Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Merajut Agama, Budaya, dan Lingkungan dalam Pertunjukan Seni

29 Juni 2022   08:02 Diperbarui: 29 Juni 2022   08:03 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para alim-ulama, perangkat desa dan warga membaur jadi satu. Dok. penulis

Adegan harimau (Can-macanan) yang akan ditundukkan manusia. Dok. penulis
Adegan harimau (Can-macanan) yang akan ditundukkan manusia. Dok. penulis

Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 mau dirusak oleh upaya elit-elit politik yang hanya ingin mengeruk keuntungan pribadi dan kelompok. Mekanisme demokrasi prosedural memang sudah menjadi tradisi dalam kehidupan politik bangsa ini. Sayangnya, mekanisme tersebut banyak dimanfaatkan para elit yang memiliki kekayaan, sehingga kebijakan yang ditelorkan bisa dikatakan kurang berpihak kepada kehidupan rakyat kebanyakan. 

Termasuk kebijakan untuk eksploitasi kawasan alam yang semestinya menjadi cagar alam, taman nasional, ataupun hutan lindung. Kalau nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 benar-benar dijadikan landasan kebijakan, maka tidak akan terjadi perusakan lingkungan.

Menghadapi kondisi yang tidak menentu tersebut, mutlak dibutuhkan "kesadaran dan tindakan ksatria" yang dengan sungguh-sungguh ingin memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara. Para ksatria berbasis nilai-nilai agama dan budaya harus mengambil peran untuk mengembalikan kebaikan di negeri ini. 

Para jathil sebagai simbol kesatria. Dok. Mbah Purbo
Para jathil sebagai simbol kesatria. Dok. Mbah Purbo

Harapan tersebut diwujudkan dalam adegan para jathil (penari jaranan) yang dengan lincah bergerak dengan bermacam formasi, ke segala penjuru mata angin. Mereka ingin menjernihkan pikiran rakus dan apa-apa yang merusak tatanan kehidupan; menghancurkan harmoni antara manusia dengan alam, relasi antara penguasa dan rakyat.

Ketika kondisi sudah lumayan terkendali, para "bidadari Watangan" yang disimbolkan oleh sepuluh penari perempuan hadir di hadapan penonton yang terdiri dari perangkat desa, alim ulama, dan warga masyarakat. Dengan riang gembira mereka menari, menebarkan energi kebaikan yang bisa memperkuat kesadaran manusia. 

Para
Para "Bidadari Watangan" mengajak warga menumbuhkan energi positif. Dok. penulis
Mengkikuti alunan musik patrol Jemberan yang sudah didigitalisasi, kesepuluh penari dari Sanggar Tari Sotalisas Jember ini menarikan gerakan-gerakan atraktif, laksana para bidadari yang bergelimang cahaya.  Mereka mengajak manusia untuk terus menumbuhkan energi dan sikap positif dalam kehidupan agar tidak dikendalikan oleh nafsu angkara murka. Manusia juga diajak untuk dengan riang gembira menjaga kelestarian alam dengan energi dan tindakan positif tersebut. Dengan jalan itulah kehidupan yang tidak eksploitatif bisa berlangsung.

Ketika manusia sudah mampu menumbuhkan kembali pikiran dan tindakan positif, mereka pun bisa terus mengembangkan hubungan harmonis dengan alam semesta. Harapan itu digambarkan dengan tari "Bhekti Segoro" yang dipersembahkan oleh para mahasiswa dari UKM Kesenian Universitas Jember (UKMK). 

Adegan tari
Adegan tari "Bhekti Segoro". Dok. penulis

Tari kontemporer ini mengajak warga untuk terus mengucapkan raya syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas karunia berupa lautan luas. Adegan dinamis para penari dengan perahu kecil yang mereka bawa menandakan bahwa sudah sepatutnya manusia tidak merusak laut dengan tindakan-tindakan destruktif, karena laut sudah memberikan banyak bagi kehidupan manusia. Maka, warga harus terus mengusahakan perilaku dan tindakan yang tidak merusaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun