Walaupun, misalnya ada orang yang terlihat kurang percaya diri dan kurang bergaul, tetap saja ia pasti punya ambisi. Karena, dengan adanya ambisi, api semangat hidup terus berkobar.
Namun, 'si ambisi' itu juga harus didudukkan bersama 'si kapabilitas'. Mereka harus berkompromi demi menemukan formula apa yang tepat untuk dihasilkan.
Misalnya saya, yang cenderung kurang percaya diri untuk membangun kerja sama dengan orang lain, namun ingin menghasilkan sesuatu. Maka, saya cari bentuk yang dapat saya hasilkan, yaitu tulisan.
Begitu pula dalam hal mengetahui kapabilitas. Ketika merasa belum layak tayang di 'meja prasmanan', maka saya sajikan tulisan saya di 'dapur sendiri'.
Kalau kemudian ada yang mengonsumsinya, maka itu sudah diawali dengan keikhlasan saya untuk memberikannya ke orang lain. Logika ini saya pakai untuk menyiasati kelemahan saya tadi; kurang PD.
Percaya diri itu penting, tapi harus dimodali oleh kompromi antara kapabilitas dengan ambisi.
Ketiga, jangan ragu untuk sesekali ngepop.
Kita hidup tidak selamanya sesuai dengan apa yang tertulis di buku, apalagi buku-buku berfilosofi idealitas. Apakah hidup kita seideal filosofi-filosofi itu?
Mungkin, bagi beberapa orang yang pernah membaca tulisan saya, ada yang menganggap tulisan saya kaku--anggap saja sedang mengidealkan tulisan saya. Atau, ada juga yang menganggap tulisan saya cenderung rumit, padahal objeknya sederhana.
Tetapi dari "kejanggalan" itu, saya sudah menangkap salah satu unsur populer di dalam tulisan saya. Misalnya, menulis tentang bola.
Bagi sebagian orang, menulis tentang bola itu ngepop. Namun, ada juga yang bagi sebagian orang, bola adalah sesuatu yang lebih penting (ideal) daripada konten lain.