Shinta sedang berada nun jauh di sana, di Kerajaan Alengka yang sulit dijangkau oleh Ramawijaya. Ia berada dalam tawanan Rahwana.Â
Berbagai upaya dilakukan Ramawijaya, meski tidak mudah. Laut pun ditimbun dengan bebatuan agar Ramawijaya bisa menyeberang ke Alengka.

Tak terasa, pertunjukan teater selama kurang lebih 2 jam berakhir. Di akhir acara, seluruh pemain masuk ke panggung. Beberapa dari mereka turun ke bangku penonton untuk memberikan salam. Meski pertunjukan telah berakhir, penonton tak segera beranjak meninggalkan ruangan. Panggung pun menjadi arena bertegur sapa dan selfie bagi para pemain dan penonton.
Saya sangat menikmati teater tari Ramayana malam itu. Tarian, tembang, seni peran, dan musik gamelan begitu apik tersaji dipadukan dengan tata lampu yang dominan berwarna biru dan merah.

Saya sendiri sempat sekilas mengikuti persiapan dan latihan tersebut melalui akun Facebok Mas Didik Djunaedi. Ia ikut bermain sebagai Anggada, salah satu wanara berwarna merah.
Hal lain yang membuat saya bersyukur yaitu ketika kesenian tradisional seperti ini tidak hanya dimainkan dan diminati oleh orang dewasa saja. Ada milenial yang ikut menonton dan bahkan ikut bermain di pertunjukan tersebut. Setidaknya di tengah derasnya arus budaya modern yang terjadi secara global, masih ada anak-anak muda yang tetap mencintai budaya bangsa Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI