semut hijau, kau penguasa kini,
tak ada yang tandingi, selepas mata memandang royo-royo warnai.
tumpukan gula itu kau nikmati, bersama beribu,
kau sirnakan semut hitam, kau bungkam semut pangkalan.
semut hijau, kau berkelana keluar sarangmu dari semburat fajar,
kau lewati pancaran sang surya hingga malam berhias gemintang.
kau sunggi gula, kau arungi polusi. kau tantang terik, kau libas hujan.
semut hijau, kau tunduk pada sang ratu, gawai penghubung,
layar mungil kau pandang, tuk tau gula mana yang kan kau bawa, kau gendong.
ratu beri titah, kau berlari menyergap, bopong si gula pergi berlalu.
tak ada lelah harimu, kau setia dengan pinta ratumu.
semut hijau, deru roda di jalan berdebu, bukan kelabu tapi debu melumut,
menghijau. ya, jejakmu melumut, seakan tak ada warna lain di dekat tumpukan gula-gula.
menyesaki gemuruh mesin semutmu, menyunggi gula beragam warna, beratus tujuan.
dari menanti, buat janji, bersua hingga berlari menuju labuhan.
kunikmati penantianku, tunggu semut muda jemputku
aku tlah berkata pada gawai, dan tujuh belas menit berlalu sudah.
kenapa kamu lama menyongsongku, berapa ratus detik lagi hampiriku
bukan semut-semut hijau itu yang menjanji, tapi semut hijau muda yang dititah sang ratu.
aku enggan beranjak, malam menjejak hitam menunggumu,
aku gula berbando biru.
14 Oktober 2019, Stadela Shelter menanti Ojol, sambil dengarkan Jauh waktu berjalan kita lalui bersama/Betapa di setiap hari kujatuh cinta padanya/Dicintai oleh dia 'ku merasa sempurna/Semua itu karena diaÂ