"Dug..."
Tubuh saya langsung dingin. Telapak tangan saya langsung basah. Nafas saya sedikit tidak teratur.
Saya temukan kembali nama Rensya yang muncul diawal. Setelah itu (dr) Reren.
Antara ingin membuka semua obrolan saya dengannya. Atau mengurungkannya, bahkan ingin segera menghapus percakapan itu.
Saya memang menyimpan seluruh percakapan dengan Rensya. Dari awal, hingga akhirnya dia meminta berpisah dengan saya.
Perlahan, jari saya bergetar. Wajah saya mulai berkeringat. Saya lawan kegugupan, pesan itu saya buka (Rensya).
Saya semakin gugup. Keringat dingin pada tubuh tak terbendung. Tangan saya terasa bergetar. Ini seperti saat saya buka percakapan pada ponselnya dulu.
Rensya terlihat online pada ponsel saya. Entah ingin segera menutup ponsel. Atau saya akan bertindak bodoh untuk menghubunginya kembali. Saya bingung. Saya matikan handphone. Saya lemparkan ke sudut .
Saya berbaring. Menghela nafas panjang. Menenangkan diri.
"Sial kenapa saya harus temukan dia dalam keadaan online. Dan, kenapa namanya muncul terlebih dahulu. Yang lebih sial, kenapa saya harus membukanya. Ah, bodoh." Saya lantas pejamkan mata. Dan kembali mengatur nafas dan menenangkan diri.
Saya bangun. Kembali mengambil ponsel. Saya buka layarnya. Tak berubah, ponselku langsung menampilkan percakapan dengan Rensya.