Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gandrung Banyuwangi Pascareformasi: Antara Pelestarian dan Dekapan Politik

6 Desember 2021   06:28 Diperbarui: 6 Desember 2021   06:36 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gandrung. Foto: Dok. Pribadi

Investasi makna gandrung secara massif sejak zaman Orde Baru, diakui atau tidak diakui, telah menjadikan kesenian ini menjadi ikon yang tidak bisa dipisahkan dari Banyuwangi. Namun apa yang mesti dicatat adalah bahwa rezim negara juga bisa melakukan pembajakan terhadap aspek identitas partikular ketika mereka merasakan kuatnya pengaruh disrkursif gandung bagi masyarakat, sehingga menginkorporasi gandrung beserta beragam wacananya merupakan usaha strategis untuk memaksimalkannya. 

Akibatnya, makna-makna ideal dalam sebuah kesenian hanya menjadi perayaan yang membuncah dan seringkali menjadi inflasi diskursif. Dalam kondisi demikian, kekuatan sebenarnya perlahan-lahan dinihilkan dari aktivitas komunal sebagai bentuk praksis yang bisa menghubungkan karya estetik dengan gerakan-gerakan resisten terhadap kekuatan dominan. 

Hal itu terbukti dengan tidak adanya program pemberdayaan yang terstruktur untuk komunitas gandrung terob yang menjadi kekuatan utama kesenian ini. Yang lebih diuntungkan kemudian, selain rezim negara, adalah para seniman pemilik sanggar yang mengembangkan tari garapan berbasis gandrung, khususnya mereka yang memiliki akses terhadap program bantuan dana pemerintah, meskipun itu tidak menjamin keajegan pengembangan itu sendiri.

* Tulisan ini merupakan bagian dari "Bab 3 Menjadi Using dalam pesona tembang dan gandrung", dalam  buku Merawat Budaya/Merajut Kuasa: Identitas Using dalam Kontestasi Kepentingan (2017), diterbitkan Diandra Kreatif (Yogyakarta), yang saya tulis bersama Albert Tallapessy dan Andang Subaharianto. Saya tulis ulang khusus untuk Kompasiana. 

Daftar Bacaan 

Basri, Hasan. 2009. "Gandrung dan Identitas Daerah". Lembar Kebudayaan, No.2: 15-19.

Anoegrajekti, Novi. 2010. "Padha Nonton dan Seblang Lukinto: Membaca Lokalitas dalam Keindonesiaan". Dalam Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 22, No.2: 171-182.

Dewi, Kurniawati Hastuti. 2014. "Legenda, Cerita Rakyat, dan Bahasa di Balik Kemunculan Politik Perempuan Jawa". Dalam Masyarakat Indonesia, Vol. 40, No. 1: 17-35.

Sentot, Hasan. 2008. "Posisi Budaya Using dalam 'Pawai Pelangi Budaya' Harjaba 2008", http://hasansentot2008.blogdetik.com/2008/12/21/posisi-budaya-using-dalam-pawai-pelangi-budaya-harjaba-2008/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun