Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hanya Lentingan Pesan tentang Samber THR Kompasiana

9 Mei 2021   00:58 Diperbarui: 9 Mei 2021   01:08 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berkirim pesan. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Sejak bergabung di Kompasiana pada November 2018, saya kemudian mengikuti agenda menarik di Kompasiana bernama Samber THR. Satu Ramadan Bercerita dan Tebar Hikmah Ramadan.

Agenda menarik ini saya ketahui sebagai agenda pertama menulis maraton selama sebulan penuh di Kompasiana. Kalau pernyataan saya salah, silakan diberikan ralat di kolom komentar, ya! (terima kasih)

Karena maraton, maka siapa yang berhasil menuntaskannya tanpa bolong, punya potensi besar untuk menang dan meraih hadiah utama. Sejauh yang saya tahu, hadiahnya tidak main-main.

Pada kesan pertama ikut, yaitu pada 2019, rasanya luar biasa untuk ukuran mencari pengalaman. Kemudian, semangat itu kembali muncul saat 2020.

Kali ini, cukup berharap untuk siapa tahu nyenggol sedikit ke hadiahnya. Faktor butuh suntikan semangat secara finansial akibat pandemi yang menggoyang banget ekonomi keluarga cukup mendorong imajinasi saya untuk berkhayal mendapatkan oleh-oleh lewat Samber THR.

Tetapi, sekali lagi harus bersabar. Coba lagi tahun selanjutnya, yaitu 2021.

Tidak terasa, sudah menapaki Ramadan 2021. Bahkan, saat tulisan ini dibuat (8/5), Ramadan sudah berjalan 26 hari. Kalau dihitung genap 30 hari berpuasanya, maka Ramadan tinggal 4 hari lagi.

Saya pun mengikuti Samber THR 2021. Namun, apalah daya. Situasi pandemi ternyata malah memperburuk keadaan ekonomi saya secara pribadi maupun secara keluarga.

Saya juga masih berada di domisili rantau, alih-alih di kampung halaman, atau lebih bagus lagi kalau berkumpul dengan orang tua. Artinya, kondisi sedang buruk. Ditambah pula dengan keadaan penunjang untuk berkonten sedang bermasalah, alias kemampuan menurun.

Ponsel yang biasanya saya andalkan untuk membuat konten, baik tertulis maupun audio-visual sedang rusak. Baterainya sedang "hamil", dan mau beli baterai baru, uangnya masih sayang untuk dipakai.

Akhirnya, banyak tema yang terlewatkan. Seperti, membuat mini-vlog di IGTV, esai foto, dan sebagainya. Halangan sebagai orang rantau juga membuat saya urung untuk membuat konten menyiapkan menu berbuka, karena saya sudah pasti tidak akan masak.

Bahkan, saya juga akhir-akhir ini jarang beli. Karena saya mendapatkan bantuan berbuka puasa. Artinya, untuk ngevlog menu berbuka, rasanya seperti maknyes di dada.

Bukan karena saya tidak mau terlihat apa adanya. Tetapi, saya juga punya malu. Kalau menang, tidak apa-apa. Kalau tidak, malu. Dan, ukuran malu orang beda-beda.

Kemudian, yang menjadi keluhan saya sejak awal ikut blog competition di Kompasiana adalah keharusan membagikan konten di semua akun media sosial. Kalau memang punya semua akun medsos tidak masalah, kalau tidak?

Permasalahan selanjutnya adalah tentang faktor kenyamanan dengan media sosial tertentu. Jujur saja, saya lebih suka mengakses Twitter daripada Instagram.

Baca juga: Aplikasi Favorit Kala Ramadan Tidak ke Mana-mana

Selain faktor pemuatan data/kuota, juga karena Instagram itu candu. Banyak konten visual yang cenderung berusaha menarik diri untuk berlama-lama di sana.

Kemudian, yang parah adalah mendorong pula saya untuk berupaya narsis. Memang, tidak harus terus pamer foto selfie, wefie, dan candid. Bisa dengan konten tulisan saja. Tetapi, menurut saya itu bagian dari narsis kalau terus dilakukan.

Memang, adakalanya saya seperti sedang menjajakan "produk" tulisan. Karena, sebenarnya tujuannya adalah promosi atau branding diri. Tapi, kalau terus-menerus juga capai.

Capai waktu, capai kuota, kurang sepadan dengan pemasukan. Dan, ujung-ujungnya yang hadir ke feed saya lebih banyak sesama Kompasianer. Circle-nya tetap berputar di lingkup yang sama. Tapi, terima kasih sudah mau berteman dengan saya di medsos.

Sampai sejauh ini khusus di Instagram, saya masih melihat engagement unggahan di sana belum seacak di Twitter. Meski, tanpa harus membuat akun sepenuhnya terbuka seperti di IG dengan mode akun bisnis.

Di Twitter, saya masih bisa melihat unggahan saya dapat mencapai engagement yang lumayan hanya dengan modal tagar. Engagement ini menurut saya tidak berpatokan pada jumlah 'suka' dan 'komen', tetapi siapa yang berpotensi melihat. Itu sudah cukup.

Di Instagram, saya belum melihat dampak itu. Selain itu, di Instagram, kurang cocok untuk sepenuhnya membagikan artikel. Karena, tautan di unggahan tidak aktif seperti di Twitter dan Facebook.

Pengguna harus membuat akun di Linktree agar dapat menempelkan banyak tautan sesuai apa yang diunggah di feed. Menurut saya, itu cukup rempong.

Itulah kenapa, Instagram cocoknya untuk kreator konten yang memang tidak mengharuskan pengunjungnya untuk mengunjungi lapak lain. Artinya, konten yang dibuat memang cukup untuk dilihat di feed saja.

Kalau seperti Kompasiana yang sudah bisa 'swipe up' di Instastory-nya tidak akan merasakan kendala ini. Bagaimana kalau yang masih remah-remah rengginang seperti saya?

Tetapi, akhir-akhir ini saya mulai melihat keharusan mengunggah ke semua akun medsos seperti tidak segalak dulu. Antara adminnya mulai tahu dan bisa menerima karakter kompasianer yang beragam--dan cukup satu seragam warna biru muda, atau karena saya yang kurang update dengan situasi di blog competition Kompasiana, terutama Samber THR.

Keluhan selanjutnya adalah momentum. Beberapa tema terlihat seperti tidak melihat momentum saat ini.

Contohnya dengan keberadaan tema 'Menjelang Lebaran, Mau Belanja Apa'. Walaupun semua orang lebih banyak tidak menunjukkan sedang ingin berbelanja apa, tetap saja, ada segelintir orang yang ternyata memahami ini sebagai ajang menunjukkan apa yang memang ingin dibeli menjelang Lebaran.

Kalau masanya sedang tidak pandemi, tidak masalah. Kalau masanya masih pandemi, apakah orang-orang itu tidak berpikir perasaan pembaca yang sedang kesulitan untuk bertahan hidup?

Apakah, kemudian semua tulisan harus beralih ke cara berdakwah?

Misalnya, mengajak orang mengalihkan target berbelanja ke aksi peduli sosial dengan membantu kaum duafa. Bukankah itu berarti beda tema?

Hal semacam ini yang menurut saya masih kurang masuk ke logika saya. Atau, mungkin saya sedang terlalu sensitif dengan hal-hal yang berkaitan dengan materi saat ini. Entah!

Keluhan terakhir adalah jujur. Saya tidak mempermasalahkan kadar atau persentase kejujurannya. Tetapi, kejujuran itu penting termasuk dalam hal berkonten.

Walaupun, belum tentu penikmat kontennya tahu apakah konten tersebut mengandung unsur kejujuran atau tidak, yang membuat konten tersebut pasti tahu. Ketika pembuat kontennya tahu kalau tidak ada kejujuran, bagaimana rasanya? Apakah nyaman?

Seorang influencer seperti Patricia Gouw saja masih berupaya mengedepankan kejujurannya ketika berkaitan dengan konten. Misalnya, seperti tragedi sulam alis dan penolakannya terhadap kerja sama dengan produk kopi karena dia bukan peminum kopi.

Lima keluhan ini hadir karena melihat tema-tema di Samber THR tahun ini terlalu mengaduk-aduk perasaan saya. Ini juga yang membuat saya berpikir, apakah Samber THR tahun depan akan bisa saya ikuti atau tidak.

Entah.

Malang, 8 Mei 2021
Deddy Husein S.

Catatan: Tulisan ini sebenarnya mau diikutkan ke tema hari 25 (8/5) Samber THR. Tapi, karena terlambat unggah, saya taruh di kanal 'Diary'. Sepertinya cocok. Terima kasih sudah berkenan membaca. Salam hangat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun