Pendahuluan: Islam dan Perubahan Sejarah Dunia
Sejarah Islam yang gilang-gemilang dimulai dengan turunnya wahyu pertama yang disampaikan oleh Malaikat Jibril a.s. kepada Nabi Muhammad . Sebelum turun wahyu, Nabi Muhammad adalah seorang pedagang (pebisnis) yang sukses.
Meskipun wahyu dari Allah turun di tempat yang sederhana, yaitu di Gua Hira, Jabal Nur, bukan di istana yang megah dan mewah, wahyu Allah ini dengan segera berdampak dengan efek yang luar biasa dalam memperbaiki tatanan peradaban dunia. Peristiwa ini membuktikan bahwasanya perubahan besar dalam sejarah perdabaan manusia, nyatanya dapat dimulai dari hal-hal yang sederhana tetapi tetap memiliki pengaruh yang mendalam dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Al-Qur'an pernah mengisahkan betapa ini pernah terjadi pada Nabi Daud a.s., di mana saat beliau masih sangat belia, mulai memelopori gerakan pembaharuan dengan dirinya sendiri sebagai pelopor untuk melawan kekuasaan yang mapan dan absolut, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur'an,
Baca juga: Peran Pengetahuan & Ikatan Sosial dalam Membangun Peradaban Menurut Islam dan Teladan Rasulullah
... Ketika dia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka berkata, "Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya." Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, "Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah." Allah bersama orang-orang yang sabar. (QS Al-Baqarah: 249)
Ajaran yang diawali hanya lima ayat Surah Al-'Alaq ayat 1 -- 5, datang untuk memberikan peringatan kepada umat manusia bahwa Allah yang menciptakan manusia dari darah dan Allah pula yang menjadikan manusia dapat membaca dan menulis.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan! Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS Al-'Alaq: 1-5)
Kali ini, kami akan mengupas pemikiran Ahmad Mansur Suryanegara tentang proses Islamisasi Nusantara melalui pasar yang merujuk pada fenomena pewahyuan Allah kepada Nabi Muhammad yang berprofesi sebagai seorang pedagang/pebisnis, di mana pasar telah menjadi pusat penyebaran agama Islam sejak masa penyebaran di awal sejarahnya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, kami akan mendasarkannya pada karya Ahmad Surya Negara yang berjudul Api Sejarah Jilid I sebagai sumber utama.
Masjid Tua Wapauwe, Kab. Maluku Tengah (Sumber: Kompas.com)

Peran Pasar dalam Islamisasi: Dakwah dari Pasar ke Pasar
Suryanegara menjelaskan bahwa ajaran Islam mulai menyebar dengan sangat cepat melalui jalur penyebaran yang tidak terduga, yakni melalui pasar demi pasar, meskipun pada awalnya Islam hadir dari sosok Nabi Muhammad yang penuh dengan sifat kesederhanaan.Â
Pasar dalam hal ini bukan hanya tempat untuk bertransaksi jual-beli barang saja, melainkan juga menjadi wadah pertukaran ideologi, politik, sosial, dan agama. Dalam konteks ini, kami menekankan bahwa para pembaca tak perlu heran apabila pasar menjadi salah satu media utama dalam proses Islamisasi, terutama di Nusantara.
Sebagai penerangan untuk menyimpulkan, pasar di sini adalah tempat bertemunya berbagai lapisan masyarakat. Melalui interaksi yang terjadi di dalamnya, ajaran Islam mulai dikenal dan diterima. Bukan hanya komoditas barang yang diperdagangkan, melainkan juga memperbincangkan dan mendakwahkan nilai-nilai Islam, seperti tauhid, keadilan, dan kesejahteraan sosial.
Proses ini terjadi secara bertahap dan melalui pendekatan yang sangat kontekstual, sehingga proses penyebaran Islam dapat menyesuaikan mekanismenya dengan budaya dan tradisi lokal.
Kekuatan Wahyu dalam Membangun Peradaban Baru
Proses Islamisasi yang dimulai melalui pasar juga tidak lepas dari kekuatan wahyu yang membawa perubahan besar dalam masyarakat. Islam tidak hanya mengajarkan aspek ibadah kepada Tuhan, tetapi juga membimbing umatnya untuk berinteraksi dengan dunia ini secara adil dan seimbang, terutama dalam aspek ekonomi dan sosial.Â
Dalam hal ini, perdagangan menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat Muslim, karena ia tidak hanya memberikan kesejahteraan materi, tetapi juga menjadi wadah untuk menegakkan nilai-nilai keadilan sosial yang diajarkan oleh Islam.
Suryanegara mengungkapkan bahwa pasar menjadi tempat di mana ajaran Islam tidak hanya dipraktikkan dalam transaksi perekonomian, tetapi juga dalam praktik dakwah. Hal ini tercermin dalam perubahan nilai yang terjadi di masyarakat. Dari pasar-pasar inilah, ajaran Islam mulai menyebar ke berbagai wilayah, bahkan ke Nusantara.
Pasar Sebagai Medan Niaga dan Dakwah
Pengaruh Islamisasi melalui pasar di Nusantara sangat terlihat dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam bidang perekonomian, sosial, maupun agama. Pasar di Nusantara menjadi lebih dari sekedar tempat untuk bertukar barang atau bertransaksi jual-beli.
Dengan masuknya pengaruh Islam, pasar menjadi pusat pertemuan bagi umat untuk pembelajaran, berdiskusi, dan juga wadah untuk memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat lokal. Bahkan, dari pasar-pasar inilah masjid mulai dibangun, yang selanjutnya berfungsi sebagai pusat dakwah dan pendidikan.
Istilah "pasar" sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu "bazaar". Hal ini kemudian berkembang dalam konteks budaya dan bahasa Melayu, sehingga lambat laun menjadi bagian dari identitas budaya Nusantara.
Nama-nama pasar yang berkaitan dengan hari-hari dalam Islam, seperti Pasar Senin, Pasar Rabu, Pasar Kamis, Pasar Ahad dan seterusnya, menunjukkan bahwa Islam telah memberi pengaruh yang mendalam terhadap kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal waktu dan aktivitas ekonomi.
Bahasa dan Huruf Arab dalam Perkembangan Islam di Nusantara
Selain sebagai tempat perdagangan, pasar juga berperan dalam penyebaran bahasa dan aksara Arab. Melalui interaksi perdagangan, bahasa Melayu Pasar menjadi bahasa yang digunakan dalam komunikasi saat melakukan perniagaan, yang secara tidak langsung juga membantu penyebaran ajaran Islam.
Huruf Arab yang digunakan dalam bahasa Melayu Pasar pun turut berperan dalam memopulerkan tulisan Arab di Nusantara. Selanjutnya bahasa Arab ini pun berkembang menjadi bahasa dan aksara yang digunakan dalam kegiatan keagamaan dan administratif di wilayah tersebut. Bahkan menjadi fondasi dari pembentukkan bahasa nasional, yakni Bahasa Indonesia.
Kekuatan Maritim dan Kesadaran Kebaharian
Islamisasi di Nusantara juga tidak terlepas dari pengaruh maritim yang kuat, mengingat Nusantara adalah kepulauan yang dikelilingi oleh lautan dan samudra. Sebagaimana Suryanegara tekankan dalam bukunya, kesadaran maritim sangat penting dalam proses penyebaran Islam, sebab para pedagang Muslim yang menguasai jalur perdagangan laut juga menjadi agen utama dalam menyebarkan ajaran Islam.
Dengan mengarungi samudra dan melintasi benua, para pedagang Muslim tidak hanya membawa komoditas barang-barang. Mereka datang ke Nusantara juga membawa risalah Islam dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yang akhirnya ajaran Islam diterima oleh berbagai suku bangsa di Nusantara.
Bahkan, fenomena Islamisasi ini tidak hanya terjadi melalui jalur daratan, tetapi juga melalui jalur lautan (maritim). Proses Islamisasi ini memperlihatkan kesadaran maritim umat Islam dalam menjalankan kegiatan dakwah. Dengan penguasaan Muslim terhadap jalur perdagangan dan transportasi laut, para pedagang Muslim berhasil menjadikan Islam sebagai agama yang diterima di berbagai wilayah pesisir Nusantara.
Dampak Islamisasi terhadap Kehidupan Sosial dan Politik di Nusantara
Proses Islamisasi melalui pasar di Nusantara, pada intinya, membawa dampak yang sangat besar terhadap struktur sosial dan politik di wilayah kepulauan ini. Dari pasar-pasar ini, maka lahir lembaga-lembaga pendidikan Islam, yang kemudian melahirkan pesantren-pesantren di seluruh pelosok Indonesia.
Melalui pesantren, ajaran Islam pun diperdalam dan disebarkan ke generasi muda yang kemudian membentuk dasar dari perkembangan politik Islam di Nusantara. Keberadaan kesultanan-kesultanan Islam yang berperan dalam pemerintahan juga tidak terlepas dari pengaruh ajaran Islam yang disebarkan melalui pasar-pasar tersebut.
Kesimpulan: Peran Pasar dalam Proses Islamisasi
Pemikiran Ahmad Mansur Suryanegara tentang proses Islamisasi Nusantara melalui pasar demi pasar memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana pasar bukan hanya menjadi tempat transaksi perekonomian, tetapi juga menjadi wadah pertukaran kebudayaan dan ajaran agama. Pasar menjadi pusat pengaruh yang membawa ajaran Islam tidak hanya pada tingkat individu, tetapi juga pada struktur sosial, budaya, dan politik masyarakat.
Islamisasi melalui pasar menunjukkan bahwa agama Islam tidak hanya berkembang melalui jalur kekuasaan atau kekuatan politik belaka, tetapi juga melalui jalur perdagangan dan interaksi sosial yang lebih luas dengan penuh kedamaian.
Pasar sebagai pusat perdagangan dan dakwah memainkan peran yang sangat penting dalam memperkenalkan dan menyebarkan Islam ke seluruh pelosok Nusantara. Pada akhirnya, penyebaran Islam melalui pasar demi pasar di Nusantara-lah yang membentuk peradaban baru Indonesia merdeka yang berbasis pada spirit of Islam.
Referensi dan Catatan
Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah 1: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disunting oleh Nia Kurniawati, Anni Rosmayani, dan Rakhmat Gumilar. Api Sejarah. Bandung: Surya Dinasti, 2014. https://books.google.co.id/books?id=0AMxDwAAQBAJ.
Mengenai Pasar Ahad, nama ini kemudian berubah menjadi Pasar Minggu karena pengaruh penjajah Barat. Hal ini diungkap oleh Ahmad Mansur Suryanegara di mana ia mengatakan bahwa para penjajah mengubahnya karena ingin menyesuaikan Hari Ahad menjadi Hari Minggu supaya selaras dengan harinya untuk melaksanakan ibadah kepada San Domingo (Minggu) pada Hari Minggu. Hal ini kemudian mengubah nama Pasar Ahad menjadi Pasar Minggu seperti di daerah Jakarta Selatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI