Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Akhirnya, Presiden Jokowi Sadar bahwa Wacana Penundaan Pemilu Itu Tak Berguna

9 April 2022   11:53 Diperbarui: 9 April 2022   11:56 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis survei terkait efek negatif dari wacana penundaan pemilu. Mulai dari arah perjalanan bangsa, kinerja demokrasi, dan kepuasan atas kinerja Jokowi sebagai Presiden. 

Dalam setahun terakhir, SMRC mencatat jumlah warga yang menilai bangsa bergerak ke arah yang benar menurun proporsinya dari 80% pada survei Maret 2021 menjadi 68% dalam survei Maret 2022. Sebaliknya, yang menilai bangsa bergerak ke arah yang salah naik dari 14% menjadi 23% pada periode yang sama.

Kepuasan warga terhadap pelaksanaan demokrasi juga merosot dari 71,9% pada survei Maret 2021 menjadi 61,7% dalam survei Maret 2022. Sementara yang tidak puas naik dari 25,7% menjadi 33,5%.

Tingkat kepuasan warga atas kinerja Jokowi sebagai Presiden turun dari 77% pada survei Maret 2021 menjadi 64,6% pada survei terakhir Maret 2022. Sebaliknya proporsi yang tidak puas naik dari 22,2% menjadi 32,2%

H Wiranto, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, di artikelnya yang berjudul "Bersitegang Mempersoalkan Peristiwa yang Tidak Mungkin Terjadi",  dimuat di koran Kompas, Jumat, 8/4/2022, menyatakan, polemik yang semakin ramai, bersitegang sampai mulai melakukan unjuk rasa di berbagai daerah menolak wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden merupakan kegiatan yang sia-sia. Sebab, hal itu sesuatu yang tidak akan mungkin dan tidak akan pernah terjadi.

Wiranto punya empat argumen untuk mendukung pernyataannya itu. Ia menulis:

Pertama, untuk mewujudkan isu tersebut, perlu perubahan padal UUD 1945 (amendemen). Sedangkan untuk melakukan perubahan itu perlu  dukungan mayoritas anggota MPR. Faktanya, rasio yang mendukung ternyata lebih kecil, hanya tiga partai politik, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Adapun yang menolak terdiri atas enam partai politik, yakni PDI-P (PDI-P), Partai Nasdem, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), ditambah Dewan Pertimbangan Daerah (DPD).

Kedua, sampai sejauh ini tidak tampak kegiatan apa pun dari lembaga-lembaga pemerintah, MPR, ataupun lembaga pemilu untuk melakukan persiapan dalam rangka perubahan jadwal pemilu dari jadwal yang sudah ditetapkan.

Ketiga, pemerintah saat ini sedang berkonsentrasi menangani pemulihan ekonomi nasional dan menuntaskan mitigasi Covid-19 sehingga tidak ada kehendak untuk mematangkan isu tersebut menjadi program nasional.

Keempat, tentunya kita sangat memahami bahwa Presiden Jokowi adalah figur pemimpin nasional yang berasal dari Jawa Tengah. Presiden sangat memahami salah satu filosofi sebagai pemimpin, yang dalam bahasa Jawa diungkapkan sebagai sabdo pandito ratu, tan keno wola-wali, yang artinya bahwa apa yang diucapkan oleh seorang pemimpin tidak akan berubah lagi. Larangan bagi para menterinya untuk tidak lagi menyuarakan isu perpanjangan jabatan presiden atau penundaan pemilu bisa meneguhkan sinyalemen ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun