Mohon tunggu...
Deby
Deby Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional

Saya adalah seorang mahasiswa Hubungan Internasional di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Intoleransi dan Diskriminasi Gender di India

28 Juli 2022   15:30 Diperbarui: 28 Juli 2022   15:31 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: https://www.europarl.europa.eu/news/el/headlines/world/20130111STO05287/bia-kata-ton-gunaikon-sten-india-epikaire-suzetese-sto-ek

Isu intoleransi dan diskirminasi berbasis gender terutama pada perempuan dan anak tersebar luas di dunia. India merupakan salah satu negara dengan presentase terbanyak. Sebuah survei oleh Thomas Reuters Foundation menemukan bahwa India adalah negara paling berbahaya keempat di dunia bagi perempuan. Banyak kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Kejahatan bisa dalam bentuk melempar cairan asam, kekerasan, pelecehan, diskriminasi, pemerkosaan hingga pembunuhan. Ini juga termasuk kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual di tempat kerja. Dana Kependudukan PBB melaporkan bahwa hingga 70% wanita menikah berusia 15-49 tahun di India menjadi korban pemukulan atau pemaksaan seks.


INTOLERANSI
Intoleransi merupakan orientasi negatif atau penolakan seseorong terhadap hak-hak politik dan sosial dari kelompok yang tidak disetujui. Menurut Bobbio (1997: 61), intoleransi juga dapat menjadi sebuah keutamaan politis. Dalam arti positif ini intoleransi adalah sikap tegas, konsekuen, atau taat asas. Yang dibutuhkan dalam demokrasi adalah toleransi dalam arti positif. Hanya perlu diingat bahwa toleransi dalam arti positif itu hanya dapat dijamin oleh sebuah pemerintahan yang mempraktikkan intoleransi dalam arti positif. Sikap tegas, konsekuen, dan taat asas dibutuhkan untuk melindungi masyarakat madani (civil society) dari teror yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang intoleran dalam arti negatif. Montesquieu (2012) sudah mengingatkan bahwa demokrasi merosot karena kegagalan negara dalam menjamin keamanan publik. Apabila kebebasan lebih dirasa sebagai ancaman daripada kenikmatan, masyarakat pun mulai menaruh simpati pada tiran-tiran kecil dan bersedia menukar kebebasan dengan keamanan.

Dalam demokrasi, kebebasan hanya berarti untuk rakyat jika negara dan civil society gigih menghalau para musuh kebebasan. Semua negara maju tahu bahwa demokrasi tidak dapat dijalankan oleh sebuah pemerintahan yang lemah terhadap para musuh toleransi. John Rawls (1971) dalam A Theory of Justice berpendapat bahwa toleransi adalah bagian dari sistem keadilan untuk semua orang yang mau hidup bersama secara damai dalam masyarakat majemuk. Asas keadilan sebagai fairness dilanggar jika suatu kelompok yang intoleran de facto diberi toleransi untuk aksi-aksi kekerasannya. Menurutnya, kelompok intoleran ini bahkan tidak memiliki hak untuk berkeberatan atas sikap tegas negara terhadapnya.


INTOLERANSI DAN DISKIRMINASI GENDER
Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan di seluruh dunia. Hal ini adalah fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di negara dunia ketiga di mana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-mana. Perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok suatu tujuan pembangunan yang memiliki nilai tersendiri.


KONSEP GENDER
Konsep gender dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana individu yang lahir secara biologis (laki-laki dan perempuan) yang kemudian memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem dan simbol di masyarakat yang bersangkutan. Singkatnya, gender dapat diartikan sebagai suatu konstruksi sosial atas seks menjadi peran dan perilaku sosial. Istilah gender seringkali tumpang tindih dengan seks (jenis kelamin), padahal dua kata itu merujuk pada bentuk yang berbeda. Seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Contohnya jelas terlihat, seperti laki-laki memiliki penis, scrotum, memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki vagina, rahim, memproduksi sel telur. Alat-alat biologis tersebut tidak dapat dipertukarkan sehingga sering dikatakan sebagai kodrat atau ketentuan dari Tuhan (nature).

Sedangkan konsep gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya, laki-laki itu kuat, rasional, perkasa. Perempuan itu lembut, lebih berperasaan, dan keibuan. Ciri-ciri tersebut sebenarnya bisa dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang lembut dan lebih berperasaan. Demikian juga ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ini dapat terjadi dari waktu ke waktu dan bisa berbeda di masing-masing tempat.

Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakekatnya adalah bentukan masyarakat melalui konstruksi sosial budaya, sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu aliran nurture melahirkan paham sosial konflik yang banyak dianut masyarakat sosialis komunis yang menghilangkan strata penduduk (egalitarian). Paham sosial konflik memperjuangkan kesamaan proporsional (perfect equality) dalam segala aktivitas masyarakat seperti di Presiden, Militer, Menteri, Gubernur, Pilot dan pimpinan partai politik.

Adanya perbedaan perempuan dan laki-laki dalam teori nurture adalah kodrati, sehingga harus diterima apa adanya. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi bahwa diantara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada tugas yang memang berbeda dan tidak dapat dipertukarkan secara kodrat alamiahnya. Dalam proses pengembangannya banyak kaum perempuan sadar terhadap beberapa kelemahan teori nurture di atas. Pendekatan nurture dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat.

Perbedaan biologis diyakini memiliki pengaruh pada peran yang bersifat naluri (instinct). Perjuangan kelas tidak pernah mencapai hasil yang memuaskan karena manusia memerlukan kemitraan dan kerjasama secara strukturaal dan fungsional. Manusia baik perempuan maupun laki-laki memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial ada pembagian tugas (division labor) begitupula dalam kehidupan keluarga. Harus ada kesepakatan antara suami istri, siapa yang menjadi kepala keluarga dan siapa yang menjadi ibu rumah tangga. Dalam organisasi sosial juga dikenal ada pimpinan dan ada bawahan (anggota) yang masing-masing mempunyai tugas, fungsi dan kewajiban yang berbeda dalam mencapai tugas, fungsi dan kewajiban yang berbeda dalam mencapai tujuan.

Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi kesenjangan dan ketimpangan atau tidak adil akibat dari sistem struktur sosial dimana baik perempuan dan laki-laki menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradapan manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga dialami oleh laki-laki. Meskipun secara keseluruhan ketidakadilan gender dalam berbagai kehidupan lebih banyak dialami oleh kaum perempuan.

Keberadaan public trust juga dinilai menekankan pada sebuah peran gender menjadi sebab persoalan kesenjangan. Masih melekat di masyarakat bahwa peran laki-laki untuk tidak boleh mengambil peran perempuan, begitu sebaliknya. Kesenjangan peran disebabkan karena permasalahan gender seperti marginalisasi, subordinasi, labelisasi, diskriminasi dan kekerasan yang ada di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun