pernah bosan memboikot Iran.

Gayung bersambut dengan MBS. Selain mengatakan dengan lantang bahwa negara-negara Barat lah yang menjadi dalang penyebaran "Wahabisme" pada 2018 lalu, MBS juga mempunyai hubungan buruk dengan Joe Bidden. Presiden Amerika sekarang.

Baca juga;

Kenapa Masyarakat Arab Saudi Suka Memakai Baju Berwarna Putih 

China pada akhirnya menjadi pilihan paling sesuai untuk didorong menjadi pemrakarsa. Karena tidak mempunyai resistens. Baik bagi kedua negara yang sedang bertikai, maupun bagi para pemrakarsa.

Hal yang tidak kurang penting adalah apa yang diungkap Faisal J. Abbas dalam kolom Arab News berjudul "How optimistic should we be about the Saudi-Iranian reapprochement?"

Menurut Abbas, China adalah negara yang tepat menjadi pemrakarsa damai. Karena negara ini tidak mempunyai sejarah kolonialisme dan aggresi di kawasan Timur Tengah. Dalam politik Timur Tengah, China adalah negara netral. Lebih konsentrasi pada perdagangan dan keuangan.

Baca juga;

China dan Peran Negara-Negara Islam Dalam Perundingan Damai Arab Saudi Dan Iran 

"As noted here before, China also enjoy as neutral poistion in the region, with no colonial past or history of aggression. In most Middle East conflict, Beijing has remained neutral and focused its policies on trade and commerce."

Bagi China tentunya menjadi pemrakarsa damai bagi kedua negara ini adalah sesuatu yang sangat penting. Minyak tetaplah menjadi common denominator. Kestabilan di kawasan Timur Tengah yang kaya akan minyak, akan memudahkan supply minyak ke China.

Sementara di sebagian muslim, China dianggap mempunyai track record . Beberapa kalangan menganggap China sebagai negara anti Islam. Seperti tercermin pada sikapnya yang sangat represif terhadap muslim Uighur.

Baca juga;

Shalat Jamaah di Masjid Arab Saudi 

China memang sangat represif terhadap muslim Uighur. Bukan hanya melakukan tindakan kekerasan dan membuat camp khusus, tetapi juga melakukan pembunuhan.

Namun bila dilihat lebih jeli, sikap China terhadap Uighur bukanlah sikap China terhadap Islam. Problem utama Uighur bagi China bukan pada muslimnya, tapi pada keinginan mereka untuk memisahkan diri.

Uighur sendiri memang merasa lebih dekat ke Turki ketimbang ke China. Baik secara etnis, geographis maupun agama. Karenanya bisa dipahami bila mereka ingin melepaskan diri dari China.

Baca juga;

Memahami Mega Proyek Neom dan New Kabah Arab Saudi Melalui Total Football Belanda 

Namun persis disinilah permasalahannya. Konsep nasionalisme dan negara di abad modern, kerap menempatkan upaya pemisahan diri sebagai sesuatu yang berbahaya dan mesti diperangi.

Dalam bentuk kekerasan yang berbeda, sikap China terhadap Uighur tidak berbeda dengan sikapnya terhadap masyarakat Hongkong. China melakukan tindakan represi terhadap aktivis Hongkong yang menolak bergabungnya Hongkong ke China.

Terakhir adalah ketegangan di kawasan Laut China Selatan. China melakukan konfrontasi militer dengan Taiwan karena menolak menjadi salah satu Provinsi China. Meski Taiwan dan China satu etnis.

Baca juga;

Sisi Lain Pentingnya Suami atau Mahram Perempuan Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Arab Saudi

Hal sama juga ditunjukan Indonesia. Baik operasi militer yang pernah terjadi di Aceh maupun yang sedang dilakukan di Papua, bukan karena anti terhadap agama yang dipeluk di dua daerah tersebut. Tapi munculnya suara memisahkan diri. Disamping tentunya masalah natural resources.

Bahkan China sebetulnya bisa dianggap sebagai negara ramah terhadap Islam. Meski dikenal sebagai negara komunis, tetapi tetap memperbolehkan ibadah sebagai bagian dari kehidupan keseharian kaum muslimin.

Hal ini misalnya ditunjukan dengan sikap China terhadap Masjid dan Makam Sa'ad bin Abi Waqash. Sahabat Nabi Muhammad yang termasuk golongan pertama masuk Islam. Saad masuk Islam ketika berumur 17 tahun.

Baca juga;

Arab Saudi Dan Tempat-Tempat Suci Bersejarah 

Ketika Saad bin Abi Waqash datang ke China pada tahun 651 M untuk mengajarkan agama Islam, Kaisar Yong Hui dari Dinasti Tang mengizinkannya.

Sampai sekarang Masjid Sa'ad bin Abi Waqash di Guangzhou masih berdiri. Dirawat dan dijaga pemerintah China sehingga menjadi masjid tertua yang ada di daratan China.

Terlepas dari kontroversi apakah Makam Saad ada di Guangzhou atau di pemakaman Baqi Madinah, pemerintah China juga tetap menjaga makam tersebut.

Baca juga;

Umrah Sebagai Sebuah Pengalaman Keberagamaan

Masjid Saad bin Abi Waqash dan makamnya, dianggap sebagai bagian dari warisan leluhur yang harus dilestarikan. Sehingga kedua tempat tersebut pun menjadi salah satu destinasi wisata religi di Guangzhou.

Namun terlepas dari siapa pun yang menjadi pemrakarsa, motif serta cara berdamai, kedua negara ini memang seharusnya damai. Karena pada akhirnya, bukan hanya negara lain saja yang membutuhkan kedua negara ini untuk damai, kedua negara ini juga butuh damai. Meski

Iran tentunya mesti mengurangi musuh dan memperbanyak teman. Setelah terus menerus di embargo Amerika dan teman-temannya, negeri ini mau tidak mau mesti membuka hubungan dengan negara lain. Untuk membantunya keluar dari krisis.

Baca juga;

Asykar, Penjaga Ketertiban Masjidil Haram Makkah dan Lelaki Arab Saudi

Begitu juga dengan Arab Saudi. Rasa aman dan nyaman yang selalu diupayakan Kerajaan untuk warganya, mesti didukung dengan tidak adanya permusuhan dengan negara lain.

Terlebih Visi 2030 yang menjadi haluan terbaru Arab Saudi. Visi baru pengelolaan negara yang mensyaratkan adanya keamanan.

Upaya MBS membuat The Mukaab yang bernilai ratusan triliun, membangun King Salman Airport dengan 6 runaway serta mendirikan Riyadh Air untuk menarik wisatawan dunia akan sia-sia. Bila Riyadh terus menerus berada dalam ancaman musuh.

Hira Cultural District, Cara Orang Arab Saudi Jualan Ke Orang Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun